Minggu, 19 Juli 2015

MENGHUKUM TANPA KEKERASAN


MENGHUKUM TANPA KEKERASAN
Berikut ini adalah cerita masa muda Dr. Arun Gandhi (cucu dari Mahatma Gandhi)
Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tuanya di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika selatan. Mereka tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tidak heran bila Arun dan dua saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.". Segera Arun menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.
Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.
Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun "Kenapa kau terlambat?".
Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga dia menjawab "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu". Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.
Lalu Ayahnya berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik- baik.".
Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan bodoh yang Arun lakukan.
Sejak itu Arun tidak pernah akan berbohong lagi.
** Pernyataan Arun :
"Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan."
(Posted by Vendy Adi Saputra)
SEBUAH MIMPI TIDAK BEGITU SAJA TERWUJUD LEWAT KEAJAIBAN.
MIMPI DIWUJUDKAN DENGAN KERINGAT, KEYAKINAN HATI, DAN KERJA KERAS.

TENGGELAMNYA KAPAR PESIAR


TENGGELAMNYA KAPAR PESIAR
Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju skoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum skoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.
Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”
Sebagian besar murid-murid itu menjawab,
“Aku benci kamu!”
“Kamu tau aku buta!!”
“Kamu egois!”
“Nggak tau malu!”
Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.
Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”
Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.
Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”
Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.
Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.
Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.
Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.
Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.
Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.
Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.
Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.
Mereka yang sering menyanjungmu setinggi langit, mungkin bukan karena engkau pahlawan, tapi mungkin karena mereka memaafkan keburukanmu.
Mereka yang selalu menghinamu dan menghakimimu, mungkin bukan karena mereka membencimu, tapi karena mereka ingin menguji ketulusan cintamu.

SEPULUH KALIMAT BIJAK dari NEGERI CHINA
Bila tidak berbakti pada orang tua; Percuma saja menyembah Tuhan.
Bila dengan saudara sendiri tidak rukun; Percuma saja menjalin persahabatan.
Bila hati penuh pikiran jahat; Percuma saja mengatur Feng Shui.
Bila tindak tanduknya tanpa tata karma; Percuma saja sekolah.
Bila bersifat angkuh; Percuma saja menjadi seorang terpelajar.
Bila seenaknya sendiri dalam melakukan segala sesuatu; Kepintaran pun percuma.
Bila belum tiba saatnya; Memohon dengan membabi buta juga percuma.
Bila tidak menghargai kesehatan; Minum obat pun percuma.
Sembarangan mengambil harta orang lain; Percuma saja beramal/berdana.
Bila suka mengumbar hawa nafsu; Percuma saja berbuat kebaikan.
(sumber: ceritamotivasimendidik)
 AGUS UROPKA

KEBENCIAN TIDAK BISA DIBALAS DENGAN KEBENCIAN


Seorang gadis bernama Lili menikah dan tinggal bersama suami dan ibu mertua. Dalam waktu singkat, Lili menyadari bahwa ia tidak dapat cocok dengan ibu mertuanya dalam segala hal. Kepribadian mereka berbeda, dan Lili sangat marah dengan banyak kebiasaan ibu mertua. Lili juga dikritik terus-menerus. Hari demi hari, minggu demi minggu, Lili dan ibu mertua tidak pernah berhenti konflik dan bertengkar. Keadaan jadi tambah buruk, karena berdasarkan tradisi Cina, Lili harus taat kepada setiap
permintaan sang mertua.
Semua keributan dan pertengkaran di rumah itu mengakibatkan suami yang miskin itu ada dalam stress yang besar.
Akhirnya, Lili tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dan dia memutuskan untuk melakukan sesuatu.
Lili pergi menemui teman baik ayahnya, Mr Huang, yang menjual jamu. Lili menceritakan apa yang dialaminya dan meminta kalau-kalau Mr Huang dapat memberinya sejumlah racun supaya semua kesulitannya selesai.
Mr Huang berpikir sejenak dan tersenyum dan akhirnya berkata, Lili, saya akan menolong, tapi kamu harus mendengarkan dan melakukan semua yang saya minta.
Lili menjawab,”Baik, saya akan melakukan apa saja yang anda minta.” Mr Huang masuk kedalam ruangan dan kembali beberapa menit kemudian dengan sekantong jamu.
Dia memberitahu Lili, “Kamu tidak boleh menggunakan racun yang bereaksi cepat untuk menyingkirkan ibu mertuamu, karena nanti orang-orang akan curiga. Karena itu saya memberimu sejumlah jamu yang secara perlahan akan meracuni tubuh ibu mertuamu. Setiap hari masakkan daging babi atau ayam dan kemudian campurkan sedikit jamu ini. Nah, untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mencurigaimu pada waktu ia meninggal, kamu harus berhati-hati dan bertindak dangan sangat baik dan bersahabat. Jangan berdebat dengannya, taati dia, dan perlakukan dia seperti seorang ratu.”
Lili sangat senang. Dia kembali ke rumah dan memulai rencana pembunuhan terhadap ibu mertua.
Minggu demi minggu berlalu, setiap hari Lili melayani ibu mertua dengan masakan yang dibuat secara khusus. Lili ingat apa yang dikatakan Mr Huang tentang menghindari kecurigaan, jadi Lili mengendalikan emosinya, mentaati ibu mertua, memperlakukan ibu mertuanya seperti ibunya sendiri dengan sangat baik dan bersahabat.
Setelah enam bulan, seluruh rumah berubah. Lili telah belajar mengendalikan emosinya begitu rupa sehingga hampir-hampir ia tidak pernah meledak dalam amarah atau kekecewaan. Dia tidak berdebat sekalipun dengan ibu mertuanya yang sekarang kelihatan jauh lebih baik dan mudah ditemani.
Sikap ibu mertua terhadap Lili pun berubah, dia mulai menyayangi Lili seperti anaknya sendiri. Dia terus memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa Lili adalah menantu terbaik yang pernah ditemuinya. Lili dan ibu mertuanya sekarang berlaku seperti ibu dan anak sungguhan. Suami Lili sangat senang melihat apa yang telah terjadi.
Satu hari, Lili datang menemui Mr. Huang dan minta pertolongan lagi. Dia berkata, “Mr Huang, tolonglah saya untuk mencegah racun itu membunuh ibu mertua saya. Dia telah berubah menjadi wanita yang sangat baik dan saya mengasihinya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak ingin dia mati karena racun yang saya berikan.”
Mr. Huang tersenyum dan mengangkat kepalanya. “Lili, kamu tidak usah khawatir. Saya tidak pernah memberimu racun. Jamu yang saya berikan dulu adalah vitamin untuk meningkatkan kesehatannya. Satu-satunya racun yang pernah ada ialah di dalam pikiran dan sikapmu terhadapnya, tapi semua sudah lenyap oleh kasih yang engkau berikan padanya.”
Teman-teman, pernahkah engkau menyadari bahwa sebagaimana perlakukanmu terhadap orang lain akan sama dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap kita ?