Sabtu, 06 September 2014

REALITAS DAN HARAPAN



REALITAS DAN HARAPAN KEPADA-MU IBU PERTIWI ABENONG APLIM APOM
Ketika perkembangan pengaruh IPTEK “masuknya budaya luar di tanah Papua dan Pegunungan Bintang khususnya, hendak menikam hati manusia yang penuh dengan kejeniusan, kepolosan berpikir, kesejahteraan hidup alamiah, kenormalan fisik alamiah itu sedang mengalami kemunduran. Semakin hilang-hilang dan akan punah. Kehidupan manusia Apyim Apom merupakan sebuah misteri dan sangat perlu pengkajian secara mendalam dan oleh manusia Apyim Apom. Tetapi manusia Apyim Apom harus mengakui dengan sadar atas apa saja yang dialami dan diperbuatnya saat ini? Sebagian besar manusia hedonis di planet bumi ini dengan seenaknya merampas, mengambil dan akan membawa pergi sejumlah sumber daya dengan sejuta tipumuslihatnya. Rakyatku masih hidup di bawah garis ketertinggalan dari pendidikan, ekonomi, social, politik, HAM, dan bidang lainnya. Yang lebih memprihatinkan akhir-akhir ini adalah degradasi nilai-nilai culture, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, penghargaan terhadap sesama dalam pekerjaan/jabatan tertentu dengan bukti  konkrit adalah bongkar pasangnya barisan DPR yang notabene wakil rakyat. Fenomena ini bisa dikatakan sebagai representasi dari sejumlah masalah pribadi dan kelompok yang dimungkinkan kemudian memporak porandakan tatanan hidup manusia masyarakat Apyim Apom. Fenomena yang terjadi saat ini juga akan membawa dampak bagi generasi muda sekarang dalam menentukan arah pembangunan untuk 10-20 tahun mendatang. Sangat jelas bahwa para pejabat pemerintahan kita ini sudah mengalami inkonsistensi dalam praktek jabatan negara. Hal ini juga dialami daerah-daerah lain di seluruh tanah Papua. Kalau begitu apa bentuk kepedulian generasi muda Apyim Apom terhadap keadaan ini?. Kabupaten Pegunungan Bintang memang menawarkan sejuta harapan demi perwujudan pembangunan yang sehat dan dinamis. Kabupaten ini hadir untuk melakukan kegiatan pemerdekaan demi pembebasan manusia dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik sesuai kebutuhan daerah sebagaimana daerah lain di Indonesia dan dunia. Tetapi kenyataan dilapangan berkata lain. Setiap orang mengatakan “ingin menjadi tuan di atas tanah sendiri” tetapi perkataan itu belum diwujudkan dalam perbuatannya. Cara-cara seperti inilah yang turut menentukan ketidaksinergisan hubungan kerja sama antarsesama, antar keluarga, antar suku, bahkan terjadi misscomunication and missunderstanding antar orang-orang di lembaga pemerintahan. Setiap orang terus berbuat apa saja sesuka hatinya tanpa memikirkan keselematan akan diri, keluarga, sesama (menerima wujud kutukan dari Tuhan). Manusia masyarakat awam, anak-anak, pemuda, dan para intelek Pegunungan Bintang sepertinya sedang mengalami kelumpuhan total tanpa sadar diri. Bukti-bukti konkrit yang kita bisa saksikan sendiri di lapangan seperti perebutan partai-partai politik dan lokasi-lokasi pencari suara secara tidak demokratis, pembuatan perjanjian kerjasama dengan lembaga-lembaga tertentu dengan setengah hati sehingga dipertanyakan oleh pengelola lembaga terkait. Keberadaan/kehadiran para pemimpin daerah di Oksibil sangat jarang dan menghabiskan waktu di kota dengan berbagai alasan yang kemudian menjadi bahan cerita masyarakat awam, dan setumpuk masalah lainnya. Lalu, muncul pertanyaan mendasar, mengapa manusia Apyim Apom berperilaku demikian? Siapa yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini? Apakah ada jalan yang bisa mempersatukan semua komponen masyarakat ini? Tanpa kita sadari, kondisi ini dapat membutakan matahati kita, kemurnian berpikir kita, kesejahteraan hidup alamiah kita, yang merupakan pembunuhan karakter manusia Apyim Apom yang selalu mengagung-agungkan kemana-mana oleh para elit politik daerah selama ini.  Di Apyim Apom tersedia sejumlah kekayaan alam yang melimpah, diantaranya bahan mineral, hasil hutan, dan potensi manusia yang belum tergali secara baik lewat pendidikan yang memanusiakan. Sementara orang-orang dari berbagai belahan dunia sedang menyusun strategi untuk mencari nafkah di tempat ini. Pemerintah Indonesia turut mendorong hal ini dengan pemberian sebuah kabupaten otonomi khusus sebagai ajang bisnis Nasional dan Internasional. Mengapa? Satu hal yang harus diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat bahwa Pegunungan Bintang merupakan salah satu kabupaten yang ditargetkan untuk membangun pusat-pusat pengembangan ekonomi dan perdagangan untuk Asia Pasifik. Pusat pengembangan perekonomian dan perdagangan tersebut adalah distrik Teiraplu-Bias-Mot-Batom-Okyop-Warasamol-Yapsi-Tumorbil-Sundown province-Okbontenam-Kawor-Arimtap-Iwur-Okbape-Siradala dijadikan jalur perdagangan Internasional yang mempunyai dampak paling besar bagi tatanan hidup manusia masyarakat Apyim Apom. Proyek terbesar ialah pembukaan tambang emas di Bonai/Denom Patik dan Minyak bumi di Siradala. Perkembangan isue-isue seperti ini saya yakin sebagian besar pejabat dan masyarakat kita belum memahami dan menyadari sampai tingkat ini sehingga penting dibicarakan melalui kegiatan-kegiatan ilmiah dan forum resmi menghasilkan sebuah kesepakatan.
 Manusia dan realitas budaya Apyim Apom saat ini semakin terabaikan dan lebih mengiakan orang luar dan mengagungkan budaya modern yang sebetulnya turut mematikan potensi alamiah yang ada. Maka diharapkan generasi muda harus membaca dan memahami situasi ini dengan seksama dan melakukan tindakan-tindakan konkrit yang memihak, seperti kreative dalam mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah. Tetapi kenyataan berkata lain. Generasi muda saat ini juga berkembang dengan egonya seperti tidak perduli dengan budayanya sebagai pijakan dalam mengembangkan seluruh kemampuannya dan untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia Apyim Apom sejati. Penemuan jati diri seseorang tidak lain adalah lewat BELAJAR bersama siapa, dimana, kapan saja, dan dengan sumber yang tepat.  Berbicara tentang jati diri berarti berbicara tentang adat-istiadat dan budaya sebagai satu kesatuan yang kemudian membentuk kepribadian setiap orang. Orang yang memahami nilai-nilai adat dan budayanya, ia dapat mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya secara baik di dalam kehidupan sehari-hari. Semestinya setiap orang menyadari sungguh bahwa adat-budaya merupakan dasar pengakuan dan pengaktualisasian diri manusia sebagai pribadi yang sungguh unik. Ketika seorang manusia berbicara atas alanya (adatnya) sendiri, maka nilai-nilai kemanusiaan pun tumbuh dan dirasakan oleh sesamanya. Oleh sebab itu, generasi muda harus belajar banyak tentang adat-budaya kita. Misalnya bahasa daerah Ngaum, Ketengban, Morob, Kabom, Lepki, Kimki, Una. Berdasarkan kondisi ini, yang perlu dilakukan manusia masyarakat Pegunungan Bintang adalah menyelenggarakan pendidikan kontektual atau pendidikan hadap masalah dari pendidikan informal, nonformal, dan formal secara kontinyu pada lintas generasi. Menurut hemat saya, yang harus mendaptkan perhatian serius adalah pendidikan informal yaitu lingkungan keluarga. Pendidikan adalah jalan pembebasan manusia Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Untuk itu, pendidikan dipahami sebagai tolok ukur perwujudan seluruh aspek kehidupan manusia. Pendidikan terus dilaksanakan secara kontinyu bagi lintas generasi di negeri ini. Menurut Paulo Freire (2002:12-23), pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai kepada ketertinggalan. Oleh karena manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus menjadikan alat pembebesan untuk mengantarkan manusia menjadi makhluk yang bermartabat.   
Pembicaraan tentang kebebasan menjadi tidak relevan apabila tidak ada korelasinya dengan kehidupan bersama. Mangunwijaya (1994:113) mengatakan semua negara yang beradab dan demokratis mengakui hak primer pendidikan. Maka pendidikan sebagai hak primer harus menjadi proses dialektis antarmanusia, karena sejak lahir manusia sudah diberikan bekal pendidikan oleh orang tua di rumah kemudian mendapat pendidikan dalam lingkungan sekolah dan akhirnya manusia menemukan pendidikan dari proses interaksi sosial dengan lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam proses ini sebagai suatu pembentukan kepribadian dan pengembangan seseorang sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan makhluk keagamaan. Pendidikan pada tataran ini harus mampu menyadarkan dan mempengaruhi masyarakat agar pendidikan sebagai salah satu pelaksana misi masyarakat, maka sejumlah perangkatnya diperuntukkan sesuai dengan kebutuhkkan masyarakat.
Sistem pendidikan biasanya dibentuk sesuai dengan pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan. Apabila pandangan hidup suatu masyarakat terbuka maka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman dan dalam sistem pendidikan akan banyak memberikan kesempatan kepada generasi baru untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah. Bagi sebagian negara berkembang kadang kala ada yang menjauhi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dalam sistem pendidikan karena teknologi masih dianggap dapat merusak tatanan tradisional yang telah ada atau mereka lebih memilih sistem pendidikan yang dualistik yaitu di satu sisi  pendidikan diarahkan kepada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna memajukan kesejahteraan masyarakat, disisi lain mereka menolak ilmu pengetahuan dan tekonologi modern. Menurut Bastian (2002:13-18), dengan adanya dualisme sistem pendidikan nasional seperti ini, persatuan dan kesatuan nasional bangsa menjadi rawan serta tidak mendukung bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional secara utuh. Oleh karena itu, peningkatan kualitas seluruh masyarakat dalam suatu negara harus menjadi prioritas utama agar tercapai cita-cita meskipun belakangan ini banyak problem yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia yaitu rendahnya mutu dan buruknya menejemen pendidikan.  
Freire mengatakan konsep pendidikan harus terbuka pada pengenalan realitas diri, praktik pendidikan harus mengimplikasikan konsep tentang manusia dan dunianya agar mansuia menjadi subjek dari dirinya sendiri (Paulo Freire, 2002:82). Pendidikan hadap masalah (problem posing of education) yaitu mendorong dialog antara guru dengan murid, suatu proses pendidikan yang mampu mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menentang staus quo. Pendidikan demikian  berupaya mengintegrasikan realitas sosial ke dalam pendidikan agar pendidikan mampu melakukan perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat dan masyarakat yang berpendidikan tidak gampang tersingkir dari akar budaya masyarakatnya sendiri maupun pengaruh budaya yang datang dari  luar. Pendidikan seperti ini  tidak sungguh-sungguh dilakukan di Indonesia, justru yang terjadi adalah pendidikan bersifat otoriter. Tugas utama pendidikan semestinya adalah berupaya melakukan refleksi kritis terhadap sistem yang tengah berlaku dalam masyarakat, serta menentang sistem tersebut untuk memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Freire dan Mangunwijaya mencita-citakan agar pendidikan menjadi alat pembebasan bagi semua masyarakat karena menurut mereka pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis terhadap transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil, maka kehadiran konsep pendidikan hadap maslaah Freire dan Mangunwijaya dalam dunia pendidikan diharapakan dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu transfer pengetahuan dari semua bentuk kejadian di dunia dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup lain, dan nantinya akan mempengaruhi proses kehidupan makhluk hidup tersebut. Pendidikan adalah kebutuhan dasar (basic need) hidup manusia. Pendidikan juga merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia. Pendidikan bertujuan memberikan kemerdekaan kepada manusia dalam mempertahankan hidupnya. Pendidikan dalam tataran demikian berusaha untuk membentuk sosok manusia yang memberikan kontribusi bagi manusia menuju tercapainya hakikat kehidupannya, sesuai dengan tranfer pengetahuan yang dialaminya. Pendidikan semestinya harus bebas dari pembengkoka, penenggelaman fakta secara sengaja karena seluruh pendidikan memuat sejumlah besar “penanaman”  arah kesadaran manusia. Pendidikan dalam situasi demikian harus mampu mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan serta ketrampilan dari satu generasi ke generasi selanjutnya sebagai bagian dari hasil suatu perubahan dalam dunia pendidikan. Perubahan yang terjadi sekurang-kurangnya harus dapat membantu manusia menjadi manusia yang mandiri (Drost, 1998:74). Karena kualitas kemandirian adalah ciri yang diperlukan manusia sebagai syarat penting dalam menanamkan kemampuan berpikir dan berkepribadian (Salim, 1991:33-34). Pendidikan bagi manusia adalah proses seumur hidup dan diwujudkan atas dasar tujuan yang luas. Menurut Driyarkara, untuk membentuk generasi muda, sentuhan dari orang tua sangat diperlukan karena orang tualah yang mempunyai tanggung jawab mendidik anaknnya agar berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh. Pendidikan ini harus dilakukan dengan cinta kasih. Penyelenggaraan pendidikan di Pegunungan Bintang harus kontektual dan yang membebaskan manusia  dari ketidaktahuan akan dirinya dan lingkungannya. Mendidik-membimbing setiap orang memahami dimensi-dimensi kemanusiaannya antara lain keindividualan (individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas), keberagamaan (religiusitas). Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia disuatu segi dan di segi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan untuk mencapai manusia seutuhnya. Untuk menuju pada manusia utuh tentunya membutuhkan waktu atau proses yang panjang di dalam lingkungan dan bersama manusia dewasa yang sudah memiliki keempat dimensi manusia tersebut. Proses itu adalah pendidikan seumur hidup “Long life education”. Pendidikan bagi mansuia Apyim Apom adalah jalan yang tepat dan pasti sudah, sedang, dan akan membebaskan setiap individu dari ketidaktahuannya untuk berkembang secara utuh. Menurut Prof. Prayitno, manusia seutuhnya adalah manusia yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada pada dirinya (dimensi keindividualan), seiring dengan pengembangan suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan) sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku (dimensi kesusilaan) dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas segenap aspek kehidupannya di dunia terhadap kehidupan di akhirat  (dimensi keagamaan). Sangat perlu dipahami dan disadari bahwa setiap manusia mempunyai keinginan, cita-cita, impian yang besar dalam mengembangkan seluruh potensi (kemampuan) yang dimiliki secara utuh, tetapi belum bisa diwujudkan dengan baik dalam waktu yang ditargetkan. Mengapa? Ada sejumlah kemungkinan yang menjadikan faktor penyebabnya  yaitu (1) faktor internal adalah pengetahuan seseorang terhadap diri sendiri dan lingkungan karena belum berpendidikan secara baik walau sarjana sekalipun atau tidak pernah menempuh pendidikan informal sama sekali; (2) faktor eksternal yaitu semua aktivitas yang terjadi dalam lingkungan hidup seseorang membuat seluruh potensi diri manusia itu tidak berkembang secara optimal dan utuh. Contohnya adalah sistem dan pola pendidikan sekolah tertentu yang tidak mampu memerdekakan seorang individu yang sedang berkembang dalam berbagai aspek dirinya. Walau bagaimana pun juga seluruh kemampuan manusia individu berkembang secara utuh apabila mendapatkan pendidikan yang benar dan bertanggung jawab demi pembebasan.
Jika berbagai faktor penghambat ini tidak dibenahi secara menyeluruh melalui penyelenggaraan pendidikan formal yang benar, seperti pendidikan sekolah berpola asrama atau sejenisnya maka perkembangan keutuhan potensi diri manusia itu menjadi stagnan. Lalu yang muncul kemudian adalah manusia-manusia karbitan yang tidak mampu memanusiakan manusia insani secara terus meneruas. Maka bagi kita, manusia Apyim Apom Papua sangat perlu mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar atau kegiatan serupa lainnya untuk memperjelas pola pandang dan mempertajam potensi diri masing-masing dan mengajak sesama manusia Papua melakukan kegiatan pembebasan menyeluruh secara bertahap. Perlu kita sadari bahwa untuk melakukan suatu perubahan dalam situasi apa pun diperlukan pendidikan yang benar dan membutuhkan proses , maka harus menanggung resiko juga mencucurkan air mata dan keringat.
Manusia memanusiakan manusia adalah prinsip dasar penerapan ilmu bimbingan yang sudah dimiliki oleh nenek moyang manusia Apyim Apom yang belum dilihat secara baik oleh generasi sekarang karena model pembelajaran yang terjadi sampai sekarang. Wujud ilmu bimbingan seperti filsafat hidup nenek moyang orang Apyim Apom yang belum tentu dimiliki generasai sekarang. Contoh kongkritnya ialah (1) pendidikan inisiasi-pendidikan penanaman nilai-nilai hidup manusia; (2) cara berpikir dan bersikap dalam situasi tertentu; (3) bagaimana bersikap terhadap orang lain; (4) cara membuat sebuah rumah yang benar; (5) cara membuat pagar kebun secara benar; (6) cara melahirkan anak secara benar; (7) cara perkawinan yang benar; (8) mendidik anak secara benar; dan sebagainya. Konteks pendidikan seperti ini sudah tentu masuk dalam kajian ilmu bimbingan atau psikologi pendidikan. Nah, bagaimana dengan kehidupan manusia sekarang? Manusia Papua dan khususnya Apyim Apom saat ini mengalami degradasi nilai-nilai culture sebagai landasan hidupnya karena belum sepenuhnya mendapatkan bimbingan. Bukti konkrit yaitu sebagian besar anak yang lahir dan dibesarkan di kota atau daerah lain tidak memiliki budaya orang tuanya dan  menganggap budaya orang lain lebih baik, misalnya merasa jijik bila mengunakan pakaian tradisional dan sikap-sikap apatis lainnya yang tidak mencerminkan sebagai manusia Papua APLIM APOM.  Sejumlah sikap dan pandangan di atas disebabkan karena: (1) sebagian besar orang tua tidak mendapatkan pendidikan formal secara baik dan benar; (2) para orang tua membimbing anak tidak sesuai dengan budayanya atau mendidik ala Apyim Apom dengan menganggap budaya luar lebih baik adanya; (3) mangajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Pola pandang seperti ini sudah sangat keliru sehingga perlu mengadakan kajian-kajian khusus secara ilmiah dan membimbing setiap orang untuk mengembalikan identitas dirinya dan begitu pula bagi semua suku bangsa yang ada di seluruh Papua seperti beberapa tulisan oleh generasi potensial manusia MEE Papua, contoh tulisan Titus Chris Pekei tentang MANUSIA MEE. Buku ini sebetulnya sebagai inspirasi bagi generasi muda Papua.     
Berbicara tentang pendidikan Pegunungan Bintang tentu adalah tanggung jawab pemerintah dengan “hanya satu cara” membantu membebaskan masyarakatnya yaitu mengalokasikan dana sesuai kebutuhan pendidikan. Diperkirakan 15-20 Milyar per-tahun. Untuk apa dana sebesar itu? 
1.    Menyiapkan lokasi penempatan sekolah: SD, SMP, SMK/SMA sesuai dengan kondisi potensi wilayah dan aksesibilitasnya. Membangun sekolah-sekolah berbasis lokalitas. Artinya menyelenggarakan pendidikan yang kontektual, mendidik manusia muda berdasarkan apa yang ada dilingkungannya, praktek pendidikan modern berbasis budaya Apyim Apom. Pendidikan sekolah-sekolah tersebut harus dijadikan pendidikan berpola asrama dan inilah ciri khas pendidikan nenek moyang manusia Apyim Apom. Sekolah-sekolah tersebut diantaranya adalah SMK Swasta distrik Batom, satu SMA/SMK Negeri dan satu SMA swasta di Oksibil, satu SMA swasta di distrik Teiraplu, satu SMA Swasta di distrik Eipumek, satu SMK Pertanian di distrik Iwur. Seminari tingkat Dasar dan Menengah di Distrik Okyip-Okaom/Warasamol. Semua sekolah yang ada harus dibangun sesuai dengan kondisi potensi wilayah dan prospek lapangan kerja, sesuai dengan kebutuhan daerah. Selanjutnya SMP di setiap distrik cukup satu dan SD maksimal 4 dengan pembagian tiga SD 3 kelas dan satu SD 6 kelas. Untuk SD yang 6 kelas  harus berpolakan asrama. Hal ini dimaksudkan perampingan, efektivitas dan efisiensi alokasi dana pendidikan.
2.    Darimana dana pendidikan didapatkan? Dana APBDN dan APBN. Selanjutnya, untuk siapa tambang emas dan minyak bumi di Apyim Apom itu akan dioperasikan? Diharapkan hasil tambang sekitar 10% khusus pengembangan pendidikan formal dari tingkat basic sampai tingkat perguruan tinggi dan pembangunan sekolah-sekolah bertaraf Internasioanl. Langkah seperti ini dilakukan dari tahun sekarang, saya yakin anak-anak dari generasi kita pasti akan bersekolah di luar negeri. Kita bisa menduga setelah 15 tahun dari sekarang orang Apyim Apom-Lim Dam mampu membawa perubahan di tanah Papua apabila pemerintah daerah mau mengambil kebijakan secara serius. Mengapa? Karena  sudah ada otonomi khusus. Secara umum bahwa kelemahan mendasar negara ini adalah penerapan sistem pendidikan nasional membuat setiap suku bangsa di nusantara ini tidak bebas menyelenggarakan pendidikan hadap masalah model Paulo Freire di Brazil dan Mangunwijaya di Jawa (untuk kalangan khusus). Perlu pahami baik bahwa sistem pendidikan Indonesia adalah hasil adopsi Amerika, Belanda, dan Jepang yang justru otoriter-sistem pendidikan mendikte. Akibatnya di seluruh nusantara ini dan khusus tanah Papua tidak dibangun sekolah sesuai budaya-karakteristik manusia suku-suku yang ada. Para pemimpin daerah dari tahun ke tahun sampai saat ini pun masih membeo pada sistem pendidikan yang kaku dan yang mematikan jiwa-jiwa manusia itu.
3.    Mengadakan Asrama putra dan putri yang bertanggung jawab di beberapa kota studi sebagai basis pembelajaran generasi muda Apyim Apom. Berdasarkan pengamatan saya selama 6 tahun di tanah jawa bahwa sejumlah asrama mahasiswa yang diadakan pemerintah daerah Papua rata-rata tidak melalui cara yang benar, lalau  masyarakat setempat tidak menerima dengan baik apabila ada pengadaan asrama orang Papua di lingkungannya misalnya di Yogyakarta. Asrama tersebut harus menyiapkan tenaga pembina sekaligus oleh pemerintah daerah, karena mahasiswa adalah aset daerah yang harus dibina secara kontinyu. Kiranya langkah-langkah semacam ini perlu dilakukan oleh pemerintah daerah Pegunungan Bintang. Dengan maksud mahasiswa tetap terjamin dari sisi keamanan, ekonomi atau masalah-masalah hidup praktis lainnya. Pikiran seperti ini merupakan salah tugas mahasiswa yang perlu disampaikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Mahasiswa semestinya mengamati situasi kota dimana dia berada dan memberikan informasi baru kepada pemerintah daerah melalui instansi yang ada. Supaya mampu melihat secara objektif dan mempunyai rencana kerja secara kontinyu. Kenyataan bahwa pemerintah daerah selama ini tidak pernah meminta informasi, permintaan semacam ini kepada mahasiswa dengan alasan tidak logis hanya untuk menghabiskan waktu, uang dan lainnya. Misalnya informasi kelanjutan pendidikan bagi putra daerah yang berprestasi di kota studi tertentu, cukup pemerintah daerah memberikan tanggung jawab kepada wadah mahasiswa yang ada.
4.    Memfasilitasi mahasiswa Apyim Apom-Lim Dam Se-Indonesia untuk berbicara, merumuskan filosofi manusia, identitas diri, memperjelas integritas dan arah mahasiswa yaitu menyepakati nama, logo, cap, bendera kebesaran/panji, AD/ART organisasi dan lain-lain untuk generasi mendatang melalui Mubes atau Konggres I di Jayapura. Hasil perumusan itu disahkan oleh pemimpin pemerintah daerah dan diberlakukan atribut organisasi yang satu dan sama di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Sejauh pengamatan saya bahwa terobosan seperti ini belum pernah dibuat oleh berbagai perkumpulan mahasiswa dari berbagai kabupaten bahkan provinsi di Indonesia sehingga saya tergerak hati untuk menuliskan ini. Saya harus bertnya. Beranikah mahasiswa Pegunungan Bintang baru melangkah satu langkah tetapi sekaligus membuat sejarah baru di Republik ini?
5.    Membenahi Asrama putera dan putri dan mengadakan beberapa fasilitas penunjang belajar untuk pelajar dan mahasiswa masyarakat Pegunungan Bintang di Jayapura, diantaranya mengadakan dua buah bus untuk mempermudah aktivitas para pelajar mahasiswa khususnya. Yang berikut mengadakan 4 buah kendaraan umum untuk mempermudah menanggulangi biaya studi dan biaya hidup pelajar mahasiswa di Jayapura dari hasil penarikan setiap hari dan dari hasil ini bisa diberikan perorang dalam bentuk beasiswa. Hemat saya, langkah ini sangat membantu pemerintah daerah dan orangtua anak sehingga tidak harus mengeluarkan dana pada tahun anggaran selanjutnya untuk kota studi Jayapura maupun kota studi lain. Asalkan ada peraturan pemerintah daerah yang tegas dan bertanggung jawab. Saya yakin terobosan ini dilakukan dari tahun ini maka sudah mulai mengurangi beban biaya studi untuk jangka waktu 10 tahun mendatang. Sehingga dalam jangka waktu 10 tahun dana terbesar dialokasikan untuk pembangungan infrasturktur, kesehatan, ekonomi, social-budaya dan memperhatikan kesejahteraan hidup para pegawai. Ini bisa terwujud dalam 8-10 tahun dari sekarang, apabila pejabat Pegunungan Bintang berada di satu barisan.
6.    Mengadakan kerja sama (MoU) dengan beberapa PT di Indonesia dan dengan fakultas tertentu sesuai kebutuhkan daerah terkeculai Universitas Sanata Dharma. Misalanya Universitas Atma Jaya, UNY dan UGM Yogyakarta, Atma Jaya Jakarta, Atma Jaya Ujung Pandang, Unika Sugidjapranoto Semarang, Universitas Parahiyangan dan UPI Bandung, Unika Surabaya, Unika Malang, Universitas Trisakti, Universitas Indonesia, Taruma Negara dan dua sekolah tinggi Penerbangan Jakarta, ITB, ITS, Universita Hangtua, Universitas Erlangga Surabaya dan lainnya.
7.    Mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi yang konsentrasinya bidang pada keguruan/dosen.  Mengapa? Guru dosen adalah unsur pokok kemajuan suatu wilayah bahkan negara. Guru merupakan tolok ukur kesiapan Sumber Daya Manusia. Fakta penelitian UNESCO-PBB menunjukkan bahwa kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia mendapat urutan paling terakhir dari 200 negara di dunia (kompas,2003), karena kurang adanya keseriusan pemerintah terhadap guru/dosen. Nah, pemerintah Pegunungan Bintang bercermin pada keadaan ini secara jelih. Saya mempunyai harapan bahwa 15-20 tahun dari sekarang di kabupaten Pegunungan Bintang harus ada sekolah-sekolah berprestasi yang menopang pendirian Universitas yang bisa dijadikan Universitas ternama di Indonesia bahkan dunia. Tanpa kompromi pemerintah harus melihat pendidikan sebagai jalan pembebasan mansuia Apyim Apom. Apyim Apom perlu belajar dari pengalaman Jepang setelah di bom atom oleh Amerika Serikat. Ketika (1945), perdana menteri Hiro Hito sempat tiarap di bawah golong rumahnya dan kemudian mengumpulkan sisa-sisa penduduk lalu bertanya, Berapa guru yang masih hidup? Hiro Hito adalah salah satu pemimpin sejati yang memahami makna manusia yang sesungguhnya, maka dalam kondisi yang tidak bisa berkata-kata itu, dia berani berdiri di atas tulang belulang dan menyerukan “Sinarilah Ngereriku Sang Matahari karena Aku mau mencari kekayaanku yang hilang”. Kemudian dia melakukan kebijakan-kebiajakan. Kebijakan pertama adalah mengeluarkan undang-undang guru yang tegas, bertanggung jawab dan menitipkan anak bangsa di berbagai negara maju sesuai kebutuhan negaranya, beberapa tahun kemudian pelonjakkan SDM negara Jepang mendapat urutan kedua di dunia.
8.    Menitipkan siswa-siswa berprestasi dari tingkat SD, SMP, SMU di sekolah-sekolah berpola Asrama yang berhasil baik di Indonesia. Misalnya, Debrito, Stella Duce 1 dan 2, Santa Maria, sekolah-sekolah Kanisius, Seminari Mertoyudan di Yogykarta, Seminari  Mata loco, Seminari Labuan Bajo, Semianri Kisol dan Letapiret di daratan flores), seminari Gonzaga, SMA St Ursula, SMU St Lucia Jakarta, SMA St. Agustinus Sorong, SMU Lecoq,d Armanville Nabire dan SMU Teruna Bakti Waena. Saya yakin sekolah-sekolah ini lambat laun akan menyiapkan orang yang kita harapkan yaitu orang yang memiliki hati, kritis dan mampu beradaptasi serta bersaing secara sehat dengan orang lain di masa Global. Tentu harus bekerja sama dengan lembaga swasta yang ada di daerah, Protestan dan Katolik.
9.    Semua hal menyangkut pendidikan maupun bidang lain akan berjalan-terwujud apabila Eksekutif dan Legislatif membuat peraturan daerah secara benar-jelas dan bertanggung jawab. Unsur yang mungkin menjadi kelemahan mendsar para pengambil kebijakan adalah kurang nampaknya sikap keterbukaan, kejujuran, dan kedisiplinan dalam kerja. Fenomena ini sudah sangat nampak dari keberadaan para pejabat saat ini. Perlu disadari bahwa manusia yang memahami dirinya tentu berani membangun kekuatan dan menghancurkan segala yang tidak jelas ketika itu juga sekalipun jumlahnya sedikit. Bagimu…ibu pertiwi kaum intelek Pegunungan Bintang Papua bangunlah persaudaraan sejati sejak dini yang pernah dibangun nenek moyang kita. Menjadikan satu persepi menyelamatkan semua aset yang tersimpan di alam Apyim Apom sebelum generasiku mati. Wujudkankanlah filosofi manusia Apyim Apom lewat basic pendidikan formal yang benar dan bertangung  jawab. Sumber daya manusia yang belum tergali adalah aset dan harus terus digali lewat pendidikan yang sungguh-sungguh membebaskan seorang individu. Kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas baik dapat mengunakan sumber daya alam secara baik sesuai kebutuhannya. Pendidikan model Swasta-Jaman Belanda cocok untuk mengangkat harkat dan martabat mansuia. Pendidikan adalah alat pembebasan dari berbagai ketertinggalan. Pendidikan ada untuk menemukan ala setiap manusia yang belum tergali secara sadar. Pendidikan menjadikan manusia unggul (magis) dalam setiap aspek dirinya untuk membangun kehidupan. Maka rekomendasi konkrtit dari tulisan ini adalah:
1.    Hubungan (komunikasi) antar para pejabat Eksekutif dan Legislatif, lembaga swasta dengan berbagai elemen masyrakat di seluruh Indonesia sangat amat penting dibangun kembali. Pembuatan PERDA yang benar-benar memperhatikan kearifan lokal, termasuk pendidikan formal berpola asrama adalah satu hal yang penting dan mendesak. Dana dapat dianggarkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan melalui dinas terkait dengan pengawasan dan evaluasi terkontrol harus dilakukan secara kontinyu. Pendanaan seperti ini harus ditetapkan dari APBD yang transparan dalam menyalurkan adalah yang penting dalam kelancarannya.
2.    Kabupaten Ayim Apom (otonomi khusus) menawarkan sejuta harapan membangun segala aspek pembangunan. Salah satunya adalah pendidikan, maka pemerintah harus membangun pendidikan formal yang bisa menyelamatkan semua potensi yang ada dan harus menghindari model pendidikan yang menghasilkan kelompok manusia yang bisa menggadaikan potensi manusia dan alam Apyim Apom. Pemerintah mesti membangun-membenahi lebih dahulu sekolah-sekolah perintis sebagai peletak dasar manusia Pegunungan Bintang. Persentase dana pendidikan per-tahun harus diikat dengan PERDA yang dapat dikontrol dan evalusi secara serius. Selanjutnya harus ada peraturan daerah khusus bagi guru dan dosen yang bertugas di kabupaten Pegunungan Bintang, yang merupakan tolok ukur kesiapan sumber daya manusia berkualitas baik mewujudkan aspek pembangunan lainnya. Pemerintah  segera tinjau kembali dan pertanyakan praktek pendidikan part time (setengah hati) yang tentu menghabiskan jutaan rupiah, yang kemudian bisa memperparah proses pembangunan SDM Pegunungan Bintang. Bagi para pegawai negeri sipil, perlu menyediakan dana khusus untuk menempuh pendidikan di Universitas tertentu sesuai dengan ketentuan akademik, supaya menjadi profeional dalam bidangnya. Selanjutnya perampingan sekolah-sekolah sebagai basis pengembangan pendidikan berprestasi adalah sangat penting.
3.    Mengadakan kerja sama (MoU) dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan fakultas tertentu sesuai kebutuhan daerah adalah sangat penting. Perlu adanya praktek pendidikan kontektual ”Pendidikan Hadap Masalah-Paulo Freire & Mangunwijaya)”. Selanjutnya menitipkan siswa/i di sekolah-sekolah berpola asrama di Indonesia adalah sangat penting. Membangun dan membenahi asrama putra dan putri di berbagai kota studi di Indonesia sebagai basis pembelajaran dengan tim pembina menetap dari pemerintah daerah (PNS). Selanjutnya  memfasilitasi mahasiswa Apyim Apom-Lim Dam Se-Indonesia berbicara, merumuskan filosofi manusia muda, identitas diri, memperjelas integritas dan arah mahasiswa yakni menyepakati nama, logo, cap, bendera kebesaran/panji, AD/ART organisasi lewat Konggres I di Jayapura. Hasil perumusan disahkan pemerintah kabupaten dan diberlakukan hanya satu dan yang sama di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Beranikah mahasiswa Pegunungan Bintang baru melangkah satu langkah tetapi sekaligus membuat sejarah baru di Republik ini?
Semoga saja para generasi muda terus berjuang dan menyuarakan kepada para pengemban pembangunan di negeri-ku untuk menjadikan pertanyaan Hiro Hito sebagai inspirasi saat ini. Ketika negerinya (Hirosima dan Nagasaki) di Bom Atom, lalu tidak berdaya tetapi kemudian bangkit dan menyerukan kepada sisa penduduknya. Ia mengajukan hanya satu pertanyaan: BERAPA GURU YANG MASIH HIDUP? Mari kita baca betapa keberhasilan negeri berjulukan matahari terbit saat ini. Pernyataan Diskusi      . Guru beralih profesi, gedung-gedung sekolah tidak tertata, siswa menunggu kedatangan gurunya, jumlah pelajar-mahasiswa-pencaker semakin meningkat dan meningkat pula utang di lembaga-lembaga pendidikan dan institusi lain di negeri ini, para perawat beralih profesi, orang sakit dan yang tidak sehat semkain meningkat, dan seterusnya…Bukankah kondisi ini merupakan representasi ketidaksepahaman-satu pikiran pemimpin daerah mengendalikan proses pembangunan yang sehat dan dinamis? Bukankah ini merupakan sebuah kegagalan pemimpin menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas baik melalui pendidikan?
Refrensi
M. Yunus Firdaus, 2004. Freire Paulo & Mangunwijaya Y.B. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Yogyakata. Logung Pustaka
Pengasuh Majalah Basis, 1980. Diryarkara tentang Pendidikan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Prof. Dr. Prayitno, 1998. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Kerja sama DEPDIKNAS dan Rineka Cipta: Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!