Selasa, 02 September 2014

SERUAN MAHASISWA PEGUNUNGAN BINTANG




Pada bulan mei 2014, 12 mahasiswa kabupaten Pegunungan Bintang dikirim ke Indonesia Australia Language Foundation (IALF) Bali untuk mengikuti kursus bahasa inggris. Pengiriman tersebut disertai dengan kerja sama secara resmi Memorandum Of Understanding (MOU) antara pemerintah Pegunungan Bintang dan organisasi terkait. Naskah MOU tersebut ditanda tangani oleh Kepala Dinas Pendidikan, PJS Bappeda dan disaksikan oleh Wakil Bupati.

Gambar: Kerja sama  MOU bersama AILF Bali dan Pemerintah Pegunungan Bintang

Pada dasarnya Komapo dan Imppetang mengapresiasi setinggi-tingginya atas kebijakan tersebut, karena dengan cara seperti inilah potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dikembangkan dan tingkatkan. Apalagi kerja sama dengan AILF Bali, salah satu lembaga terpercaya yang mempunyai andil yang sangat besar dalam mempersiapkan mahasiswa untuk studi diluar negri, terutama ke Australia. Lembaga tersebut terbukti mempersiapkan orang Papua kuliah di Australia maupun beberapa negara didunia. Akan tetapi, ada beberapa catatan penting yang patut diperhatikan bersama adalah netralitas berpikir dan bertindak sebagai kaum intelektual dan pejabat publik, terutama bagaimana melihat potensi manusia yang ada dibumi Aplim Apom. Kita ketahui bersama bahwa manusia Aplim Apom terdiri dari beberapa suku dan sub-suku yang tersebar di 34 distrik Se-Kabupaten Pegunungan Bintang. Untuk itu, dibutuhkan mati hati untuk melihat manusia Aplim Apom secara utuh dan menyeluruh. Menurut hemat kami, 12 mahasiswa yang kirim ke Bali hanya bersifat kekeluargaan (wilayah tertentu), hal tersebut kami maklumi karena katanya dibiayai keluarga yang sementara ini menduduki jabatan tertentu di Pegunungan Bintang. Walaupun demikian, keterlibatan mereka sebagai pejabat publik yang notabennya orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam pengembangan SDM Pegunungan Bintang sehingga patut dipertanyakan. Selain itu, kebijakan semacam ini justru pengkotak-kotakan sumber daya manusia sehingga berpotensi menimbulkan konflik diantara anak negri Aplim Apom. Jejaring intelektual manusia Aplim Apom yang telah dibangun melalui kebijakan pemerintah daerah dan upaya yang sedang dan akan dibangun Komapo dan Imppetang dalam membangun persatuan dan kesatuan suku bangsa Aplim Apom untuk berdaya saing secara global justru dihancurkan dengan kebijakan seperti ini.  Yang kami curiga adalah para pejabat yang terlibat dalam kebijakan tersebut adalah mereka yang memiliki kewenangan dalam pengembangan SDM, yang juga telah menjajaki Australia, sehingga pastinya mempunyai perencanaan untuk mengirim mahasiswa tersebut ke Australia menggunakan dana pengembangan SDM Pegunungan Bintang tahun 2015. Mengantisipasi pengiriman mahasiswa yang masih kontroversi ini, dengan tegas kami sampaikan bahwa jika dananya murni dari sumbangan keluarga kami bisa maklumi, tetapi  atas nama Pegunungan Bintang menggunakan dana donor dari luar negri, APBN, APBD, Royalti dan OTSUS, maka dengan tegas kami menolak segala bentuk pengatasnamaan orang Pegunungan Bintang. Tuntutan kami adalah agar seleksi secara terbuka dan menyeluruh diseluruh suku dan sub-suku yang tersebar di seluruh distrik Se-kabupaten Pegunungan Bintang dengan mempertimbangkan potensi akademik mahasiswa.
Terkait dengan pengiriman mahasiswa tersebut, perwakilan Komapo bertemu kepala dinas pendidikan pada tanggal 09 agustus 2014 pukul 14.00 di salah satu rumah makan di Sentani. Ketika ditanya pengiriman mahasiswa tersebut pihaknya mengatakan “ saat kami ke Australia otak ini dicuci oleh pengetahuan yang ada disana. Kembali dari Australia saya mengajak beberapa kepala dinas dan badan mencari anak-anak potensial untuk kirim ke IALF Bali menggunakan dana pribadi. Ajakan itu ditanggapi oleh beberapa kepala dinas dan bagian, akhirnya dikirimlah 12 orang. Untuk kedepan, ditahun 2015 akan dianggarkan khusus untuk program ini karena salah satu jalan untuk studi ke Australia melalui lembaga ini", katanya.
Sama halnya dijelaskan pendamping mahasiswa di Bali, ketika Komapo News (media pers mahasiswa) menghubunginya. Menurutnya, “ini benar benar dikirim atas sumbangan uang keluarga. Kebetulan mereka saat ini kerja sebagai kepala dinas pendidikan, kepala dinas kesehatan, dan PJS BAPPEDA. Sedangkan atas nama pemerintah daerah direncanakan di tahun depan (2015) dan seterusnya. Penganggaran untuk membiayai sejumlah generasi muda Pegunungan Bintang melalui kebijakan pemerintah itu akan berjalan atau dilakukan apabila sudah ada perencanaan anggaran yang jelas. Sementara perjanjian kerja sama sudah dilakukan akan tetapi peserta siapa saja yang ingin belajar bahasa inggris akan dilakukan di tahun depan setelah pemda anggarkan dana”, katanya.
Pengiriman mahasiswa tersebut menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan, terutama mendapat sorotan tajam dari mahasiswa Pegunungan Bintang diseluruh Indonesia. Terutama mengenai biaya hidup dan pendidikan di Bali yang cukup mahal membuat mahasiswa tidak sepenuhnya yakin 12 mahasiswa tersebut dibiayai menggunakan dana pribadi. Pembagiaan dana bantuan kepada mahasiswa beberapa bulan yang lalu kepada seluruh mahasiswa Pegunungan Bintang sepenuhnya tidak merata seperti tahun-tahun sebelumnya, hal ini menjadi kecurigaan kami. Bahkan dana pendidikan ke beberapa mitra kerja sama di Jawa masih menunggu kepastian pengiriman dana. Mitra kerja sama selalu utang dipihak ketiga guna membiayai sejumlah mahasiswa dan pelajar asal kabupaten Pegunungan Bintang, bahkan  beberapa mahasiswa terancam cuti kuliah karena mitra kerja sama tidak mampu melunasi tagihan dari kampus. Hingga kini, utang mitra kerja pada pihak ketiga mencapai milyaran rupiah. Mengenai ini pihaknya selalu berusaha untuk menghubungi pemerintah daerah namun belum ada tanggapan yang pasti, “hanya janji diatas janji”. Pada bulan juni kepala dinas pendidikan mengirim dana 800.000.000; ke Yayasan Binterbusih ( utang saat ini kurang lebih 700.000.000;), sehingga seluruh mahasiswa dispensasi dikampus setiap semester, tetapi ada beberapa kampus yang tidak menerima dispensasi sehingga terancam cuti kuliah semester berjalan ini.  Dana yang sudah dikirim  ke Universitas Sanata Dharma sebesar 390.000.000;  (untuk utang belum mendapat data yang pasti), dan Surya Institut 250.000.000; untuk 6 bulan (satu setengah tahun belum dikirim Surya Institut), Universitas Gadjah Mada  belum dikirim dan utang sementara 105.720.000;. Hingga bulan agustus ini sejumlah dana yang dikirim tersebut belum mencapai 50% dari data utang yang ada, sehingga yang menjadi pertanyaan adalah dana bantuan pendidikan belasan milyar dikemanakan?.  Ada beberapa hal yang mendasari kami curiga terhadap para pejabat tersebut adalah; (1) bantuan pendidikan khusus mahasiswa jurusan kesehatan mulai tahun ini dialihkan ke dinas kesehatan, sedangkan kepala dinas juga terlibat dalam program ini justru menjadi tanda tanya bagi kami. (2) Tiga orang pejabat yang terlibat dalam program ini baru dilantik tahun ini, dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah apakah jumlah uang yang menjadi haknya mencukupi untuk membiayai mahasiswa?, sementara selama ini para pejabat tersebut masyarakat menilai mereka tertutup dalam hal keuangan. (3) Kepala dinas pendidikan yang mempunyai kewenangan untuk mengirim dana ke mitra kerja sama, namun hanya sedikit dana yang kirim dan komunikasi dengan mitra kerja sama belum terjalin dengan baik hingga mendekati akhir tahun 2014, sehingga keterlibatannya dalam program ini patut dipertanyakan. 
Dengan demikian, berdasarkan hasil pertemuan Komapo pada hari selasa, 26 agustus 2014 di Realino Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta menyatakan dengan tegas bahwa:
1.     Hubungan pemerintah daerah dan mitra kerja sama di pulau Jawa selama ini  belum terjalin dengan baik. Terutama penyediaan dana dari pemerintah dan ketidakjelasan MOU. Oleh karena itu, mengapa ada MOU lagi di Bali, padahal mitra kerja sama yang sudah ada belum bertanggung jawab?. Untuk itu, kami mendesak hal serupa dilakukan dibeberapa mitra kerja sama yang tidak jelas kerja sama resminya seperti Binterbusih, UGM, Surya Institut dan Universitas Sanata Dharma yang MOUnya berakhir pada bulan desember 2013. Dan juga segera membangun komunikasi yang intensif disertai kepatuhan kesepakatan yang dituangkan dalam naskah MOU.
2.     Kami menghargai dan memaklumi pengiriman mahasiswa ke Bali jika benar-benar dibiayai keluarga. Akan tetapi kami menolak dengan tegas mahasiswa tersebut dikirim keluar negri menggunakan dana apapun yang mengatasnamakan pemerintah Pegunungan Bintang (APBN, APBD, OTSUS dan Bantuan Luar Negri). Mereka yang dikirim adalah melalui proses seleksi secara menyeluruh dan merata dengan mempertimbangkan kualitas potensi mahasiswa.
3.     Agar tidak saling curiga kami meminta penjelasan dari para kepala dinas atau badan yang telah mengirim mahasiswa, berapa jumlah dana yang disumbangkan masing-masing kepala dinas/bagian kepada mahasiswa tersebut dan sumber dana tersebut berasal dari mana?. Setiap mahasiswa dapat berapa?, berapa biaya pendidikan dan uang saku dari setiap mahasiswa di IALF?. Jika tidak dijelaskan, maka kami akan laporkan ke kejaksaan tinggi Jayapura untuk memeriksa dan membuktikan apakah benar dana tersebut murni berasal dari haknya para pejabat tersebut.  
4.     Sehubungan dengan point 3, kami minta Wakil Bupati, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, dan PJS Bappeda  untuk segera bertemu mahasiswa di Yogyakarta paling lambat akhir bulan September tahun 2014.
5.     Dalam rangka efektivitas, akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi   pengelolaan dana pengembangan SDM Pegunungan Bintang kedepan maka dengan tegas kami menolak dana pengembangan SDM pada tahun 2015 dan seterusnya dikelolah Bappeda, cukup diserahkan kepada Lembaga Pengembangan SDM yang telah disahkan melalui perda. Lembaga tersebut harus dikelolah oleh orang-orang professional, lebih mengutamakan orang-orang swasta yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas. Alasan mendasar adalah Bappeda sebagai badan vital yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat besar terhadap proses pembangunan daerah, sehingga kemungkinannya Bappeda tidak sepenuhnya mengelolah data dan keuangannya secara optimal, terutama dalam hal responsibilitas dan efektivitas pelayanan kepada mahasiswa pelajar.
6.     Kami minta, para pejabat yang terlibat dalam kebijakan ini merendahkan hati untuk meminta maaf kepada publik Pegunungan Bintang karena kebijakan tersebut justru memecah belah persatuan manusia Aplim Apom.
7.     Segera mensosialisasikan  program pengembangan SDM ditingkat organisasi Komapo dan Imppetang agar kedepan tidak ada hambatan dalam implementasi program.
8.     Jika tuntutan kami tidak ditindak lanjuti maka akan dilakukan aksi protes kami di Jayapura dan Oksibil dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!