Selasa, 28 Oktober 2014

GERAKAN PAPUA MENGAJAR, AGENDA MENDESAK!




ditulis oleh: Fransiskus Kasipmabin
Ketika sore itu, tepatnya pada hari selasa (21/09/2013), sejumlah mahasiswa Papua melakukan diskusi bebas di kantin Realino Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sekitar pukul 19.00, aktifitas perkuliahan di universitas tersebut, berangsur-angsur mulai sunyi dari keramaian kampus. Hanya disekitar Kantin realino sejumlah mahasiswa Fakultas Sastra, program studi Ilmu sejarah sedang asyik melakukan diskusi. Mereka diskusi apa, entalah.
Dua mahasiswa Universitas Dharma Dharma Yogyakarta sedang asyik diskusi, mereka adalah anggota NATAS. Natas adalah lembaga Pers Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mereka sibuk dengan sebuah kertas putih yang berisi tulisan-tulisan, tak jauh dari meja diskusi kami di ruangan tersebut. Saya mengenal mereka. Mereka adalah anggota Natas. Baiklah lupakan saja mereka!
Sejumlah mahasiswa Papua yang sedang kuliah beberapa kampus di Yogyakarta, kumpul di kantin realino USD. Entah bagaimana mereka bisa berkumpul di realino? Yang jelas beberapa kawan kawan dari mereka diundang oleh salah seorang kawan untuk menceritakan pengalamannya, ketika Dia berliur di Kampung halamannya. Selain itu, 5 menit kemudian dua orang kawan kami muncul. Mereka mulai canda-tawa sambil memesan kopi di samping kios.
Mereka adalah Sevianus Urwan, Melkior Sitokdana, Uski Bidana, Isak Kalka, FX. Kasipmabin, dan dua kawan diantaranya adalah Ino Urpon dan Yuling Malo. Bagaimana kisah mereka dalam diskusi bebas tersebut? Berikut laporan Komapo News dari tempat diskusi.
Pada awalnya, liburan panjang sedang menanti di depan mata (Liburan semester). Sebagian dari mahasiswa Papua yang kuliah di Yogyakarta bergegas meninggalkan yogyakarta, demi menemui keluarga melepaskan kerinduan bersama di kampung halamannya. Yang jelas beda dengan salah satu mahasiswa Papua ini. Dia Adalah Sevianus Urwan, salah satu mahasiswa sekolah Tinggi Bahasa Asing Yogyakarta.
Dia berkisah “selama saya berlibur di Papua, kurang lebih tiga bulan. Saya berlibur di kampung halaman, tepatnya di kampung Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang. Selama liburan tersebut saya meliput berita di Jayapura, dan di daerah Kampung halaman (di muat di media Komapo)”. Selain itu, Dia menceriterakan pengalamnnya ketika dia berada di wilayah distrik Okbab, saya membantu mendirikan sebuah gedung sekolah Menengah Pertama (SMP), membantu mengajar dari kelas satu sampai dengan kelas enam Sekolah Dasar.
Disana (Okbab) Urwan menemui beberapa masalah, seperti tidak ada guru, sehingga proses belajar mengajara di SD-SMP menjadi kendala besar. Selama tiga bulan saya membantu beberapa guru (2 orang) mengajar semua mata pelajaran dari SD-SMP. Selain itu, sarana dan para sarana pendidikan tidak ada.
Masalah kedua, pemahaman masyarakat tentang bagaimana mengelolah uang dan bagaimana memulai suatu usaha. Hal ini menjadi masalah serius di masyarakat di wilayah ini. Karena banyak uang yang beredar di masyarakat seperti dana respek, BLM, Bantuan Sosial, dan lain-lainnya. Dana ini tidak diguakan dengan baik. Salah satu program dari dana Respek adalah mengembangkan usaha kios. Namun lagi-lagi gagal dalam usaha. Menyangkut bangkrutnya usaha kios, kata mereka bahwa masyarakt biasa meminjam uang di kios tersebut dan lupa membayar utang mereka.
Masalah ketiga, menemui penambangan emas di gunung Ayup, ketengban, Pegunungan Bintang. Mereka mengambil emas secara illegal. Penambangan illegal tersebut mulai beroperasi pada tahun 2011 silam. Pelaku pengambilan emas secara illegal adalah orang-orang China. Masyarakat di daerah sekitar itu tidak tahu, bahwa orang asing tersebut mengambil Emas di gunung. Mereka produksi di Jawa timur. Katanya “Saya tau dari salah seorang teman di sana bahwa mereka masuk di wilayah tersebut dan ekploitasi emas di sana. Teman itu merupakan salah satu karyawan. Sehingga saya berharap kita bisa advokasi tentang persoalan ini” katanya.
Begitulah jalan cerita yang diceritakan oleh Sevianus Urwan, ketika berlibur di kampung halamannya. Dia berharap “kita bisa mengajar di sana, walaupun latar belakang pendidikan kita bukan jurusan pendidikan. Memang masyarakat di sana membutuhkan kita. Dengan demikian kita harus tau segala-galanya. Kita harus belajar apa saja di sini. Karena saya sendiri mengalaminnya, ketika waktu liburan di sana. Saya dipercayakan untuk melakukan banyak hal, walaupun kemampuan masih terbatas, saya mampu melaksanakan tanggungjawab yang diberikan kepada saya” katanya.
Setelah menceritakan pengalamannya di kampung halaman, FX.Kasipmabin berpendapat bahwa “ jika kita melihat secara umum penyebaran gedung-gedung sekolah di daerah pedalaman Pegunungan Bintang banyak sekali, sehingga sebenarnya banyak anak diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang selaknya seperti daerah lain di wilayah Papua dan Indonesia. Namun sayangnya belum dilengkapi dengan pendukung, terutama tenaga pengajar, fasilitas seperti buku ajar, komputer, kapur tulis dan lain-lainnya, sehingga kadangkala menjadi kendala dalam proses belajar meng-ajar di sekolah (Gedung) tersebut”.
Katanya lagi, bahwa logisnya seberapa outtput (siswa/i) yang diluluskan dan disiapkan oleh pemerintah untuk mendapatkan pendidikan di sekolah lanjutan, memenuhi kampanye pendidikan gratis bagi rakyatnya dan target pendidikan (Kesiapan SDM) seperti bagaimana yang dikampanyekan, maka menurut hemat saya kita bertolak dan melihat dari persentase penduduk di wilayah tersebut.
Jika persentase tingkat kelahiran anak setiap tahun lebih meningkat, maka setiap tahun tingkat anak masuk sekolah (kesempatan mendapatkan pendiidkan bagi anak umur 7-12) pun meningkat. Dengan demikian tingkat (persentase) kelulusan SD,SMP, SMA, dan Perguruan tinggi meningkat pula. Jika sebaliknya tingkat kelahiran bayi di Pegunungan Bintang berkurang, maka harapan akan menyiapkan SDM semakin sulit untuk mendapatkan target, katanya dalam diskusi tersebut.
“Saat ini pengamatan saya (Pengamatan pada saat liburan di Oksibil, bulan Juni-bulan Agustus 2013), di Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang mengalami penurunan yang amat sangat luar biasa. Terutama tingkat kematian ibu dan anak semakin hari-semakin meningkat (maaf tidak ada data tetapi yang saya lihat, mendengar dan rasakan selama 3 bulan di Oksibil seperti itu). Anak umur 0-7 tahun semakin berkurang. Dengan demikian, jumlah siswa baru yang terdaftar menjadi murid di sekolah dasar merosot jauh dari harapan sekolah.
Dengan demikian jumlah siswa yang lulus SD berkurang, sehingga penyebaran di sekolah menengah Pertama di Oksibil dan sekitarnya berkurang. Misalnya di wilayah Oksibil terdapat 2 SMP dan distrik Okaom terdapat sebuah SMP model satu atap. Begitu pula berdampak pada tingkat kelulusan di tingkat SMP. Terbukti, bahwa persentase tingkat (jumlah) siswa yang lulus pada tahun 2013 sangat minim. Misalnya jumlah anak yang terdaftar menjadi siswa baru di tiga Sekolah menengah (2 SMA dan 1 SMK) di Oksibil pada tahun 2013 menurun drastis. Di SMA YPPK Bintang Timur Mabilabol 19 anak, SMA Negeri 1 Oksibil berjumlah 15 anak, sedangkan jumlah siswa baru di SMK Negeri 1 Oksibil 96 anak” katanya. Dengan demikian, dia (Frans) berharap pemerintah daerah setempat memperhatikan sumber sumber vital seperti memperbaiki gizi ibu dan anak dan lainnya.
Selain itu, katanya “sumber lain melaporkan Untuk IPM di Papua, khusus di kabupaten Pegunungan Bintang masih dibawah Kabupaten Tolikara, Asmat, Mappi, Dogiyai, Yahukimo dan Lanny Jaya padahal beberapa kabupaten dimekarkan pada saat bersamaan melalui UU No. 26 Tahun 2002, kecuali kabupaten Dogiyai, dan Lanny Jaya dibentuk pada tanggal 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008. IPM untuk kabupaten Pegunungan Bintang angka harapan hidup 66.00 %, angka melek huruf 32.50 %, rata-rata lama sekolah 2.54 %. pengeluaran perkapita disesuikan 588.02 % dan IPM 49.45”.
Amor Malo mengatakan, bahwa bangunan gedung sekolah yang dibangun di wilayah Pegunungan Bintang itu merupakan sebuah proyek yang dikerjakan oleh CV. Pemilik CV tersebut sebagian besar dimiliki oleh anak asli daerah yang berlatar belakang PNS. Mereka mengerjakan tidak profesional. Kadangkalah dana  digunakan untuk kepentingannya  sendiri, sehingga pembangunan gedung dan sarana dan para sarana tidak rampung.
Disi lain, Melkior Sitokdana, berpandangan bahwa solusi dari saya adalah untuk menyelamatkan rakyat dari ketertinggalan akses pendidikan adalah kembangkan program gerakan Pegunungan Bintang mengajar, dan atau gerakan Papua Mengajar. Kita harus mengajar, mahasiswa yang hendak berlibur ke Kampung halaman, setidaknya harus mengajar. Mengajar apa saja di sana, baik mengajar di sekolah maupun di luar sekolah. Mengajar rakyat tentang segala hal yang tentunya membantu mereka keluar dari kebodohan, ketertinggalan dari segala-galanya. Saya berkeinginan mengajar di sana, seketika selesai dari Magister Teknik Elektro di UGM. Saya berencana mengikuti pelatihan mengajar selama 6 bulan di program Indonesia mengajar sehingga kelaknya bisa dapat sharing ilmu pengatahuan kepada orang Papua” katanya.
Uski Bidana menambahkan, saya mendukung yang dikatakan Sevi dan melkior bahwa walaupun kita berlatar belakang pendidikan yang berbeda, saya berharap kita harus mengajar supaya masyakat keluar dari pradigma orang Indonesia bahwa orang Papua itu bodoh. Saya pernah mengajarkan tentang bagaimana memulai usaha produk lokal sampai memasarkan produk lokal ke luar daerah, terbukti masyarakat bisa melakukannya (kebun jeruk di kampung Apom Kiwirok).
Selain itu, liburan semester ini (juni-agustus) di kiwirok, dua mahasiswi dari KOMAPO mengajar di sana. Mereka memanfaatkan liburan untuk mengajar di daerah tersebut. Katanya kepala kampung berkeinginan dan berkomitmen suatu saat nantinya akan saya membiayai tiket PP untuk mengajar apa saja yang mendukung warga kampung keluar dari ketidaktauan.
Ino Urpon berpandangan, bahwa untuk menekan harga barang di wilayah kabupaten Pegunungan Bintang, pemanfaatan sumber-sumberdana yang mengalir ke wilayah tersebut dan penggunaan dana sebaik mungkin, maka perluh ada kebijakan khusus yang dibuat oleh pemerintah setempat. Kebijakan khusus misalnya harga pengiriman barang disubsidi oleh pemerintah, perluh ada gerakan mengajar dan sosialisasi bagaimana berwirausaha dengan baik di tingkat masyarakat lokal. Pemerintah terkait tentunya melakukan pendampingan khusus terhadap masyarakat setempat.
Ia menambahkan juga bahwa konsep pengembangan ekonomi lokal perluh diperhatikan serius oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dan didukung oleh mahasiswa tentunya. Saya merasa basis-basis produksi sumber daya lokal ditempatkan di lokasi-lakis tertentu. Misalnya di wilayah ketengban memproduksi Daging Babi, wilayah Abmi produksi buah terung, margisa dan sejenisnya, wilayah kiwrok dan sekitarnya memproduksi sayur dan buah jeruk, wilayah Batom produksi beras, dan di wilayah Iwur produksi Ikan, dsb.
Rantai pengembangan produksi ekonomi lokal ini tentu membutuhkan dana, tentunya pemerintah sebagai pemangku kepentingan menganggarkan anggaran sehingga masyarakat mengelola sumber sumber daya tersebut. Setelah itu, untuk kebutuhan hidup, maka pemerintah menekan harga dengan memberikan subsidi untuk pengiriman barang oleh pesawat udara, sehingga setiap distrik mengambil bagian dalam proses jual- beli bahan produksi. Dengan demikian predaran uang hanya di lingkungan masyarakat Pegunungan Bintang” kata Ino.
Sampai saat ini laporan bupati Pegunungan Bintang, dana masyarakat Pegunungan Bintang yang keluar dari warga Oksibil sebesar 300 Miliar per bulan. Dana itu bersumber dari membeli Togel per hari. Apa lagi dana konsumsi per hari. Karena warga di ibukota kabupaten membeli kebutuhan keluarga di kios dan warung makan. Warga disekitar Oksibil mereka malas kerja, sejak hadirnya kabupaten di tengah-tengah mereka. Dengan demikian gerakan mengajar di segala bidang perluh untuk diselenggarakan dipedalaman Pegunungan Bintang. Agenda mendesak, karena melalui ini tentanya menyelamatkan generasi masa depan.

Fransiskus Kasipmabin, Mahasiswa Papua Kuliah di Yogyakarta


ANAK MUDA PAPUA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT JAWA DI YOGYAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di negara Indonesia  adalah bagian dari berbagai pulau dan berbagai kebuyaan  adat istiadat yang berbeda sehingga, mempunyai tingkah laku yang berbeda namun, negara Indonesia   memiliki nilai-nilai pancasila yang harus memperthankan karena Indonesia, bukan membedakan ras, etnik, adat isti adat tetapi negara Indonsesia Negara Bineka Tunggal Ika merupakan salah satu tujuan yang mempunyai persatuan dan kesatuan  dari berbagai  budaya etnik ras. Dengan demikian Indonesia  mempunyai tujuan  yang sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa  namun selalu  ada perbedaan ras  etnik.   Karena   anak muda Papua  mengalami di kampus ketika dosen menyuru kita membuat kelompok masing-masing     dan memili ras,  etnik yang sama sehingga kami dari Papua tidak termasuk teman-teman kelompok yang lain,  karena  masih ada perbedaan ras, etnik  dan kami sebagai anak Papua ingin mau belajar teman-teman yang lain tetapi tidak memdapatkan kesempatan untuk masuk kelompok bersama   teman-teman yang lain sehingga terpaksa membuat kelompok hanya dari teman-teman papua sendiri, dan kami bepikir  Bineka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu jiwa namun itu sebagai selogan, maka kita harus belajar bagaimana kita belajar  ras, etnik yang berbeda salah satunya adalah di lingkungan  kampus tetapi  kenyataan seperti itu. Dengan demikian hal seperti itu  terus bagaiman kita mau menjadi satu kita harus belajar lebih banyak  teman-teman yang lain berbeda ras, etnik  dan adat isti adat dengan teman-teman yang berbeda.
Berdasarkan pengalaman beberapa mahasiswa-masiswai anak muda papua di kampus bahwa Indonesia beberbagai pulau-pulau  dan berbagai suku ras, etnik  adat istidat selalu ada perbedaan sehingga kami sebagai anak-anak papua ingin belajar budaya orang Jawa terutama di Kota Studi ( Yogyakarta)  bagaimana adat istidat tingkah laku, kehidupan orang Jawa yang semestinya secara baik sehingga tidak salah pahaman terhadap orang papua dengan orang Jawa, karena tingkah laku orang papua dengan orang Jawa sangat jahu berbeda sekali, tingkah laku orang papua secara keseluruhan kasar sebaliknya orang Jawa lembut dan halus.
B.     Rumus Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.    Bagaimana beradaptasi anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa di Yogyakarta ?
2.    Bagaimana  beradaptasi dari prespektif  sosial ekonomi anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa   ?
3.    Bagaimana beradaptasi dari prespektif sosial budaya anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa  (di Yogya)  ?
4.    Bagaimana cara komunikasi  anak muda Papua  dengan masayarakat jawa  di Yogyakarta?
5.    Bagaimana pandangan anak muda Papua terhadap orang Jawa dan sebaliknya orang Jawa   menilai terhadap  anak- anak Papua?
C.    Batasan Masalah
Agar Makalah yang dikemukakan ini terarah pada sasaran maka perlu ada pembatasan  penulisan makalah ini yaitu anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa (di Yogyakarta).
D.    Tujuan Penulis
|Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a)   Untuk mengetahui bagimana  cara hidup anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa (di Yogyakarta).
b)    Untuk mengetahui pandangan anak muda Papua terhadap orang Jawa dan sebaliknya orang Jawa   menilai terhadap  anak- anak Papua.
E.     Metode Penulis
Dalam penulisan makalah ini penulis mengunakan metode kepustakaan yaitu menceritakan pengalaman mahasiswa-mahasiswi anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa ( di Yogyakarta), dan juga wawancara langsung dengan warga di sekitar baik mahasiswa maupun masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teori
Masyarakat Indonesia  mempunyai kebudayaan, tradisi, dan adat istiadat yang kita   gunakan sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan kita.  Negara Indonesia adalah negara yang terkenal dengan negara kepulauan, sehingga setiap daerah memilikih adat istidat yang berbeda pula, namun sejalan dengan perkembangan zaman, kebudayaan tradisional tersebut mulai ditinggalkan. Gaya hidup masyarakat Indonesia sendiri sudah terpengaruh oleh budaya-budaya barat atau luar. Maka masyarakat lebih senang meniru gaya hidup barat daripada melestarikan tata cara kehidupan budaya kita.  Bagaimanapun budaya tradisional tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena dalam masyarakat modern ada masyarakat etnis, sehingga mau tidak mau masyarakat modern masih terpengaruh oleh masyarakat ernis, begitu juga sebaliknya. Demikian pula bagi orang Indonesia tanpa mereka sadari, mereka tidak bisa meninggalkan budaya budaya itu sendiri.

B.     Bagaimana cara  beradaptasi anak muda Papua di Jawa (Yogya)
Anak muda Papua datang ke Jawa, mempunyai  tradisi adat isitiadat yang berbeda sehingga kami pun  beberapa hal yang harus menyesuaikan diri seperti tingkah laku, sikap, komunikasi cara hidup dan juga beradaptasi dengan lingkungan. Karena anak muda Papua  ketika berpindah dari tempat asal ke Yogyakarta  harus menyesuaikan  diri  dengan lingkungan yang berbeda harus membiasakan diri dengan lingkungan yang ada di Jawa sehingga masyarakat se tempat bisa meliat dengan cara hidup orang papua yang sebenarnya . tetapi disini lebih khusus saya menulis tentang anak muda papua yang datang tinggal bersama masyarakat Jawa. Karena orang Jawa berpikir bahwa orang non pulau Jawa beranggap bahwa orang Papua  dengan orang Batak kasar, tetapi tidak semua orang Papua atau orang Batak kasar, ada yang baik. Oleh karena itu saya sebagai orang Papua   bagaimana menghilangkan cara pemikiran mereka yang negative, saya harus menyikapi dengan masayarakat Jawa khususnya di Yogyakarta cara yang baik, dengan cara bekerja sama dalam kegiatan RT atau RW sehingga secara pelan-pelan rasa pemikiran yang negative terhadap kami bisa menghilangkan maka mereka bisa berpkir bahwa tidak semua orang Papua atau Batak  kasar. Mungkin ini karena lingkungan berbeda dan  tingkah laku yang berbeda dan pula yang berbeda, sehingga setiap suku mempunyai khas yang tidak bisa di samakan oleh suku lain.
Komunikasih dengan orang Jawa  di Yogyakarta, karena kami jujur bahwa kami dengan sikap yang keras sehingga, kami harus menyesuikan diri dengan bahasa yang bisa menerima orang Jawa.  Karena di pulau Jawa  khususnya di Yogyakarta terkenal dengan bahasa kromo  yang  halus sehingga cara kami harus menyesuaikan diri untuk cara yang halus,  mungkin cara  berkomunikasih dengan cara yang kasar ini bisa  kami secara pelan-pelan  menyesuikan diri. Dengan demikian maka Budaya atau cultur anak muda Papua yang berbeda bahkan kulit dan rambut yang berbeda, sehingga cara hidup dengan orang Jawa juga sangat berpengaruh sekalih, ketika kami  berpindah tempat dari asal  untuk  menyesuikan dengan budaya, cultur yang berbeda yang harus menyesuikan diri dengan cara mendekati warga setempat dimana kita tinggal.

C.     Prespektif ekonomi Jawa dengan luar Jawa
Dari sisi perekonimian pulau Jawa adalah system pertanian sawa sehingga dari sisi ekonomi sudah maju. Di luar dari pulau Jawa khususnya kami dari Papua secara keseluruhan belum, karena kami dari Papua system bertani tidak tetap. Orang Papua system bertani tidak tetap karena banyak  lahan yang kosong sehingga mereka berpinda tempat untuk membuka lahan yang baru. Mungkin itu terjadi karena kurang berpendidikan tidak  mengolah tanah dengan baik, maka mereka selalu berpindah tempat, mungkin juga terjadi karena penduduknya sedikit maka banyak lahan yang kosong agar mereka system bertani tidak menetap.

D.    Prespektif sosial budaya
Dengan demikian dari sisi budaya masayarakat Jawa adalah system piramida dengan kata lain  system kerajaan. Masyarkat Jawa khususnya di Yogkarta terkenal dengan masayakat keraton di dalamnya ada berbagai tingkatan yang harus diwajibkan dalam kehidupan masyarakat Yogya seperti berbahasa Jawa ada tingkatan yaitu yang halus  dan kasar. Bahasa halus  yang disebut bahasa kromo atau inggil  bahasa ini di gunakan dalam  upacara adat isitiadat  tertentu. Budaya orang Papua adalah system organisasi atau kelompok. Tidak bersifat kerajaan system kelompok sesuai dengan marga sehingga mempunyai hak yang sama, tidak membedakan dalam kehidupan masyarat Papua khususnya, bersipat kepala suku kepercayaan dari berbagai marga sehingga hubungan antara marga yang satu dengan yang lain.
Apabila perang suku terjadi yang bisa mengatasi perang adalah kepala suku sehingga orang Papua sangat menghormati orang jadi kepala suku  orang yang kaya bukan orang yang miskin.

E.     .Komunikasi anak muda Papua dengan  masayarakat Jawa ( di Yogya)
Komunikasi masayarakat Jawa dengan anak muda Papua merupakan salah satu cara yang menonjol di dua suku yaitu orang Papua akan bicara dengan nada yang kasar dan orang Jawa akan bicara dengan alus  sebab orang Jawa cara komunikasi  secara halus dan pelan, karena masyakat Jawa terkenal dengan bahasa halus  dan orang  Papua cara komunikasi kasar sehingga bisa salah pahaman antara orang Jawa.  Oleh karena itu kita harus tauh lebih dahulu cara komunikasi dengan orang lain, karena kita negara Indonesia adalah berbagi pulau dan suku sehingga tidak terjadi salah pahaman cara berkomunikasi. Mungkin kami dari Papua dan Sumatera terkenal bahwa cara komunikasi kasar karena budaya yang berbeda, sifat kami dari Papua dengan  Batak kalau ada yang salah tidak sesuai dengan harapan kami  maka langsung tegur terus terang pada orang yang salah. Jadi sifat kami orang yang salah langsung tegur, tetapi sifat orang Jawa akan bicara secara alus dengan sopan agar  orang lain bias tanggapi dengan baik.

F.     Bagaimana pandangan anak muda Papua terhadap orang Jawa dan sebaliknya orang Jawa   menilai terhadap  anak- anak Papua.
Masyarakat Jawa berpandangan  terhadap orang muda Papua bahwa minum- minuman keras sebagai tradisi, sehingga masyakat Jawa berpikir orang Papua semua tau minum-minuman keras atau ber alkhool, sehingga masyarakat Yogyakarta berpandangan bawah orang Papua adalah orang-orang yang sifatnya tidak baik tetapi  saya sebagai orang Papua mengatakan bahwa bukan. Karna apa?  Jawabannya adalah budaya Orang Papua bukan yang seperti yang  masyarakat Jawa melihat atau memandang tetapi orang papua merupakan orang yang mempunnyai adat istiadat yang sama seperti di Jawa. Maka pengaru   minuman beralkhool ini pengaru budaya luar yang masuk ke Indonesia dan yang paling terpopuler adalah di Papua maka dari berbagai daerah menilai bahwa orang Papua adalaha tukang minum tetapi dari masyarakat pribumi asli papua tidak karna itu bukan tradisi atau budaya lokal Papua tetapi karna perkembangan jaman di seluru dunia akhirnya pengaruh luar masuk ke Papua. Akhirnya orang muda Papua mau beradaptasi dengan masyarakat Jawa tetapi anak muda papua masih terbawah dengan kebiasaan yang di Papua ke Jawa, maka masyarakat di sekitar Yogyakarta menilai bahwa anak papua tukang minum. Dan bagaimana cara untuk menghilangkan pemikiran yang negative terhadap orang Papua. Mungkin itu salah seorang mahasiswa tinggal di kost-kostsan yang tidak tau adat istiadat, budaya, maka dia minum mabuk dan bikin kacau  dengan masyarakat di sekitar sehingga itu menjadi pandangan utama bahwa orang Papua itu semua tau minum-minuman keras, pada hal kami ada yang tidak tau minum-minuman keras berpandangan bahwa dia tidak  punnya adat. Maka dengan pandangan orang Jawa (di Yogya)  kami yang tidak tau minum pun sekarang mencari kost untuk mau tinggal  sulit dapat  karena salah seorang mahasiswa yang  tinggal di kost-kostsan pun  minum mabuk akhirnya masyarakat Jawa berpikiran bahwa orang Papua semua tau minum-minuman keras sehingga kami susa dapat kost dalam waktu dekat tetapi kita bias dapat waktu yang cukup lama. Kalau ada kost yang kosong tetapi kami dari  Papua  tanya bapak yang punya kost tetapi dia  bilang tidak ada yang kosong, karena kenakalan dari  mereka yang tau minum.
 Pemuda Papua berpandangan terhadap orang Jawa, bahwa kehidupan masayarakat Jawa khusunya di Yogyakarta kehidupanya damai dan aman tetapi , di balik itu banyak hal yang jahat yang menutupi dengan cara yang baik-baik. Mungkin di depan kita baik tetapi belum tentu baik dalam hati seseorang, kami orang Papua kasar tetapi belum tentu dalam hati kasar, karena memang dengan pengaruh dengan kulit kami hitam rambut kriting maka sifat kami seperti itu, sehingga  ada sesuatu yang salah langsung kasih tau  orangya, tetapi orang Jawa tidak seperti itu diam tetapi  membahayakan seperti itu karena apa yang dia pikir kami tidak tau.
 Tanggapan Anak-anak Papua terhadap Masyarakat Jogjakarta.
Anak-anak Papua yang belajar di Jogjakarta menilai bahwa masyarakat Jogjakarta menceritakan hal-hal yang negatif atau hal-hal sepele orang lain tanpa memberitahu kepada orang yang bersangkutan. Contoh korban gossib, Hal-hal ini pun dialami oleh beberapa orang atau anak mahasiswa Papuahanya karena tidak membayar uang listrik satu bulan, bapa kosnya menceritakan kepada orang yang ada di RT itu. Anak tersebut tidak menerima kelakuan bapa kostnya ialah dia menceritakan kepada orang lain tanpa menagi atau memberitahukan terlebih dahulu kepadanya.
Dengan demikian, nama baik anak tersebut tercoret, sehingga mau dan tidak dia harus memutuskan untuk menyendiri dan tidak berbaur lagi dengan orang lain. Kemudian setelah batas waktu kos-kosannya habis, dia mencari kos-kosan lain karena dia merasa malu atas perlakuan bapak kosnya teradap dia. Orang Jawa, walaupun bukan seluruhnya, tidak menyadari bahwa gossip ini dapat menjatuhkan martabat orang lain. Hal ini yang perlu disadari oleh orang-orang yang suka gossip alias kerjaannya gossib.

Nama baik mahasiswa papua dari pandangan masyarakat Jogjakarta sudah negatif. Mereka menilai bahwa semua anak muda Papua berbuat hal yang sama. Contohnya, mereka beranggapan bahwa seluruh anak Papua suka mabuk dan suka melakukan onar, serta melakukan hal-hal yang dipandang tidak wajar dari pandangan masyarakat setempat, kenyataannya tidak seperti yang dikirakan. Sebab anak muda papua yang study di kota Jogyakarta mengenal dengan kata menjaga nama baik anak papua. Jadi kami sebagai anak muda papua yang mengenyam pendidikan di Jogjakarta menyampaikan kepada masyarakat bahwa, tidak semua anak papua melakukan hal-hal negetif atau onar, hanya kalangan atau orang-orang tertentu yang melakukan hal serupa. Maka yang harus dilihat adalah apa, latar belakang ekonomi (orang tua pejabat) dan siapa yang melakukan hal tersebut. 
Tujuan kami datang ke pulau Jawa untuk belajar, karena latar belakang pendidikan kami di Papua kualitas pendidikan sangat jauh berbeda dengan kualitas pendidikan di Jawa sehingga kami datang belajar  di Jawa khususnya di Yogyakarta karena kota Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar sehingga kami kami lebih memilih Yogyakarta dari pada Jawa di tempat lain. Dan kota Yogyakarta makanan murah, dan fasilitas untuk belajar tersedia dengan baik sehingga kami bisa belajar  baik dan lulus kembali ke daerah kami masing-masing. Apa yang kami belajar yang baik  kami bisa menerapkan di daerah kami sehingga bisa maju seperti di Jawa khususnya di DIY Yogyakarta itu harapan kami dari pemuda Papua.
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.        Kehidupan yang nyata ini perlu memahami budaya, adat isti-adat dan kebiasaan  serta karakter orang di suatu daerah dan sebaginya, inilah pengalaman dan pandangan tentang anak muda papua di tengah-tengah masyarakat Jawa di Jogja. Dengan pengalaman dan pandangan ini kelihatanya dari segi kacamata orang-orang berbeda-beda dan juga sebagaimana sayamenceritrakan diatas merupakan sebelum tentu benar salah  oleh orang lain, yang utamanya masyarakat Jogja serta anak muda Papua, sehingga pentingnya cara pandang kita terhadap suatu persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat perlu dilihat dari sisi positif dan negatif. Cara hidup di tengah-tengah masyarakat inilah yang saya memahami benar-benar bahwa itu merupakan suatu kehidupan yang nyata di dalam kelompok maupun masyarakat, di dalamnya terdapat berbagai ragam antaranya, budaya, kebiasaan, tradisi, kraktek dan adat istiada sebagainya serta menciptakan suasana yang aman dan kondusip.
2.       Kami Negara Indonesia adalah bagian dari berbagai pulau-pulau sehingga perlu kita belajar cara kehidupan masyarakat, yang memiliki budaya adat istiadat yang berbeda sehingga salingg menggenal budaya atau adat istiadat  berbagai daerah di Indonsia, maka kita menilai orang lain juga dari sisi positif, kebanyakan menilai orang dari sisi negative .Oleh karena itu pemikiran negative  harus di hilangkan karena Negara Indonesia bagian dari berbagai suku dan adat istiadat berbeda tujuan untuk baik, bukan saling membedakan etnik atau ras. Indonesia adalah
Bineka Tunggal Ika artinya  berbeda-beda tetapi tetap satu jiwa:
B.  Saran
Pandangan dan pengalaman setiap orang itu tidak sama, setiap orang memiliki pengalaman dan cara pandang yang berbeda, sehingga kelompok menyampaikan bahwa pengalaman dan cara pandangan kita itu berbeda sehingga kelomok menceritakan pengalaman hidup di tengah masyarakat. Pengertian pengalaman itu sendiri benar-benar nyata yang perna kita alami sendiri serta cara pandang juga tidak sama dengan pengalaman yang perna kita alami, jadi cara pandang kita itu belum tentu benar, maka kelompok kami sampaikan bahwa ini hanya sebuah cerita di tengah-tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Agustinus Uropka  menceritakan tentang pengalaman hidup di tengah masyarakat Jawa ( di Yogyakarta).
  2. Tulisan ini hanya menceritakan cara pandangan dan pengalaman dari anak muda Papua di tengah-tengah masyarakat Jawa (di Yogyakarta)  selama ikut pendidikan di Kota Studi Yogyakarta.

PROBLEM DAN SOLUSI PENDIDIKAN SEKOLAH BERASRAMA (BOARDING SCHOOL) DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG



                                                                          PENDAHULUAN
Sesungguhnya term boarding school bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Karena sudah sejak lama lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan boarding school yang diberi  nama Yayasan Katolik ataupun Yayasan lain  Dalam lembaga ini diajarkan secara intensif ilmu-ilmu  keagamaan dengan tingkat tertentu sehingga produknya bisa menjadi  yang nantinya akan bergerak dalam bidang pendidikan baik di lingkungan masyarakat. Di Indonesia terdapat ribuan sekolah yang berpola Asarama.
·         Guru yang Berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru  yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris  pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.

·         Lingkungan yang Kondusif
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding schooladalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.
·         Siswa yang heterogen
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik  yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.
·         Jaminan Keamanan
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar “dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
·         Jaminan Kualitas
Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol,  dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan  tidak ada variable lain yang “mengintervensi” perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.

SERUAN AKSI PERSOALAN BIAYA PENDIDIKAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG DENGAN BEBERAPA LEMBAGA TERKAIT DI PULAU JAWA


Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik dan berwibawa sesuai dengan amanat Pasal 18B Undang Undang Dasar 1945 yang dijabarkan melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah untuk menerapkan desentralisasi dan otonomi daerah, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Indonesia dengan pelayanan public (public service) demi mencapai tujuan pembangunan nasional (Development Gol Nationa) yaitu mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan alinea keempat Undang Undang Dasar 1945. Oleh karena itu,salah satu unsur terpenting bagi pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan adalah mencerdaskan anak bangsa dengan penyediaan sumber Dana, yang baik melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ataupun sumber-sumber lain untuk meningkatkan sumber daya manusia sebagai fokus utama dalam mengatasi masalah Pembangunan daerah itu sendiri. Dengan demikian Politik dan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Lahirnya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Ketetapan Dana pendidikan sebesar 20% adalah kebijakan pemerintah sebagai hasil dari proses politik. Sejak tahun 2009 tampaknya pemerintah Indonesia memilki political will yang tegas dan berani untuk meningkatkan kualitas, martabat, daya saing tinggi melalui prioritas kebijakan pada sektor pendidikan sebagai upaya memajukan dan memakmurkan bangsa dan Negara. Meskipun anggaran biaya pendidikan bukan satu-satunya penentu tercapainya pendidikan berkualitas,tanpa anggraran biaya yang memadai.Tercukupinya anggaran pendidikan sesuai dengan Konstitusi, maka diharapkan tercapainya kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Ketika tercipta SDM yang berkualitas,tentunya kesejahteraan hidup masyarakat turut meningkat pula.Kegiatan produksi diberbagai sector ekonomi melaju pesat,ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dan kesadaran pentingnya sikap toleran yang berdemokrasi akan berkembang sehingga terbentuklah masyarakat madani yang dicita-citakan. Jika masyarakat madani telah terwujud, stabilitas daerah dan politik kekuasaan akan menjamin kemakmuran suatu bangsa dan Negara. B. Perjanjian Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Lembaga lembaga terkait (Terlampir). Pemerintah Kabupaten pegunungan Bintang pada periode pertama melalui Bapak Drs Theodorus Sitokdana (mantan) wakil bupati kabupaten penggunungan bintang (periode 2004-2009) telah membuat terobosan baru di bidang pendidikan dengan melakukan kerja sama (MOU)dengan beberapa perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri. Lembaga kerja sama tersebut diantaranya dengan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Akademi Pembangunan Masyarakat Desa (APMD) Yogyakarta,Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) Bandung Jawa Barat, salah satu kampus terbaik di Asia-Fasifik di Thailand (Luar Negeri). Lembaga kerja sama non perguruan tinggi atau lembaga penyalur biaya pendidikan bagi mahasiswa pegunungan bintang kuliah di luar papua yaitu Yayasan Bina Teruna Bumi Cenderawasih (Binterbusih) di semarang. Selain itu,pemerintah daerah melalui dinas terkait telah melakukan kerja sama dengan beberapa Sekolah menengah atas dan sekolah Kejuruan di semarang. Perjanjian kerja sama yang dilakukan Drs. Theodorus Sitokdana(mantan Wakil Bupati) periode 2004-2009 ini dinilai dapat menjawab harapan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) demi menjawab ketertinggalan pembangunan,karena para pihak yang melakukan kerja sama pun dapat menerimahnya dengan baik dan bahkan telah terbukti atas penangananya selama kurang lebih lima tahun pasca pemekaran Kabupaten Pegunungan Bintang. Setelah digantikanya Kepemimpinan Drs. Theodorus sitokdana pada posisi wakil bupati, dan terpilihnya pemerintahan baru,maka komitmen pemerintah daerah kabupaten pegunungan bintang untuk meneruskan kualitas pendidikan bagi generasi penerus sebagai bukti pengembangan sumber daya manusia ini pun mengalami kemunduran . Bahkan telah terjadi penumpukan utang pada lembaga lembaga terkait yang melakukan perjanjian tersebut . Hal ini terbukti dengan desakan pihak kedua (pihak PT. Tinggi dan rekanan swasta) kepada pemerintah daerah maupun Mahasiswa asal kabupaten Pegunungan Bintang untuk memperjelas kepastian akan realisasi dana pendidikan untuk melunasi utang pihak perguruan tinggi maupun swasta yang dipinjamkanya . Namun salah satu masalah dasar yang belum jelas sampai sekarang adalah terkait belum ditanda tanganinya beberapa surat perjanjian yang hanya dilakukan secara formalitas karena keprihatinan akan kepentingan sumber daya manusia itu sendiri . Di sisi lain pemerintah daerah sendiri tidak menunjukan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dan tidak terakomodir dalam regulasi daerah,terutama kepastian dana pendidikan melalui Peraturan daerah,membuat efektifitas kelancaran biaya pendidikan tersebut mandek dan tidak jelas dalam setiap tahunya ,sehingga penyelenggaraan pemerintahan terkesan dipaksakan dan hanya dilakukan dalam bentuk bantuan .Padahal posisi pemerintah yang seperti ini bisa di indikasi sebagai pemerintahan korup karena akuntabilitas dan akuntabilitas penggunaan keuangan daerah tidak sesuai dengan asas asas pemerintahan yang baik dan benar serta bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada umumnya . C. Pernyataan Sikap Berawal dari sejumlah masalah yang terjadi, terutama terkait ketidakjelasan pemerintah daerah kabupaten pegunungan bintang dalam membuat perjanjian bersama (MOU) membuat lembaga lembaga perguruan tinggi maupun swasta yang di percayakan harus mengalami kerugian. Dan dimungkinkan kedepan mahasiswa Pegunungan Bintang yang dititip di sahnata Dharma tidak akan diperhatikan dan dikembalikan kepada orang tua atau pun pemerintah daerah sendiri .
Dengan mengacu pada permasalahan tersebut diatas, Kami Mahasiswa asal Pegunugan Bintang yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa aplim apom (KOMAPO) yang berada di Kota studi Yogyakarta, Semarang, Solo, Jakarta, Bali dan Sulawesi menerimah pemberitauan dari Perguruan Tinggi terkait dan organisasi swasta yang pada mulanya dipercayakan. Beberapa pemberitahuan yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Universitas Sanata Dharma yogyakarta menemui kendala kelancaran biaya kuliah bagi mahasiswa pegunungan bintang melalui program matrikulasi. Dari data yang kami peroleh bahwa pemerintah daerah telah memberhentikan pengiriman mahasiswa satu anggkatan (2011). Sedangkan Berdasarkan nota kesepahaman (MOU) antara pemerintah daerah kabupaten pegunungan bintang dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah lima (5) kali pengiriman dengan jumlah mahasiswa 25 orang, maka pemerintah daerah telah mempersiapkan 250 mahasiswa Pegunungan Bintang yang kuliah di Yogyakarta dan ditangani oleh USD. Selain itu kami peroleh data dari USD bahwa,selama satu tahun pemerintah daerah belum mengirim uang sehingga pihak kampus membayar kebutuhan mahasiswa dari kas universitas Sanata Dharma Yogyakarta, jumlah dana yang dikeluarkan berkisar 4 miliar lebih.

2. Universitas Gadjah Mada sampai sekarang ini pun pemerintah daerah pegunungan bintang belum ada realisasi, walaupun sudah ada MOU. Pihak Universitas butuh kejelasan pemerintah terkait masalah ini,karena dapat mengganggu kelancaran administrasi akademik yang berlaku pada Universitas Gadjah Mada .
3. Yayasan Bina Teruna Bumi Cenderawasih (Binterbusih) di semarang lembaga penyalur dana biaya pendidikan terutama untuk membiayai kebutuhan mahasiswa. Menurut informasi yang kami peroleh dari yayasan binterbusih bahwa uang yang dikirim oleh pemerintah tahun 2012 belum cukup untuk membayar utang dan membiayai mahasiswa di jawa dan bali. Terbukti beberapa mahasiswa belum dibayarkan uang kuliahnya oleh yayasan binterbusih sehingga mereka komplain ke organisasi.
Dengan ini kami Komunitas Mahasiswa Pelajar Aplim Apom (KOMAPO) se Jawa Bali dan Sulawesi Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua mendesak dan menyerukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang untuk segera:
1. Memperjelas dana biaya pendidikan kabupaten pegunungan bintang dari tahun 2009-2013.
2. Memperjelas tugas pokok (tupoksi) bendahara harian serta dinas pendidikan sebagai penyalur dan pelaksana dana pendidikan bagi mahasiswa pegunungan bintang seluruh Indonesia.
3. Pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang segera melunasi utang-utang (di universitas Sanata Dharma Yogyakarta, UGM, Yayasan Binterbusih) yang selama ini digunakan oleh mahasiswa Pegunungan Bintang untuk membiayai uang kuliah, biaya makan, biaya penginapan, biaya kesehatan selambat-lambatnya akhir bulan juni 2013.
 4. Memperjelas kerja sama pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang dengan lembaga kerja sama di bidang pendidikan.
5. Dalam waktu dekat segera  melunasi utang_uatang di beberapa lembaga-lembaga kerjasama seperti di universitas Sanata Dharma Yogyakarta, UGM, Yayasan Binterbusih dan Surya Istitute.
6. Apabila dalam bulan juli tidak menanggapi oleh pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang, maka seluruh mahasiswa pegunungan bintang akan mengambil langkah konkrit ditingkat pusat maupun daerah,termasuk aksi masa di Oksibil Pegunungan Bintang.