Pemimpin
Badan Zending Gossner (Gossner-Mission) Berlin dan Badan Zending O.G.Heldring
(Heldring Mission, Nederland merekalah yang pertama kali terlibat dalam missi
Pekabaran Injil ke Tanah Papua (New-Guinea- 1870)
Perjalanan
Geisiser dan Ottow dari (Berlin-Nederland)
Pada
tanggal 25 April 1852, Geissier dan salah seorang rekan yang disiapkan Giosner,
S neider berangkat ke Hrsmen bersama dengan Pdt. O.G.Heldring dan disana mereka
tinggal dua bulan. Pdt. O.G. Heldring adalah seorang penggerak dibidang Missi
Zending ke daerah-daerah bangsa kafir. Kemudian mereka bertemu pula dengan
seorang rekan Missionaris C.W. Ottouw yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh
O.G. Heldring. Dan pada malam tanggal 26 Juni 1852 telah diutus menumpangi
kapal, ABEL TASMAN dan berangkat ke Rotterdam dan menuju Batavia. Tetapi
sebelum mereka naik Kapal Abel Tasman, meraka bersama-sama berdoa dan
menyerahkan diri mereka dengan sukacita kedalam pemeliharaan kuasa tangan
Tuhan. Pada tanggal 7 Oktober 1852 mereka tiba dengan selamat-aman di tanah
Batavia. Di Batavia (tanah Jawa) C.W. Ottoe dan J.G. Geissier yang akan
meneruskan perjalanan ke tempat tujuan dan kerinduan mereka harus bersabar
selama satu setengah tahun. Dan kesabaran, kesetiaan mereka disini diuji oleh
Tuhan. Disamping itu perlahan mereka menyesuaikan diri dengan iklim negeri
tropik. Karenanya J.G. Geissler membuka dan memimpin suatu sekolah rakyat di
Pusat Missi Belanda bagi penduduk pribumi di Batavia. Pada bulan April 1854
terbuka jalan Tuhan suatu kemungkinan untuk menggapai Tanah kerinduan mereka
yaitu Papua. Di Batavia ada seorang saudagar muda namanya “Ring” pemimpin dan
pendiri Perhimpunan Missi memberi informasi bahwa Pulau kecil Mansinam yang
dekat dengan daratan Manokwari penduduknya ramah, terbuka (namun disini
sebenarnya kala itu Tanah Papua penduduknya hidup tertutup, dianggap buas dan
menolak orang asing). Penduduk dari daratan dore-Mnukwar mengakui Sultan dari
Tidore yang dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda rupanya tidak keberatan bila
Missionaris Kristen datang ke Mansinam Papua. Begitu surat jalan dari
Pemerintah Balanda yang sampai ke Ternate, Ottow dan Geisler sangat bersukacita
atas berita keberangkatan ke Papua. Geisler menulis dalam suratnya kepada
Gossner sebagai berikut ” Terpujilah Tuhan, sehingga waktunya telah tiba yang
telah lama kami menantikan. Kami akan berangkat kesuatu tempat dimana belum ada
seorang Massionaris datangi dan tinggal karenanya kami tidak dapat mengharapkan
perlindungan dari Dia yang telah bersabda : Aku akan menyertai kamu sampai
kepada akhir zaman (Matius, 28 : 20) Perpisahan dan mereka meninggalkan Batavia
pada tanggal 9 Mei 1854. Normal false
MicrosoftInternetExplorer4 Style Definitions table. Mso Normal Table {mso
style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0; mso style-no show: yes; mso
style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso pagination:
widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-
ansi-language: 0400; mso-fareast-language:0400; mso-bidi-language:0400 Dan
akhirnya 30 mei 1854 mereka tiba di Ternate dan diterima dengan sangat ramah
oleh Pdt.J.E.Hoveker dan isteri (yang sejak 1833 sebagaiPdtJemaat Protestan
yang kecil disitu). Serta tinggal bersama dirumahnya. Disana mereka belajar dan
memperdalam bahasa melayu serta belajar mengkaji berbagai informasi
tentangsikon Papua. Dan harus bersabar menunggu selamasetengah tahun. Sesudah
itu Residen Balanda C.Bosscher dari Ternate diharapkan dapat menolong untuk
perjalanan ke Papua. Rekan-rekan Missionaris di Batavia mengirimkan 200 Gulden
kepada mereka. Seorang guru Wehker dari Ternate yang sangat kagum merelakan
putranya yang bernamaFrits berusia 12 tahun untuk menjadi pelayan bagi mereka.
Mereka diperbolehkan membawa barang-barang sebanyak yang mereka butuhkan.
Perjalanan itu mereka dibekali beberapa ekor sapi, ayam, bebek, dan angsa.
Merka
kemudian menerima surat jalan dari Sultan Tidore yang dogmanya Islam. Disaat
residen Belanda menjelaskan kepada Sultan bahwa Ottow dan geissler mereka
adalah Peneliti Alam. Tetapi Sultan yang sudah lama mengetahui identitas
mereka, berkata “ah mereka kan missionaries pekabaran Injil” jangan merubah
status mereka, biarkan mereka menyebarkan ke Kristenan mereka. Maka Sultan
memberikan surat Ijinbagi mereka bahkan memerintahkan kepada para kepala suku
untuk melindungi dan menolong mereka jika mereka kekurangan makanan.
Tiba
Di Tanah Papua Januari 1855
Pada
tanggal 12 Januari 1855 bertolaklah mereka dari Dermaga Ternate, menumpang
Kapal (……) Ternate menuju Pulau tujuan mereka Mansinam. Dan ketika menunggu
pelayaran selama 25 hari pada tanggal 5 Februari 1855 Kapal Ternate membuang
sauhnya di depan pulau Manansbari (Mansinam) Dalam agenda Harian Geislee,
menulis kepada Gossner demikian : Anda tidak dapat membayangkan betapa besarnya
rasa sukacita kami pada saat akhirnya dapat melihat tanah tujuan kami, Minggu
pagi Zending sauh dibuang untuk berlabuh di teluk Doreri. Matahari terbit
dengan indahnya, ya semoga matahari yang sebenarnya, yaitu Rahmat Tuhan yang
menyinari kami dan orang-orang kafir yang malang itu yang telah sekian lamanya
merana didalam kegelapan semoga Sang Gembala setia mengumpulkan mereka dibawah
tongkat GembalaanNya yang lembut. (Sekoci pertama yang menuju daratan membawa
kedua orang penginjil itu kedaratan Mansinam pada pagi hari). Sebagaimana
tindakan terakhir mereka lakukan saat berangkat dari Eropa, berdoa, maka masuk
kedalam semak-semak berlutut dan mencurahkan isi hati mereka (“Dalam Nama Allah
kami menginjak kaki di Tanah ini) Mereka memohon kepada Tuhan Allah untuk
memperoleh kekuatan, hikmat dan terang, agar dapat mamulai Missi Pekabaran
Injil dengan baik. Tentang reaksi dan respond (penerimaan) penduduk pulau
Manamsbari kurang disentil (F.C. Kamma, ajaib di mata kita, Jakarta BPK 1981
hal 87) Namun tentunya pendaratan dan kehadiran serta gerakan-gerakan mereka
sebagai orang asing tak dilewatkan, terutama ketika kedua Mssionaris itu masuk
kedalam semak-semak berlutut dan menyerahkan isi hati berdoa kepada Tuhan.
Gambaran
Umum Pada Waktu Itu. New Guinea ditemukan oleh orang
Portugis yang bernama Meneses pada tahun 1526, sedangkan namanya oleh seorang
Spanyol yang bernama Alvarado pada tahun 1528 (jadi 300 tahun kemudian) orang
Belanda berupaya untuk membuat tempat pemukiman di Kolobai di Pantai barat yang
diberi nama DUBUS bagian selatan Papua daerah Fakfak sesuai dengan nama
komisaris Nederland Hindia namun pada tahun 1836 mereka menghentikan usaha
mereka karena dianggap terlalu mahal dan sia-sia. Pada tahun 1847 ada beberapa
Missionaris Khatolik yang bermukim di pantai timur laut, namun pada tahun 1852
mereka menghentikannya dan pindah ke pulau yang lain. Pemukiman besar yang
pertama di Puau yang besar, kaya dan diberkati ini dan diklaim kepemilikannya selama
350 tahun barulah terjadi melalui kedua orang Jerman Ottow dan Geislert pada
tahun 1855. Nama Papua berasal dari kata dalam bahasa melayu, yaitu “Pua-Pua”
yang berarti rambut keriting dan kemudian disingkat Papua. Orang Papua pada
waktu itu sangat curiga terhadap orang asing. Disamping itu mereka terkenal
untuk merampok dan berperang serta hidup dari berdagang. Rumah-rumah mereka
dibangun diatas air untuk melindungi dari serangan musuh. Kebanggaan mereka
adalah keberhasilan membunuh orang lain, yang ditandai dengan jumlah bulu
sebagai hiasan kepala. Kebiasaan untuk memakai manusia juga dijumpai di Tanah
Papua Waktu itu. Mencuri dan perzinahan dipandang sebagai pelanggaran yang
besar dan mendapat hukuman yang besar pula. Seringkala pula terjadi pembunuhan
terhadap bayi-bayi yang baru lahir dan orang-orang yang sakit keras dikubur
hidup-hidup.
Awal
Yang Sulit Dan Penuh Tantangan
PADA
TANGGAL 5 Februari 1855 C.W.Ottow dan rekannya J.G.Gaissler tiba di Mansinan
yang letaknya berhadapan dengan Dore (Manokwari). Sebagai tempat tinggal
sementara mereka memakai sebuah gubuk gudang penumpang batu bara peninggalan
para pelaut ditepi pantai. Situasi yang dihadapi mereka sangatlah sulit. Kapal
yang menghantar mereka sudah kembali. Tidak ada orang kecuali Frits yang dapat
diajak berbicara. Mereka tidak bisa berkomunikasi dengan penduduk setempat dan
bahasanya, mereka mengurusi diri mereka sendiri. Penduduk setempat tidak
memahami maksud dan tujuan kedua orang asing ini untuk menetap di Mansinam.
Dalam surat pengantar dikatakan Sultan Tidore mengirim mereka sebagi orang yang
baik dan dengan maksud dan tujuan yang baik, tetapi hal itu tidak dapat mereka
percayai, karena Sultan belum pernah melakukan kebaikan terhadap mereka
(penduduk-masyarakat Pulau Mansinam- tetapi juga Papua umumnya). Terlebih
penduduk terbiasa harus menanggung ketidak adilan dari Sultan Tidore.
Dengan
alasan pajak setiap tahun mereka dijarah dan anggota keluarga mereka dijadikan
budak, sebab itu tidaklah mengherankan kalu mereka tidak mempercayai isi surat
dari Sutan Tidore dengan segala penjelasannya. Dalam hidup sehari-hari nampak
kecurigaan penduduk setempat terhadap Ottow dan Geissler, kendatipun mereka
tidak berani untuk menyerang kedua orang asing itu, tetapi dimata mereka,
sehingga menurut mereka cepat atau lambat kedua orang asing ini akan
disingkirkan, oleh sebab itu Ottow dan Geissler bersikap selalu waspada.
Memulai
Dengan Aktifitas Ujian Pertama.
Tibalah saatnya untuk memulai Pekerjaan mereka.
Pertama-tama mereka harus mencari kayu yang cocok untuk membuat perahu dihutan
Pulau Mansinam untuk dijadikan sarana transportasi laut untuk menyebrang
kedaratan Manokwari, dimana rencana untuk membangun sebuah rumah. Karena mereka
tak berpengalaman dengan jenis-jenis kayu di Papua, penduduk di Pulau Mansinam
pun tidak menolong mereka dengan memberi informasi, maka mereka berdua berapa
kali salah memilih kayu, sehingga pekerjaan berminggu-minggu menjadi sia-sia.
(Kata Camma Geissler menulis dengan sampai tiga kali pohon kayu yang kami pilih
dan tebang adalah pohon kayu yang besar, kayu besi yang tidak cocok karena
berat dan akhirnya pecah karena kana panas matahari maka kami hampir tidak
berdaya lagi. Tetapi syukurlah saya melihat sebuah perahu di rumah orang Papua,
dan saya beruntung dapat membelinya dengan harga 12 gelden. Dan akhirnya dengan
Perahu itulah digunakan mereka untuk menyeberang ke daratan Manokwari Teluk
Dore (Kwawi) dan di daratan Kwawi setiap hari mereka bekerja menebang pohon.
Dan pada malam harinya mendayung kembali ke pulau Mansinam. Karena mereka
bekerja begitu keras pagi hingga malam sehingga akhirnya mereka jatuh sakit.
Pertama-tama anak Frits menjadi sakit dan kemudian Ottow terkena kelengar mata
hari, sehingga Ottow hampir meninggal . menghadapi keadaannya itu Geissler
menulis dalam buku hariannya, saya sangat sedih dan memikirkannya, tetapi saya
berdoa kepada Tuhan. Tuhan saya membutuhkan dia dan orang-orang kafir ini
membutuhkan dia, dem kerajaan-Mu, pulihkanlah dia kembalidan Tuhan yang Maha
Mendengar seruan doa hamba-Nya dan akhirnya Ottow menjadi sembuh. Tak lama
kemudian Gaissler yang kena giliran sakit. Tamu yang jahat yaitu demam Malaria
menyerang dia. Juga terkena luka borok (abses) di kakinya yang sangat
membahayakan atau menyakitkan. Ottow juga berulang kena radang otak. Demikian
mereka berdua terbaring dalam kesakitan, lemah dan tanpa pertolongan apapun di
gubuk mereka di Mansinam. Penduduk Mansinam mulai sadar bahwa kedua orang ini
tidak membahayakan, kendati demikian mereka tidak menolong, acuh dan tanpa
perasaan terhadap Ottow dan Gaissler. Ada sekelompok orang dari penduduk
setempat sempat datang ke dalam gubuk untuk menengok , tetapi mereka hanya
duduk saja, hanya memperhatikan Ottow dan Gaissler selama berjam-jam tanpa
menolong sedikitpun. Tidak ada tangan yang diulurkan untuk memberikan segelas
air.
Akhirnya
datanglah pertolongan yang diharapkan. Gaissler menulis : “Sesudah demam
malaria meninggalkan saya dan saya untuk pertama kalinya dapat keluar gubuk.
Saya merasakan kesakitan di kaki kiri saya, Borok itu semakin besar dan
memerah, sehingga saya tidak dapat meninggalkan tempat tidur. Kesakitan saya
begitu luar biasa, sehingga saya berteriak dan terus merintih dan berdoa kepada
Tuhan yang menjanjikan : Mintalah, carilah, ketuklah. Meskipun kami tudak
mempunyai harapan akan jalan keluar dari penderitaan ini, akan tetapi tetaplah
benar apa yang Tuhan katakana : Tidak ada hal yang mustahil bagi mereka yang
percaya, walaupun tidak terjadi mujizat yang luar biasa, tetapi Tuhan telah
memimpin hati manusia seperti aliran sungai sehingga tanpa terduga datanglah
sebuah kapal uap ke Mansinam, sehingga saya diselamatkan. Saya harus kembali ke
Ternate. Tetapi keputusan ini sangatlah berat bagi saya. Beberapa tuan besar
diatas kapal tersebut termasuk dokter kapal berusaha untuk meyakinkan saya,
tetapi sia-sia karena saya masih tetap mau bertahan di Mansinam. Akhirnya
Residen Belanda sendiri mengirim pesan sampai ketempat tidur saya dan
mengatakan : Saya memberikan kebebasan kapada Anda untuk datang ke Tanah Papua
dan untuk berusaha hidup, tetapi karena kepada saya disampaikan Anda dalam
keadaan kritis (hampir mati), maka saya hanya dapat mengatakan Anda harus
kembali. Demikianlah akhirnya saya menyerah dan ikut ke Ternate. Di Ternate
J.G. Gaissler mendapat perawatan dan akhirnya sembuh, tetapi harus menunggu
Kapal selama ± 10 (sepuluh) bulan untuk kembali ke Mansinam. C.W. Ottow dengan
pembantu mereka Frits tinggal sendirian di Pulau Mansinam. Walaupun terkadang
di serang, Demam Malaria tapi selalu memperoleh keberanian, tenaga keteguhan
hati pada keyakinan dan visinya. Untuk mengatasi kesepian Ottow mengintensifkan
hubungan dengan para penduduk terutama melalui imbal dagang. Ottow membeli
hasil-hasil penduduk, kacang-kacangan, ikan, burung cenderawasih, kerang,
perisai- senjata tradisional, teripang dan di jual kepada saudagar dari kapal
Van Duivenbode, hasil uang dari penjualan tersebut digunakan untuk belanja
kebutuhan pokok, obat-obatan. Pada tanggan 12 Januari 1856 (Gaissler) berangkat
sengan kapal kembali ke Tanah Papua Mansinam di sertai 5 orang tukang kayuuntuk
membangun rumah disana. Tugas pewartaan pemberitaan Firman.Injil, atau
penyebaran. Pada tanggal 25 September 1858, dating 12 orang dalam kondisi lemah
yang selamat dari kecelakaan kapal Belgia “Constant” Kapal tersebut pada
tanggal 12 Juni 1858, menabrak batu karang dan pecah akibat salah leinnya
disebelah selatan pulau karang Mansinam. Orang-orang Papua yang ramah pada saat
itu melihat pada punggung salah satu awak kapal terdapat tulisan doa dalam
bahasa Belanda akhirnya membawa mereka kepada Ottow dan merawat serta memberi
makan pada anak buah kapal yang kena musibah tersebut selama 6 bulan. Kedua misionaris
dengan bantuan dari tukang dari Kapal tersebut, bersama 4 orang tukang dari
Halmahera (Gelela) Ottow mengadakan pelayanan kebaktian setiap hari Minggu
kepada mereka dalam bahasa Belanda. Dengan penuh rasa syukur mereka menngalkan
Mansinam dan menggunakan perahu layer pada tanggal 11 April 1859 dan tiba di
Ternate 1 Juni 1859 dan dalam bulan Oktober tahun yang sama mereka tiba di
Amsterdam. Nb. Gaissler dalam buku hariannya menulis : sering berulang-ulang
menolong para Pelaut yang karena kapal-kapal dagang Jerman dan Belanda yang
karam di perairan Papua. Hal menolong bukanlah sesuatu yang mudah, karena
membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit dan bersedia untuk merawat,
memelihara sejumlah besar pelaut dan pengobatan.
Penyelamatan
Para Pelaut Jerman Yang Kapalnya Karam. Pada bulan Maret 1857
mereka mendengar berita tenteng karamnya Kapal dagang Jerman yang terdampar
pada batu karang di kawasan Teluk Cenderawasih, untuk menyelamatkan anak buah
Kapal demi terhindar dari perbudakan dan kematian sebab ada tiga (3) orang anak
buah kapl itu sudah dibawa ke Windesi. Ottow dan Gaissler menyiapkan
barang-barang dagang untuk barter dan uang menyewa sebuah perahu dengan 22
orang laki-laki tenaga pendukung, setelah melalui suatu perundingan untuk
menentukan siapa diantara mereka yang harus berangkat, sebab seorang harus
tinggal di Mansinam, akhirnya membuang undi, dan pilihan jatuh pada Gaissler.
Sehngga ia yang berangkat dengan para pendayung, dan pada tanggal 11 April 1857
ia berhasil menyelamatkan dan menebus 3 orang awak kapal sedang yang seorang
berada di tempat yang jauh, namun setelah mendengar berita bahwa ia telah
meninggal, para bajak laut sudah mengambilnya dan membunuh dengan kejam di
semenanjung Wandamen. Leh sebab itu Gaissler dan para pendayungnya segera
berangkat kembali ke Mansinam. Ketiga awak kapal yang diselamatkan itu, mereka
dalam keadaan sakit dan terus dirawat oleh Ottow dan Gaissler. Sesudah mereka
sembuh lalu mereka berangkat dengan kapal dan tiba dengan selamat di tanah air
mereka (Jerman).
Sebagai
tanda terima kasih kepada enyelamatan anak buah kapal Jerman dimana Pemerintah
Belanda (Den Haag) mendengar bagaimana kedua missionaries Ottow dan
Gaissler mempertaruhkan nyawa dan milik mereka untuk menyelamatkan anak-anak
buah kapal yang karam itu, kepada Ottow dan Gaissler diberikan hadiah kepada
masing-masing sebesra 250 Gulden kepada mereka. Dalam agenda Gaissler menulis,
Mereka merasa bersukacita bahwa sekarang mereka tidak perlu lagi hidup
semata-mata dari uang persembahan Missi/Badan Zending, tetapi dapat hidup dari
gaji Pemerintah Belanda, sehingga mereka lebih leluasa dalam menjalankan tugas.
Manokwari
Kota Administratif (Pemerintah) Tersulung Di Tanah Papua
Kebupaten
Manokwari adalah Kabupaten tersulng di Tanah Papua yang amat penting dalam
sejarah peradaban dan perubahan budaya orang Papua. Oleh karena Kota Manokwari
sebagai pusat penyebaran agama Kristen dan pusat Pemerintahan pertama di Tanah
Papua. Kota Manokwari menjadi start Gereja (Zending) dengan Pemerintahan
Belanda memulai pembangunan semesta (modern) bagi suku bangsa yang mendiami
Tanah Papua. Kemungkinan atas dasar tersebut, orang Biak Numfor
mengabadikan/mengungkapkannya dalam etimologi, dari tiga morfem dasar Mnu,
Kampung- dan kwar, lama + “dia” itu) Kemudian disebut dengan nama Manokwari
yang diartikan dengan ungkapan “Kampung yang didahulukan, tertua, terlama,
dimana dimulainya sebuah peradaban dan budaya asing dalam konteks terang
penyebaran Kekristenan tentang Injil Kristus. Sejarah dengan mencatat sejak
Tokoh Legendaris berkebangsaan Jerman yang pertamakali bergabung dalam missi
Pekabaran Injil Zending (Goissner) Jerman (Heldering Nederland) di Tanah Papua
melalui utusan Missionaris Ottow dan Gaissler yang mulai menginjakkan kaki di
Pulau Mansinam tanggal 5 Februari 1855 dengan doa Sulung mereka, “Dengan Nama
Allah kami menginjak Tanah ini”. Menandakan bahwa pembangunan yang modern di
Tanah Papua sudah dimulai sejak Injil Kristus atau penyebaran Agama Kristen
mulai masuk dan menerangi kegelapan dan kekafiran orang Papua Tempo itu di
Pulau Mansinam Manokwari. Oleh sebab itu, siapapun tidak dapat menyangkal bahwa
hasil karya besar yang diperjuangakan dengan susahpayah oleh para Pekabar Injil
dulu ituah yang setiap suku bangsa dari manapun yang mendiami bumi Telik
Cenderawasih Tanah Papua boleh menikmati dan alami saat ini di era
demokrasi-otonomisasi ini dalam berbagai bidang sektor pembangunan di Tanah
Papua. Dokumen sejarah Pekabaran Injil juga dapat mencatat bahwa atas jasa,
kerja keras dan perjuangan gigih yang panjang yang dilakukan oleh zending
(Gereja) terus menerus dan mendesak pemerintah Belanda untuk segera menetapkan
dan melaksanakan pemerintahan secara definitive d Tanah Papua untuk
menghentikan perlakuan yang betahun-tahun dilakukan oleh Kesultanan Tidore dan Pemerintah
VOC dalam bentuk pembunuhan-perampasan harata benda-penjualan-pembelian budak
pembakaran kampong-kampung penduduk orang Papua dan sesama etnis Papua saat
itu. Oleh sebab itulah kota Manokeari pada tanggal 9 November 1896, Pemerintah
Belanda secara definitive atau resmi memulai sistim Pemerintahan di Tanah
Papua. Dengan demikian secara resmi di Kota Manokwarilah pihak Pemerintah
Belanda ertama kali memulai system pemerintahannya untuk membangun orang Papua
menuju kehidupan modern.
Sumber : www.manokwarikab.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!