REALITAS DAN HARAPAN KEPADA-MU IBU PERTIWI ABENONG APLIM APOM
Ketika perkembangan pengaruh IPTEK “masuknya
budaya luar di tanah Papua dan Pegunungan Bintang khususnya, hendak menikam
hati manusia yang penuh dengan kejeniusan, kepolosan berpikir, kesejahteraan
hidup alamiah, kenormalan fisik alamiah itu sedang mengalami kemunduran.
Semakin hilang-hilang dan akan punah. Kehidupan manusia Apyim Apom merupakan
sebuah misteri dan sangat perlu pengkajian secara mendalam dan oleh manusia
Apyim Apom. Tetapi manusia Apyim Apom harus mengakui dengan sadar atas apa saja
yang dialami dan diperbuatnya saat ini? Sebagian besar manusia hedonis di
planet bumi ini dengan seenaknya merampas, mengambil dan akan membawa pergi
sejumlah sumber daya dengan sejuta tipumuslihatnya. Rakyatku masih hidup di
bawah garis ketertinggalan dari pendidikan, ekonomi, social, politik, HAM, dan
bidang lainnya. Yang lebih memprihatinkan akhir-akhir ini adalah degradasi
nilai-nilai culture, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, penghargaan terhadap
sesama dalam pekerjaan/jabatan tertentu dengan bukti konkrit adalah
bongkar pasangnya barisan DPR yang notabene wakil rakyat. Fenomena ini bisa
dikatakan sebagai representasi dari sejumlah masalah pribadi dan kelompok yang
dimungkinkan kemudian memporak porandakan tatanan hidup manusia masyarakat
Apyim Apom. Fenomena yang terjadi saat ini juga akan membawa dampak bagi generasi
muda sekarang dalam menentukan arah pembangunan untuk 10-20 tahun mendatang.
Sangat jelas bahwa para pejabat pemerintahan kita ini sudah mengalami
inkonsistensi dalam praktek jabatan negara. Hal ini juga dialami daerah-daerah
lain di seluruh tanah Papua. Kalau begitu apa bentuk kepedulian generasi muda
Apyim Apom terhadap keadaan ini?. Kabupaten Pegunungan Bintang memang
menawarkan sejuta harapan demi perwujudan pembangunan yang sehat dan dinamis.
Kabupaten ini hadir untuk melakukan kegiatan pemerdekaan demi pembebasan
manusia dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik sesuai
kebutuhan daerah sebagaimana daerah lain di Indonesia dan dunia. Tetapi
kenyataan dilapangan berkata lain. Setiap orang mengatakan “ingin menjadi
tuan di atas tanah sendiri” tetapi perkataan itu belum diwujudkan dalam
perbuatannya. Cara-cara seperti inilah yang turut menentukan ketidaksinergisan
hubungan kerja sama antarsesama, antar keluarga, antar suku, bahkan terjadi misscomunication
and missunderstanding antar orang-orang di lembaga pemerintahan. Setiap
orang terus berbuat apa saja sesuka hatinya tanpa memikirkan keselematan akan
diri, keluarga, sesama (menerima wujud kutukan dari Tuhan). Manusia masyarakat
awam, anak-anak, pemuda, dan para intelek Pegunungan Bintang sepertinya sedang
mengalami kelumpuhan total tanpa sadar diri. Bukti-bukti konkrit yang kita bisa
saksikan sendiri di lapangan seperti perebutan partai-partai politik dan
lokasi-lokasi pencari suara secara tidak demokratis, pembuatan perjanjian kerjasama
dengan lembaga-lembaga tertentu dengan setengah hati sehingga dipertanyakan
oleh pengelola lembaga terkait. Keberadaan/kehadiran para pemimpin daerah di
Oksibil sangat jarang dan menghabiskan waktu di kota dengan berbagai alasan
yang kemudian menjadi bahan cerita masyarakat awam, dan setumpuk masalah
lainnya. Lalu, muncul pertanyaan mendasar, mengapa manusia Apyim Apom
berperilaku demikian? Siapa yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini?
Apakah ada jalan yang bisa mempersatukan semua komponen masyarakat ini? Tanpa
kita sadari, kondisi ini dapat membutakan matahati kita, kemurnian berpikir
kita, kesejahteraan hidup alamiah kita, yang merupakan pembunuhan karakter
manusia Apyim Apom yang selalu mengagung-agungkan kemana-mana oleh para elit
politik daerah selama ini. Di Apyim Apom tersedia sejumlah kekayaan alam yang melimpah, diantaranya
bahan mineral, hasil hutan, dan potensi manusia yang belum tergali secara baik
lewat pendidikan yang memanusiakan. Sementara orang-orang dari berbagai belahan dunia
sedang menyusun strategi untuk mencari nafkah di tempat ini. Pemerintah
Indonesia turut mendorong hal ini dengan pemberian sebuah kabupaten otonomi
khusus sebagai ajang bisnis Nasional dan Internasional. Mengapa? Satu hal yang
harus diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat bahwa Pegunungan Bintang
merupakan salah satu kabupaten yang ditargetkan untuk membangun pusat-pusat
pengembangan ekonomi dan perdagangan untuk Asia Pasifik. Pusat pengembangan
perekonomian dan perdagangan tersebut adalah distrik Teiraplu-Bias-Mot-Batom-Okyop-Warasamol-Yapsi-Tumorbil-Sundown
province-Okbontenam-Kawor-Arimtap-Iwur-Okbape-Siradala dijadikan jalur
perdagangan Internasional yang mempunyai dampak paling besar bagi tatanan hidup
manusia masyarakat Apyim Apom. Proyek terbesar ialah pembukaan tambang emas di
Bonai/Denom Patik dan Minyak bumi di Siradala. Perkembangan isue-isue seperti
ini saya yakin sebagian besar pejabat dan masyarakat kita belum memahami dan
menyadari sampai tingkat ini sehingga penting dibicarakan melalui kegiatan-kegiatan
ilmiah dan forum resmi menghasilkan sebuah kesepakatan.
Manusia dan
realitas budaya Apyim Apom saat ini semakin terabaikan dan lebih mengiakan
orang luar dan mengagungkan budaya modern yang sebetulnya turut mematikan
potensi alamiah yang ada. Maka diharapkan generasi muda harus membaca dan
memahami situasi ini dengan seksama dan melakukan tindakan-tindakan konkrit
yang memihak, seperti kreative dalam mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah. Tetapi
kenyataan berkata lain. Generasi muda saat ini juga berkembang dengan egonya
seperti tidak perduli dengan budayanya sebagai pijakan dalam mengembangkan
seluruh kemampuannya dan untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia
Apyim Apom sejati. Penemuan jati diri seseorang tidak lain adalah lewat BELAJAR
bersama siapa, dimana, kapan saja, dan dengan sumber yang tepat.
Berbicara tentang jati diri berarti berbicara tentang adat-istiadat dan budaya
sebagai satu kesatuan yang kemudian membentuk kepribadian setiap orang. Orang
yang memahami nilai-nilai adat dan budayanya, ia dapat mengaktualisasikan
seluruh potensi dirinya secara baik di dalam kehidupan sehari-hari. Semestinya
setiap orang menyadari sungguh bahwa adat-budaya merupakan dasar pengakuan dan
pengaktualisasian diri manusia sebagai pribadi yang sungguh unik. Ketika
seorang manusia berbicara atas alanya (adatnya) sendiri, maka nilai-nilai
kemanusiaan pun tumbuh dan dirasakan oleh sesamanya. Oleh sebab itu, generasi
muda harus belajar banyak tentang adat-budaya kita. Misalnya bahasa daerah
Ngaum, Ketengban, Morob, Kabom, Lepki, Kimki, Una. Berdasarkan kondisi ini,
yang perlu dilakukan manusia masyarakat Pegunungan Bintang adalah
menyelenggarakan pendidikan kontektual atau pendidikan hadap masalah dari
pendidikan informal, nonformal, dan formal secara kontinyu pada lintas
generasi. Menurut hemat saya, yang harus mendaptkan perhatian serius adalah
pendidikan informal yaitu lingkungan keluarga. Pendidikan adalah jalan pembebasan manusia
Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari
berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Untuk itu, pendidikan dipahami
sebagai tolok ukur perwujudan seluruh aspek kehidupan manusia. Pendidikan terus
dilaksanakan secara kontinyu bagi lintas generasi di negeri ini. Menurut Paulo
Freire (2002:12-23), pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan,
kebodohan sampai kepada ketertinggalan. Oleh karena manusia sebagai pusat
pendidikan, maka manusia harus menjadikan alat pembebesan untuk mengantarkan
manusia menjadi makhluk yang bermartabat.
Pembicaraan tentang kebebasan menjadi tidak
relevan apabila tidak ada korelasinya dengan kehidupan bersama. Mangunwijaya (1994:113)
mengatakan semua negara yang beradab dan demokratis mengakui hak primer
pendidikan. Maka pendidikan sebagai hak primer harus menjadi proses dialektis
antarmanusia, karena sejak lahir manusia sudah diberikan bekal pendidikan oleh
orang tua di rumah kemudian mendapat pendidikan dalam lingkungan sekolah dan
akhirnya manusia menemukan pendidikan dari proses interaksi sosial dengan
lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam proses ini sebagai suatu pembentukan
kepribadian dan pengembangan seseorang sebagai makhluk individu, sosial,
susila, dan makhluk keagamaan. Pendidikan pada tataran ini harus mampu
menyadarkan dan mempengaruhi masyarakat agar pendidikan sebagai salah satu
pelaksana misi masyarakat, maka sejumlah perangkatnya diperuntukkan sesuai
dengan kebutuhkkan masyarakat.
Sistem pendidikan
biasanya dibentuk sesuai dengan pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.
Apabila pandangan hidup suatu masyarakat terbuka maka akan lebih mudah
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman dan dalam sistem
pendidikan akan banyak memberikan kesempatan kepada generasi baru untuk
mengembangkan dan mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan zaman yang
selalu berubah. Bagi sebagian negara berkembang kadang kala ada yang menjauhi
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dalam sistem pendidikan karena
teknologi masih dianggap dapat merusak tatanan tradisional yang telah ada atau
mereka lebih memilih sistem pendidikan yang dualistik yaitu di satu sisi
pendidikan diarahkan kepada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna
memajukan kesejahteraan masyarakat, disisi lain mereka menolak ilmu pengetahuan
dan tekonologi modern. Menurut Bastian (2002:13-18), dengan adanya dualisme
sistem pendidikan nasional seperti ini, persatuan dan kesatuan nasional bangsa
menjadi rawan serta tidak mendukung bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional
secara utuh. Oleh karena itu, peningkatan kualitas seluruh masyarakat dalam
suatu negara harus menjadi prioritas utama agar tercapai cita-cita meskipun
belakangan ini banyak problem yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia
yaitu rendahnya mutu dan buruknya menejemen pendidikan.
Freire mengatakan konsep
pendidikan harus terbuka pada pengenalan realitas diri, praktik pendidikan
harus mengimplikasikan konsep tentang manusia dan dunianya agar mansuia menjadi
subjek dari dirinya sendiri (Paulo Freire, 2002:82). Pendidikan hadap masalah (problem
posing of education) yaitu mendorong dialog antara guru dengan murid, suatu
proses pendidikan yang mampu mendorong peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan dan menentang staus quo. Pendidikan demikian berupaya
mengintegrasikan realitas sosial ke dalam pendidikan agar pendidikan mampu
melakukan perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat dan masyarakat yang
berpendidikan tidak gampang tersingkir dari akar budaya masyarakatnya sendiri
maupun pengaruh budaya yang datang dari luar. Pendidikan seperti
ini tidak sungguh-sungguh dilakukan di Indonesia, justru yang terjadi
adalah pendidikan bersifat otoriter. Tugas utama pendidikan semestinya adalah
berupaya melakukan refleksi kritis terhadap sistem yang tengah berlaku dalam
masyarakat, serta menentang sistem tersebut untuk memikirkan sistem alternatif
ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Freire dan
Mangunwijaya mencita-citakan agar pendidikan menjadi alat pembebasan bagi semua
masyarakat karena menurut mereka pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk
mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis terhadap transformasi
sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah memanusiakan kembali manusia
yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil, maka
kehadiran konsep pendidikan hadap maslaah Freire dan Mangunwijaya dalam dunia
pendidikan diharapakan dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pendidikan pada hakikatnya
merupakan suatu transfer pengetahuan dari semua bentuk kejadian di dunia dari
makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup lain, dan nantinya akan mempengaruhi
proses kehidupan makhluk hidup tersebut. Pendidikan adalah kebutuhan dasar
(basic need) hidup manusia. Pendidikan juga merupakan salah satu bagian dari
hak asasi manusia. Pendidikan bertujuan memberikan kemerdekaan kepada manusia
dalam mempertahankan hidupnya. Pendidikan dalam tataran demikian berusaha untuk
membentuk sosok manusia yang memberikan kontribusi bagi manusia menuju
tercapainya hakikat kehidupannya, sesuai dengan tranfer pengetahuan yang
dialaminya. Pendidikan semestinya harus bebas dari pembengkoka, penenggelaman
fakta secara sengaja karena seluruh pendidikan memuat sejumlah besar “penanaman”
arah kesadaran manusia. Pendidikan dalam situasi demikian harus mampu
mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan serta ketrampilan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya sebagai bagian dari hasil suatu perubahan
dalam dunia pendidikan. Perubahan yang terjadi sekurang-kurangnya harus dapat
membantu manusia menjadi manusia yang mandiri (Drost, 1998:74). Karena kualitas
kemandirian adalah ciri yang diperlukan manusia sebagai syarat penting dalam
menanamkan kemampuan berpikir dan berkepribadian (Salim, 1991:33-34).
Pendidikan bagi manusia adalah proses seumur hidup dan diwujudkan atas dasar
tujuan yang luas. Menurut Driyarkara, untuk membentuk generasi muda, sentuhan
dari orang tua sangat diperlukan karena orang tualah yang mempunyai tanggung
jawab mendidik anaknnya agar berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh.
Pendidikan ini harus dilakukan dengan cinta kasih. Penyelenggaraan pendidikan
di Pegunungan Bintang harus kontektual dan yang membebaskan manusia dari
ketidaktahuan akan dirinya dan lingkungannya. Mendidik-membimbing setiap orang
memahami dimensi-dimensi kemanusiaannya antara lain keindividualan
(individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas), keberagamaan
(religiusitas). Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki
ada pada manusia disuatu segi dan di segi lain sebagai sesuatu yang dapat
dikembangkan untuk mencapai manusia seutuhnya. Untuk menuju pada manusia utuh
tentunya membutuhkan waktu atau proses yang panjang di dalam lingkungan dan
bersama manusia dewasa yang sudah memiliki keempat dimensi manusia tersebut.
Proses itu adalah pendidikan seumur hidup “Long life education”.
Pendidikan bagi mansuia Apyim Apom adalah jalan yang tepat dan pasti sudah,
sedang, dan akan membebaskan setiap individu dari ketidaktahuannya untuk
berkembang secara utuh. Menurut Prof. Prayitno, manusia seutuhnya adalah
manusia yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi
dirinya sendiri dan bagi lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi
yang ada pada dirinya (dimensi keindividualan), seiring dengan pengembangan
suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan) sesuai
dengan ketentuan dan aturan yang berlaku (dimensi kesusilaan) dan segala
sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas segenap aspek
kehidupannya di dunia terhadap kehidupan di akhirat (dimensi keagamaan). Sangat perlu dipahami dan disadari bahwa
setiap manusia mempunyai keinginan, cita-cita, impian yang besar dalam
mengembangkan seluruh potensi (kemampuan) yang dimiliki secara utuh, tetapi
belum bisa diwujudkan dengan baik dalam waktu yang ditargetkan. Mengapa? Ada
sejumlah kemungkinan yang menjadikan faktor penyebabnya yaitu (1) faktor
internal adalah pengetahuan seseorang terhadap diri sendiri dan lingkungan
karena belum berpendidikan secara baik walau sarjana sekalipun atau tidak
pernah menempuh pendidikan informal sama sekali; (2) faktor eksternal yaitu
semua aktivitas yang terjadi dalam lingkungan hidup seseorang membuat seluruh
potensi diri manusia itu tidak berkembang secara optimal dan utuh. Contohnya
adalah sistem dan pola pendidikan sekolah tertentu yang tidak mampu
memerdekakan seorang individu yang sedang berkembang dalam berbagai aspek
dirinya. Walau bagaimana pun juga seluruh kemampuan manusia individu berkembang
secara utuh apabila mendapatkan pendidikan yang benar dan bertanggung jawab
demi pembebasan.
Jika berbagai faktor penghambat ini tidak
dibenahi secara menyeluruh melalui penyelenggaraan pendidikan formal yang
benar, seperti pendidikan sekolah berpola asrama atau sejenisnya maka
perkembangan keutuhan potensi diri manusia itu menjadi stagnan. Lalu yang
muncul kemudian adalah manusia-manusia karbitan yang tidak mampu memanusiakan
manusia insani secara terus meneruas. Maka bagi kita, manusia Apyim Apom Papua
sangat perlu mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar atau kegiatan
serupa lainnya untuk memperjelas pola pandang dan mempertajam potensi diri
masing-masing dan mengajak sesama manusia Papua melakukan kegiatan pembebasan
menyeluruh secara bertahap. Perlu kita sadari bahwa untuk melakukan suatu
perubahan dalam situasi apa pun diperlukan pendidikan yang benar dan
membutuhkan proses , maka harus menanggung resiko juga mencucurkan air mata dan
keringat.
Manusia memanusiakan manusia adalah prinsip
dasar penerapan ilmu bimbingan yang sudah dimiliki oleh nenek moyang manusia
Apyim Apom yang belum dilihat secara baik oleh generasi sekarang karena model
pembelajaran yang terjadi sampai sekarang. Wujud ilmu bimbingan seperti
filsafat hidup nenek moyang orang Apyim Apom yang belum tentu dimiliki
generasai sekarang. Contoh kongkritnya ialah (1) pendidikan inisiasi-pendidikan
penanaman nilai-nilai hidup manusia; (2) cara berpikir dan bersikap dalam
situasi tertentu; (3) bagaimana bersikap terhadap orang lain; (4) cara membuat
sebuah rumah yang benar; (5) cara membuat pagar kebun secara benar; (6) cara
melahirkan anak secara benar; (7) cara perkawinan yang benar; (8) mendidik anak
secara benar; dan sebagainya. Konteks pendidikan seperti ini sudah tentu masuk
dalam kajian ilmu bimbingan atau psikologi pendidikan. Nah, bagaimana dengan
kehidupan manusia sekarang? Manusia Papua dan khususnya Apyim Apom saat ini
mengalami degradasi nilai-nilai culture sebagai landasan hidupnya karena belum
sepenuhnya mendapatkan bimbingan. Bukti konkrit yaitu sebagian besar anak yang
lahir dan dibesarkan di kota atau daerah lain tidak memiliki budaya orang
tuanya dan menganggap budaya orang lain lebih baik, misalnya merasa jijik
bila mengunakan pakaian tradisional dan sikap-sikap apatis lainnya yang tidak
mencerminkan sebagai manusia Papua APLIM APOM. Sejumlah sikap dan
pandangan di atas disebabkan karena: (1) sebagian besar orang tua tidak
mendapatkan pendidikan formal secara baik dan benar; (2) para orang tua
membimbing anak tidak sesuai dengan budayanya atau mendidik ala Apyim Apom
dengan menganggap budaya luar lebih baik adanya; (3) mangajarkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ibu. Pola pandang seperti ini sudah sangat keliru
sehingga perlu mengadakan kajian-kajian khusus secara ilmiah dan membimbing
setiap orang untuk mengembalikan identitas dirinya dan begitu pula bagi semua
suku bangsa yang ada di seluruh Papua seperti beberapa tulisan oleh generasi
potensial manusia MEE Papua, contoh tulisan Titus Chris Pekei tentang MANUSIA
MEE. Buku ini sebetulnya sebagai inspirasi bagi generasi muda
Papua.
Berbicara tentang pendidikan Pegunungan
Bintang tentu adalah tanggung jawab pemerintah dengan “hanya satu cara”
membantu membebaskan masyarakatnya yaitu mengalokasikan dana sesuai kebutuhan
pendidikan. Diperkirakan 15-20 Milyar per-tahun. Untuk apa dana sebesar
itu?
1. Menyiapkan lokasi penempatan sekolah: SD,
SMP, SMK/SMA sesuai dengan kondisi potensi wilayah dan aksesibilitasnya. Membangun
sekolah-sekolah berbasis lokalitas. Artinya menyelenggarakan pendidikan yang
kontektual, mendidik manusia muda berdasarkan apa yang ada dilingkungannya,
praktek pendidikan modern berbasis budaya Apyim Apom. Pendidikan
sekolah-sekolah tersebut harus dijadikan pendidikan berpola asrama dan inilah
ciri khas pendidikan nenek moyang manusia Apyim Apom. Sekolah-sekolah tersebut
diantaranya adalah SMK Swasta distrik Batom, satu SMA/SMK Negeri dan satu SMA
swasta di Oksibil, satu SMA swasta di distrik Teiraplu, satu SMA Swasta di
distrik Eipumek, satu SMK Pertanian di distrik Iwur. Seminari tingkat Dasar
dan Menengah di Distrik Okyip-Okaom/Warasamol. Semua sekolah yang ada harus
dibangun sesuai dengan kondisi potensi wilayah dan prospek lapangan kerja,
sesuai dengan kebutuhan daerah. Selanjutnya SMP di setiap distrik cukup satu
dan SD maksimal 4 dengan pembagian tiga SD 3 kelas dan satu SD 6 kelas. Untuk
SD yang 6 kelas harus berpolakan asrama. Hal ini dimaksudkan perampingan,
efektivitas dan efisiensi alokasi dana pendidikan.
2.
Darimana dana pendidikan didapatkan? Dana APBDN dan APBN. Selanjutnya, untuk
siapa tambang emas dan minyak bumi di Apyim Apom itu akan dioperasikan?
Diharapkan hasil tambang sekitar 10% khusus pengembangan pendidikan formal dari
tingkat basic sampai tingkat perguruan tinggi dan pembangunan sekolah-sekolah
bertaraf Internasioanl. Langkah seperti ini dilakukan dari tahun sekarang, saya
yakin anak-anak dari generasi kita pasti akan bersekolah di luar negeri. Kita
bisa menduga setelah 15 tahun dari sekarang orang Apyim Apom-Lim Dam mampu
membawa perubahan di tanah Papua apabila pemerintah daerah mau mengambil
kebijakan secara serius. Mengapa? Karena sudah ada otonomi khusus. Secara
umum bahwa kelemahan mendasar negara ini adalah penerapan sistem pendidikan
nasional membuat setiap suku bangsa di nusantara ini tidak bebas
menyelenggarakan pendidikan hadap masalah model Paulo Freire di Brazil dan
Mangunwijaya di Jawa (untuk kalangan khusus). Perlu pahami baik bahwa sistem
pendidikan Indonesia adalah hasil adopsi Amerika, Belanda, dan Jepang yang
justru otoriter-sistem pendidikan mendikte. Akibatnya di seluruh nusantara ini
dan khusus tanah Papua tidak dibangun sekolah sesuai budaya-karakteristik
manusia suku-suku yang ada. Para pemimpin daerah dari tahun ke tahun sampai
saat ini pun masih membeo pada sistem pendidikan yang kaku dan yang mematikan
jiwa-jiwa manusia itu.
3. Mengadakan Asrama putra
dan putri yang bertanggung jawab di beberapa kota studi sebagai basis
pembelajaran generasi muda Apyim Apom. Berdasarkan pengamatan saya selama 6
tahun di tanah jawa bahwa sejumlah asrama mahasiswa yang diadakan pemerintah
daerah Papua rata-rata tidak melalui cara yang benar, lalau masyarakat
setempat tidak menerima dengan baik apabila ada pengadaan asrama orang Papua di
lingkungannya misalnya di Yogyakarta. Asrama tersebut harus menyiapkan tenaga
pembina sekaligus oleh pemerintah daerah, karena mahasiswa adalah aset daerah
yang harus dibina secara kontinyu. Kiranya langkah-langkah semacam ini perlu
dilakukan oleh pemerintah daerah Pegunungan Bintang. Dengan maksud mahasiswa
tetap terjamin dari sisi keamanan, ekonomi atau masalah-masalah hidup praktis
lainnya. Pikiran seperti ini merupakan salah tugas mahasiswa yang perlu
disampaikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Mahasiswa semestinya
mengamati situasi kota dimana dia berada dan memberikan informasi baru kepada
pemerintah daerah melalui instansi yang ada. Supaya mampu melihat secara
objektif dan mempunyai rencana kerja secara kontinyu. Kenyataan bahwa
pemerintah daerah selama ini tidak pernah meminta informasi, permintaan semacam
ini kepada mahasiswa dengan alasan tidak logis hanya untuk menghabiskan waktu,
uang dan lainnya. Misalnya informasi kelanjutan pendidikan bagi putra daerah
yang berprestasi di kota studi tertentu, cukup pemerintah daerah memberikan
tanggung jawab kepada wadah mahasiswa yang ada.
4. Memfasilitasi mahasiswa
Apyim Apom-Lim Dam Se-Indonesia untuk berbicara, merumuskan filosofi manusia,
identitas diri, memperjelas integritas dan arah mahasiswa yaitu menyepakati
nama, logo, cap, bendera kebesaran/panji, AD/ART organisasi dan lain-lain untuk
generasi mendatang melalui Mubes atau Konggres I di Jayapura. Hasil perumusan
itu disahkan oleh pemimpin pemerintah daerah dan diberlakukan atribut
organisasi yang satu dan sama di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Sejauh
pengamatan saya bahwa terobosan seperti ini belum pernah dibuat oleh berbagai
perkumpulan mahasiswa dari berbagai kabupaten bahkan provinsi di Indonesia
sehingga saya tergerak hati untuk menuliskan ini. Saya harus bertnya. Beranikah
mahasiswa Pegunungan Bintang baru melangkah satu langkah tetapi sekaligus
membuat sejarah baru di Republik ini?
5. Membenahi Asrama putera
dan putri dan mengadakan beberapa fasilitas penunjang belajar untuk pelajar dan
mahasiswa masyarakat Pegunungan Bintang di Jayapura, diantaranya mengadakan dua
buah bus untuk mempermudah aktivitas para pelajar mahasiswa khususnya. Yang
berikut mengadakan 4 buah kendaraan umum untuk mempermudah menanggulangi biaya
studi dan biaya hidup pelajar mahasiswa di Jayapura dari hasil penarikan setiap
hari dan dari hasil ini bisa diberikan perorang dalam bentuk beasiswa. Hemat
saya, langkah ini sangat membantu pemerintah daerah dan orangtua anak sehingga
tidak harus mengeluarkan dana pada tahun anggaran selanjutnya untuk kota studi
Jayapura maupun kota studi lain. Asalkan ada peraturan pemerintah daerah yang tegas
dan bertanggung jawab. Saya yakin terobosan ini dilakukan dari tahun ini maka
sudah mulai mengurangi beban biaya studi untuk jangka waktu 10 tahun mendatang.
Sehingga dalam jangka waktu 10 tahun dana terbesar dialokasikan untuk
pembangungan infrasturktur, kesehatan, ekonomi, social-budaya dan memperhatikan
kesejahteraan hidup para pegawai. Ini bisa terwujud dalam 8-10 tahun dari sekarang, apabila pejabat
Pegunungan Bintang berada di satu barisan.
6. Mengadakan kerja sama
(MoU) dengan beberapa PT di Indonesia dan dengan fakultas tertentu sesuai
kebutuhkan daerah terkeculai Universitas Sanata Dharma. Misalanya Universitas
Atma Jaya, UNY dan UGM Yogyakarta, Atma Jaya Jakarta, Atma Jaya Ujung Pandang,
Unika Sugidjapranoto Semarang, Universitas Parahiyangan dan UPI Bandung, Unika
Surabaya, Unika Malang, Universitas Trisakti, Universitas Indonesia, Taruma
Negara dan dua sekolah tinggi Penerbangan Jakarta, ITB, ITS, Universita
Hangtua, Universitas Erlangga Surabaya dan lainnya.
7.
Mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi yang konsentrasinya bidang pada
keguruan/dosen. Mengapa? Guru dosen adalah unsur pokok kemajuan suatu
wilayah bahkan negara. Guru merupakan tolok ukur kesiapan Sumber Daya Manusia.
Fakta penelitian UNESCO-PBB menunjukkan bahwa kesiapan Sumber Daya Manusia
Indonesia mendapat urutan paling terakhir dari 200 negara di dunia (kompas,2003),
karena kurang adanya keseriusan pemerintah terhadap guru/dosen. Nah, pemerintah
Pegunungan Bintang bercermin pada keadaan ini secara jelih. Saya mempunyai
harapan bahwa 15-20 tahun dari sekarang di kabupaten Pegunungan Bintang harus
ada sekolah-sekolah berprestasi yang menopang pendirian Universitas yang bisa
dijadikan Universitas ternama di Indonesia bahkan dunia. Tanpa kompromi
pemerintah harus melihat pendidikan sebagai jalan pembebasan mansuia Apyim
Apom. Apyim Apom perlu belajar dari pengalaman Jepang setelah di bom atom oleh
Amerika Serikat. Ketika (1945), perdana menteri Hiro Hito sempat tiarap di
bawah golong rumahnya dan kemudian mengumpulkan sisa-sisa penduduk lalu
bertanya, Berapa guru yang masih hidup? Hiro Hito adalah salah satu
pemimpin sejati yang memahami makna manusia yang sesungguhnya, maka dalam
kondisi yang tidak bisa berkata-kata itu, dia berani berdiri di atas tulang
belulang dan menyerukan “Sinarilah Ngereriku Sang Matahari karena Aku mau
mencari kekayaanku yang hilang”. Kemudian dia melakukan
kebijakan-kebiajakan. Kebijakan pertama adalah mengeluarkan undang-undang guru
yang tegas, bertanggung jawab dan menitipkan anak bangsa di berbagai negara
maju sesuai kebutuhan negaranya, beberapa tahun kemudian pelonjakkan SDM negara
Jepang mendapat urutan kedua di dunia.
8. Menitipkan siswa-siswa berprestasi dari
tingkat SD, SMP, SMU di sekolah-sekolah berpola Asrama yang berhasil baik di
Indonesia. Misalnya, Debrito, Stella Duce 1 dan 2, Santa Maria, sekolah-sekolah
Kanisius, Seminari Mertoyudan di Yogykarta, Seminari Mata loco, Seminari
Labuan Bajo, Semianri Kisol dan Letapiret di daratan flores), seminari Gonzaga,
SMA St Ursula, SMU St Lucia Jakarta, SMA St. Agustinus Sorong, SMU Lecoq,d
Armanville Nabire dan SMU Teruna Bakti Waena. Saya yakin sekolah-sekolah ini
lambat laun akan menyiapkan orang yang kita harapkan yaitu orang yang memiliki
hati, kritis dan mampu beradaptasi serta bersaing secara sehat dengan orang
lain di masa Global. Tentu harus bekerja sama dengan lembaga swasta yang ada
di daerah, Protestan dan Katolik.
9.
Semua hal menyangkut pendidikan maupun bidang lain akan berjalan-terwujud
apabila Eksekutif dan Legislatif membuat peraturan daerah secara benar-jelas
dan bertanggung jawab. Unsur yang mungkin menjadi kelemahan mendsar para
pengambil kebijakan adalah kurang nampaknya sikap keterbukaan, kejujuran, dan
kedisiplinan dalam kerja. Fenomena ini sudah sangat nampak dari keberadaan para
pejabat saat ini. Perlu disadari bahwa manusia yang memahami dirinya tentu
berani membangun kekuatan dan menghancurkan segala yang tidak jelas ketika itu
juga sekalipun jumlahnya sedikit. Bagimu…ibu pertiwi kaum intelek Pegunungan
Bintang Papua bangunlah persaudaraan sejati sejak dini yang pernah dibangun
nenek moyang kita. Menjadikan satu persepi menyelamatkan semua aset yang
tersimpan di alam Apyim Apom sebelum generasiku mati. Wujudkankanlah filosofi
manusia Apyim Apom lewat basic pendidikan formal yang benar dan
bertangung jawab. Sumber daya manusia yang belum tergali adalah aset dan harus terus
digali lewat pendidikan yang sungguh-sungguh membebaskan seorang individu.
Kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas baik dapat mengunakan sumber daya
alam secara baik sesuai kebutuhannya. Pendidikan model Swasta-Jaman
Belanda cocok untuk mengangkat harkat dan martabat mansuia. Pendidikan adalah
alat pembebasan dari berbagai ketertinggalan. Pendidikan ada untuk menemukan
ala setiap manusia yang belum tergali secara sadar. Pendidikan menjadikan
manusia unggul (magis) dalam setiap aspek dirinya untuk membangun kehidupan. Maka rekomendasi konkrtit dari tulisan ini
adalah:
1. Hubungan (komunikasi)
antar para pejabat Eksekutif dan Legislatif, lembaga swasta dengan berbagai
elemen masyrakat di seluruh Indonesia sangat amat penting dibangun kembali.
Pembuatan PERDA yang benar-benar memperhatikan kearifan lokal, termasuk
pendidikan formal berpola asrama adalah satu hal yang penting dan mendesak.
Dana dapat dianggarkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan melalui dinas terkait
dengan pengawasan dan evaluasi terkontrol harus dilakukan secara kontinyu.
Pendanaan seperti ini harus ditetapkan dari APBD yang transparan dalam
menyalurkan adalah yang penting dalam kelancarannya.
2. Kabupaten Ayim Apom
(otonomi khusus) menawarkan sejuta harapan membangun segala aspek pembangunan.
Salah satunya adalah pendidikan, maka pemerintah harus membangun pendidikan
formal yang bisa menyelamatkan semua potensi yang ada dan harus menghindari
model pendidikan yang menghasilkan kelompok manusia yang bisa menggadaikan
potensi manusia dan alam Apyim Apom. Pemerintah mesti membangun-membenahi lebih
dahulu sekolah-sekolah perintis sebagai peletak dasar manusia Pegunungan
Bintang. Persentase dana pendidikan per-tahun harus diikat dengan PERDA yang
dapat dikontrol dan evalusi secara serius. Selanjutnya harus ada peraturan
daerah khusus bagi guru dan dosen yang bertugas di kabupaten Pegunungan
Bintang, yang merupakan tolok ukur kesiapan sumber daya manusia berkualitas
baik mewujudkan aspek pembangunan lainnya. Pemerintah segera tinjau
kembali dan pertanyakan praktek pendidikan part time (setengah hati) yang tentu
menghabiskan jutaan rupiah, yang kemudian bisa memperparah proses pembangunan
SDM Pegunungan Bintang. Bagi para pegawai negeri sipil, perlu menyediakan dana
khusus untuk menempuh pendidikan di Universitas tertentu sesuai dengan
ketentuan akademik, supaya menjadi profeional dalam bidangnya. Selanjutnya
perampingan sekolah-sekolah sebagai basis pengembangan pendidikan berprestasi
adalah sangat penting.
3. Mengadakan kerja sama (MoU) dengan berbagai
perguruan tinggi di Indonesia dengan fakultas tertentu sesuai kebutuhan daerah
adalah sangat penting. Perlu adanya praktek pendidikan kontektual ”Pendidikan
Hadap Masalah-Paulo Freire & Mangunwijaya)”. Selanjutnya menitipkan
siswa/i di sekolah-sekolah berpola asrama di Indonesia adalah sangat penting.
Membangun dan membenahi asrama putra dan putri di berbagai kota studi di
Indonesia sebagai basis pembelajaran dengan tim pembina menetap dari pemerintah
daerah (PNS). Selanjutnya memfasilitasi mahasiswa Apyim Apom-Lim Dam
Se-Indonesia berbicara, merumuskan filosofi manusia muda, identitas diri,
memperjelas integritas dan arah mahasiswa yakni menyepakati nama, logo, cap,
bendera kebesaran/panji, AD/ART organisasi lewat Konggres I di Jayapura. Hasil
perumusan disahkan pemerintah kabupaten dan diberlakukan hanya satu dan yang
sama di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Beranikah mahasiswa Pegunungan
Bintang baru melangkah satu langkah tetapi sekaligus membuat sejarah baru di
Republik ini?
Semoga saja para generasi muda terus berjuang
dan menyuarakan kepada para pengemban pembangunan di negeri-ku untuk menjadikan
pertanyaan Hiro Hito sebagai inspirasi saat ini. Ketika negerinya (Hirosima dan
Nagasaki) di Bom Atom, lalu tidak berdaya tetapi kemudian bangkit dan
menyerukan kepada sisa penduduknya. Ia mengajukan hanya satu pertanyaan: BERAPA
GURU YANG MASIH HIDUP? Mari kita baca betapa keberhasilan negeri berjulukan
matahari terbit saat ini. Pernyataan Diskusi . Guru beralih profesi, gedung-gedung sekolah
tidak tertata, siswa menunggu kedatangan gurunya, jumlah
pelajar-mahasiswa-pencaker semakin meningkat dan meningkat pula utang di
lembaga-lembaga pendidikan dan institusi lain di negeri ini, para perawat
beralih profesi, orang sakit dan yang tidak sehat semkain meningkat, dan
seterusnya…Bukankah kondisi ini merupakan representasi ketidaksepahaman-satu
pikiran pemimpin daerah mengendalikan proses pembangunan yang sehat dan
dinamis? Bukankah ini merupakan sebuah kegagalan pemimpin menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas baik melalui pendidikan?
Refrensi
M. Yunus Firdaus, 2004. Freire Paulo &
Mangunwijaya Y.B. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial: Yogyakata. Logung
Pustaka
Pengasuh Majalah Basis,
1980. Diryarkara tentang Pendidikan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Prof. Dr. Prayitno,
1998. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Kerja sama DEPDIKNAS dan Rineka Cipta:
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!