BAGIAN PERTAMA
Tujuan utama adanya pemerintahan Kabupaten
Pegunungan Bintang adalah bentuk pengakuan Pemerintah Republik
Indonesia terhadap eksistensi manusia dan segala isi alam semesta. Untuk mengakui
dan mereposisi eksistensi manusia, suku bangsa yang sudah ada sejak dahulu kala
dan yang telah memiliki otoritas tanah dari leluhurnya secara turun temurun. Dari ratusan suku bangsa di Papua sebagian
besar terdapat di wilayah kabupaten ini. Suku bangsa OK dan Suku ME sebagai
suku terbesar dengan otoritas wilayah cukup besar di poros (centre) pulau Papua yang terbentang dari
Sorong sampai Samarai wilayah negara Papua New Guinea. Suku bangsa OK mendiami
mulai dari ibukota kabupaten dan menyebar ke bagian Timur dan Selatan. Suku
bangsa OK di bagian Timur merupakan warga negara PNG, sedangkan bagian Selatan
termasuk wilayah kabupaten Boven Digoel dan Mappi. Sementara suku bangsa ME
mendiami di bagian Barat dari ibukota kabupaten dengan memiliki puluhan sub
suku. Suku bangsa ini menyebar sampai di wilayah Kabupaten Yahukimo, Keerom dan
Kabupaten Jayapura.
Eksistensi suku bangsa ini telah ada sejak
terbentuknya pulau Papua. Mereka hidup dan mengakui tanah, air, dan segala isinya sebagai ciptaan atangki
(Allah) dan diperuntukkan bagi segala makhluk yang
ada di bumi. Mereka mengakui manusia sebagai makhluk yang paling hakiki dan yang menguasai tanah dan segala isinya. Manusia menggunakan akal budi untuk mengendalikan tiap
peristiwa kehidupan dalam
hidupnya. Manusia yang berakal budi itu benar adanya pria dan wanita sebagai pengada di bumi, mereka saling melengkapi
antara satu dengan yang lain. Mereka ada sebagai pemilik dan penguasa atas
otoritas tanah dan isinya secara jelas adanya. Mereka mengakui dan memiliki hak hidup masing-masing dan saling menghormati.
Secara geografis, suku bangsa tersebut berada
pada jarak yang sangat berjauhan bahkan tidak saling mengenal. Fenomena ini sudah menjadi perhatian para peneliti tingkat dunia sejak lama, namun pemerintahan yang ada
tidak dengan serius melakukan kajian dan membuat program pembangunan sesuai
dengan kondisi dan situasi di wilayah ini. Sebagaimana seharusnya potensi SDM
dan SDA yang ada amat penting dikaji secara menyeluruh sebagai modal utama pembangunan daerah. Dimana
Pegunungan Bintang menyimpan beragam potensi sumber daya alam yang harus dimanfaatkan selama proses pembangunan daerah, seperti: bahan galian, beragam jenis batuan, kayu pinus dan damar, rotan, beragam jenis anggrek, beragam pandanus “buah merah”, tanaman palawija, beragam jenis umbi-umbian, sederet sungai, beragam jenis ternak, kopi organik, hasil-hasil
kerajinan dan kesenian, beragam jenis tarian tradisional, makanan khas, beragam jenis hewan lindung dan lain-lain. Kelimpahan kekayaan alam tersebut harus dikelola dengan bantuan modal kualitas SDM handal dan didukung dengan
alat-alat teknologi yang canggih tetapi sejauh ini pemerintah daerah belum
memiliki strategi yang tepat dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan
nasional secara berkesinambungan. Pembangunan yang berkelanjutan itu tidak lain
adalah membangun manusia terlebih dahulu.
Pembangunan Pegunungan Bintang sebagai
wilayah pemekaran baru harus selalu berfokus pada manusia. Manusia menjadi
fokus utama di dalam proses pembangunan daerah dan sudah tentu pendidikan
sebagai baromternya. Makna pembangunan Kabupaten Pegunungan Bintang sesungguhnya pembangunan manusia
seutuhnya melalui
pendidikan dasar. Karena
itu, pembangunan pendidikan dasar harus dijadikan prioritas utama dalam proses pembangunan
manusia. Pendidikan harus menjadi alat ukur, barometer utama selama proses
pembangunan manusia. Berbagai aspek pembangunan bisa berjalan apabila potensi manusia dapat
dicerdaskan. Hal
terpenting adalah masayarakat asli Pegunungan Bintang dapat diestimasi secara
kasar maka antara 80%-90%) masyarakat asli tidak berpendidikan. Kondisi
objektif ini sudah sangat jelas tidak akan mendukung proses pembangunan sesuai
dengan tujuan pembangunan nasional maupun roh dari pemberian otonomi khusus
bagi provinsi Papua. Oleh karena itu, seluruh dana pembangunan pada setiap
tahun lebih banyak dianggarkan untuk membangun manusia melalui pendidikan dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi, termasuk menyediakan sarana dan prasana
pendidikan yang memadai.
BAGIAN DUA
KINERJA PEMERINTAH PEGUNUNGAN BINTANG SECARA UMUM
Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik dan
berwibawa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B yang dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah untuk menerapkan desentralisasi dan
otonomi daerah, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menciptakan
pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme di
Indonesia dengan pelayanan publik (public service),
serta mencapai tujuan pembangunan nasional (Development
Goal National) yaitu mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
sesuai dengan alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Namun
kenyataannya tidak demikian,
penyelenggaraan pemerintahan yang buruk di Papua telah berdampak besar
terhadap segala aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Sejak wialyah Pegunungan Bintang dimekarkan menjadi
sebuah Kabupaten dari Kabupaten Jayawijaya, proses pembangunan berjalan amat sangat
lamban. Akibat dari itu Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) ranking 440 dari
440 kabupaten/kota di seluruh Papua, sebuah pencapaian mengenaskan. Untuk IPM di Papua, Kabupaten
Pegunungan Bintang masih dibawah Kabupaten Tolikara, Asmat, Mappi, dan Yahukimo
pada hal beberapa kabupaten tersebut dimekarkan pada saat bersamaan
melalui UU No. 26 Tahun 2002, kecuali kabupaten Dogiyai dan Lanny Jaya
dibentuk pada tanggal 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2008 namun IPM lebih baik dibanding kabupaten Pegunungan Bintang. IPM
untuk kabupaten Pegunungan Bintang angka harapan hidup 66.00 %, angka melek
huruf 32.50 %, rata-rata lama sekolah 2.54 %. pengeluaran perkapita
disesuikan 588.02 % dan IPM 49.45.
Diperparah lagi dengan kalangan elit birokrat dan politik yang menamakan
diri intelekual tanah Aplim Apom (Pegunungan Bintang), tinggal menetap
di Jayapura. Mereka membeli rumah-rumah
pribadi, membeli tanah, membeli
fasilitas mewah seperti mobil, motor,
dan segala kekayaan lain disediakan di Jayapura sedangkan di Pegunungan
Bintang hanya sebagai lahan mencari uang sebesar-besarnya untuk memenuhi
kebutuhannya di Jayapura. Pemerintahan era Drs. Welington Wenda, M.Si dan
Yakobus Wayam S.IP, M.Si sebagai wakil bupati tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan
pembangunan sealam 3 tahun menjabat. Setelah mereka memenangkan pertarungan
politik pada pemilihan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang periode 2010-2015. Sepertinya
mereka tidak mempunya hati nurani untuk membangun masayarakat Pegunungan
Bintang. Hal itu terlihat dari Bupati (Drs. Welington Wenda, M.Si) kembali mencalonkan diri pada pemilihan
gubernur Papua. Sejak tahun 2010 hingga memasuki pertengahan tahun 2013, Bupati
tidak menunjukkan diri sebagai kepada daerah bahkan sudah mau memasuki tahun ke
3 Bupati tidak berperan dalam pembangunan Kabupaten Pegunungan Bintang.
Milyaran dana pembangunan yang dianggarkan setiap tahun tidak ada tanda-tanda
pembangunan yang signifikan, fasilitas listrik, air bersih, infastruktur jalan
dan jembatan di ibukota kabupaten belum dibangun baik, apalagi kondisi secara
umum, tentunya sangat memprihatinkan. Masyarakat Pegunungan Bintang lebih
merasakan pembangunan dana PNPM Mandiri dan Respek. Sedangkan dana APBD dan
Otsus tidak jelas. Pada pihak lain, KPK dan BPK selalu mengadakan pemeriksaan di
Kabupaten Pegunungan Bintang tetapi belum pernah ada bukti adanya korupsi. Dengan
demikian, yang menjadi pertanyaan adalah dana tersebut diapakan? Dimana tidak
menunjukkan tanda-tanda pembangunan sesuai renstra daerah. Keadaan ini terindikasi
ada permainan pemerintah daerah dan pihak penegak hukum di lingkungan
pemerintahan, semoga tidak demikian.
Banyak masalah sosial yang terjadi akibat penyelenggaraan pemerintahan
yang buruk tersebut. Masalah-masalah sosial ini berjalan secara lambat tetapi
mempunyai dampak besar dalam proses pembangunan kabupaten ini maupun berimbas
kepada daerah-daerah lain yang sementara ini belum dipraktekan. Sesuai dengan
analisis kami bahwa masalah sosial ini akan merusak sendi-sendi kehidupan manusia
masyarakat Pegunungan Bintang yang masih hidup dalam kepolosan, amat sangat
sederhana dan rata-rata tidak mengenyam pendidikan sekolah. Dapat
dipersentasikan bahwa 90% masyarakat Pegunungan Bintang tidak berpendidikan
sekolah dan sedang dihadapkan dengan sejumlah masalah sosial. Sudah amat jelas
bahwa masyarakat sedang dalam kehancuran. Salah satu kelompok masyarakat yang
sedang mengalami kehancuran atas identitas dirinya adalah kaum muda, termasuk
para PNS, Politisi, kaum agamawan dan mahasiswa. Sendi-sendi kehidupan manusia
Aplim Apom sudah mulai rapuh dan sedang ada dalam ambang kehancuran dengan
peraktek-praktek sosial seperti berikut :
Pengedaran Minuman Keras
Pengedaran minuman keras menjadi masalah tersendiri di kabupaten ini.
Akibat dari pemerintahan yang buruk itu berdampak pada aktivitas minuman keras
di Pegunungan Bintang semakin hari semakin tumbuh subur. Keadaan ini
dimanfaatkan sungguh oleh oknum tertentu untuk berbisnis miras. Pada hal sudah ada
larangan pengiriman pasokan miras dari luar Pegunungan Bintang, tetapi masih
saja orang mabuk berkeliaran di seputar kota Oksibil. Pada pihak lain, sebenarnya
sudah ada penjagaan di Airport untuk memeriksa barang bawaan penumpang tetapi
miras dapat lolos dengan mudah, bahkan penegak hukum sendiri adalah pelaku
pengedar miras. Lebih fatal lagi, sekarang banyak bahan-bahan lokal yang bisa dibuat
menjadi minuman keras, seperti mengelolaan air pisang dan air nanas. Konsumen
sejati minuman keras adalah para pengawai negri sipil dari tingkat atas sampai
tingkat bawah terutama pegawai asli Papua. Ketika mendapatkan gaji, kebanyakan dari
mereka berpesta minuman keras bahkan korban nyawa. Apa jadinya jika seluruh
kantor-kantor dipenuhi orang mabuk? Sudah terbukti, orang Pegunungan Bintang
pernah berduka cita karena sekitar 10
lebih orang meninggal dunia akibat minuman keras.
Masalah terkini yang terjadi di Oksibil ibukota kabupaten adalah
peristiwa pengrusakan fasilitas umum dan pembakaran kantor Mapolres pada akhir
bulan Juni 2013 oleh masyarakat merupakan akibat minuman keras. Hal yang sangat
fatal adalah dengan beredarnya minuman
keras dan bahan terlarang lainnya di lingkungan generasi muda Pegunungan
Bintang yang masih dibangku studi (SD, SMP dan SMA/SMK) yang diharapkan untuk
menjadi tulang punggung pembangunan daerah sudah mulai terjerumus ke dunia ini.
Seperti beberapa anak usia sekolah (SD) mengisap lem aibon, siswa SMP dan SMA/SMK mengisap daun ganja
dan minum minuman keras. Minuman keras
terus mewabah di seluruh Pegunungan Bintang karena sikap pemerintah eksekutif
dan legislatif yang acuh-tak acuh karena kepentingan politik. Bupati dan Wakil
Bupati serta ketua DPRD beserta anggotanya seakan-akan sudah tidak punya hati
nurani untuk menyelamatkan manusia Aplim Apom dengan membuat peraturan daerah
dan kebijakan strategis lainnya. Apa jadinya jika penyakit sosial tersebut
membudaya di daerah ini.
Apabila berpijak pada budaya manusia Aplim Apom bahwa sejak dahulu kala
mereka tidak sama sekali mengkonsumsi minuman yang beralkohol. Tidak ada jenis
minuman atau makanan yang dapat memabukan. Mereka hanya bisa meminum air yang
keluar dari mata air alam, selain dari itu tidak ada jenis minuman sebagaimana
sesama kita dari wilayah pantai yang bisa meminum saguer dari air kelapa.
Mereka hidup dalam keadaan yang sangat terawat sesuai dengan kondisi alamnya.
Mereka memahami batas-batas kewajaran hidup yang terus dipertahankan secara
turun temurun dan memang mereka sungguh menghargai kehidupannya. Berbeda dengan
manusia Aplim Apom sekarang bisa dikatakan sedang dalam kebimbangan memiliki
budayanya, karena mengalami sock culture
yang sungguh mematikan dan memang tidak akan pernah berdaya sebagai manusia di
masa yang akan datang. Keadaan ini menjadi pukulan berat bagi kami yang
menyadari akan identitas diri sebagai manusia sejati yang ditempatkan Allah di
daerah ini dengan otoritas wilayah beserta kekayaannya. Kebiasaan
mabukan-mabukan dengan meminum minuman keras merupakan bagian dari penghancuran
jati diri manusia Aplim Apom dan keutuhan manusia Papua sehingga harus menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah, para pemimpin daerah harus memiliki regulasi
yang tegas dan permanen dan bertanggung jawab.
Perlu menyadari bahwa minum minuman keras adalah praktek penghancuran
rumah tangga dan menciptakan masalah-masalah sosial yang amat sangat sulit untuk
diatasi. Contoh penghancuran rumah tangga dan penyebaran penyakit HIV/AIDS di
Pegunungan Bintang yang diperkirakan akan musnah pada tahun 2030 hanya karena
tidak bisa hidup teratur. Terbukanya budaya luar dan siapa saja bisa melakukan
apa saja sesuka hatinya tanpa mempertimbangkan akibat buruk yang akan
diterimanya. Siapa yang harus atas realitas ini?
Judi Toto Gelap-TOGEL
Judi Toto Gelap tumbuh subur dan sekarang tidak lagi “Judi Toto Gelap
(Togel)” tetapi “Judi Toto Terang (Toter)” karena realita yang ada lapangan. Kebanyakan
masyarakat yang ada di ibukota kabupaten dan provinsi hidup dari hasil judi
togel. Terkesan togel seperti bisnis yang legal secara hukum, karena sampai
sekarang dari pihak pemerintah dan penegak hukum belum pernah melarang masyarakat
bermain judi togel. Masyarakat Pegunungan Bintang yang berada di Jayapura dan
di Oksibil, mayoritas Pegawai Negeri Sipil dari golongan atas sampai bawah,
menjadikan togel sebagai lahan garapannya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Untuk bermain togel, kisaran pengeluaran sampai jutaan rupiah. Dapat
dibayangkan gaji pegawai negri perbulan hanya seberapa saja tetapi dalam waktu
satu hari saja bisa mengeluarkan uang jutaan rupiah. Di Oksibil pelaku penegak
hukum juga turut bermain dan berbisnis togel, anggota DPRD yang seharusnya
punya kewenangan legislasi sudah
termasuk pemain judi togel.
Kondisi sekarang di Pegunungan
Bintang tidak ada orang yang punya power untuk mengakhiri segala jenis kegiatan
yang melanggar hukum. Permainan judi togel sah-sah saja karena pemerintah belum
mampu menyediakan lahan kerja yang layak dan legal untuk masyarakat. Pemerintah
era sekarang terkesan membiarkan judi togel kian mewabah, apakah karena faktor
ketidakmampuan ataukah pemerintah sendiri sebagai pelaku utama sehingga tidak
mau mengakhiri perbuatan melanggar hukum tersebut? Dampak dari judi togel
adalah secara sadar atau tidak sadar akan membentuk manusia Aplim Apom yang
mentalitas gampangan (maunya yang instan), membentuk manusia bermental
konsumtif, membentuk manusia yang lemah
secara intelektual karena tidak dipacuh dengan pekerjaan yang menantang dan
sejenisnya. Dengan demikian persoalan togel bukan persoalan makan dan minum
tetapi lebih pada pertaruhan harga diri
manusia Aplim Apom.
Maraknya Pembelian Ijazah Dan Gelar
Maraknya pembelian ijazah dan gelar palsu bertumbuh subur di Papua,
khususnya Kabupaten Pegunungan Bintang. Dari segi aspek pendidikan, hal
tersebut tidak dapat dianggap wajar. Pendidikan berorientasi pada proses, bukan hasil. Proses membuahkan
hasil, tetapi hasil baik belum tentu dari proses yang baik. Lapangan kerja
memerlukan aplikasi dari proses yang didapat saat menempuh pendidikan. Proses yang buruk memberi hasil
yang buruk. Dari segi lapangan pekerjaan, memang hal ini cukup sulit untuk
dipungkiri. Saat ini, dunia kerja sangat menuntut tingkat pendidikan yang
tinggi. Jauh lebih berbahaya membeli ijazah, sebab saat bekerja, peluang bahwa
kemampuan seseorang diragukan oleh atasan akan sangat besar, dibandingkan orang
yang benar-benar kuliah. Selain itu, kenaikan penghasilan pun siap menunggu.
Pembelian ijazah dan gelar palsu menjadi rahasia umum bagi masyarakat
Pegunungan Bintang. Ada beberapa pejabat eksekutif dan legislatif, mahasiswa
dan pelajar, masyarakat umum tanpa proses pendidikan tiba-tiba mendapatkan
ijazah dan menggunakan gelar palsu. Kasus konkrit ada beberapa mahasiswa
program beasiswa Pegunungan Bintang
telah membeli ijazah dan rata-rata orang Papua sudah tahu akan hal ini.
Keadaan yang sungguh amat sangat memalukan nama baik diri, keluarga, marga dan
daerah.
Kita sebagai manusia yang dewasa dan berada di era yang sangat menantang
dari segi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perlu memiliki
kesadaran dalam memilih tawaran pemberian ijazah dan gelar mendadak oleh
perguruan tinggi tertentu di Indonesia. Bagaimana pun juga suatu waktu akan
diproses dan reputasi akan seperti apa? Dunia kerja zaman sekarang dibutuhkan
orang-orang yang trampil sesuai dengan bidang ilmu yang pernah dipelajarinya semasa
studi. Memiliki ijazah dan gelar akan teraktualisasi, tercermin dari pekerjaan
dan perilakunya. Pemerintah melalui dinas terkait harus bertanggung jawab atas
praktek pembunuhan karakter diri dan generasi muda Pegunungan Bintang dan
Papua. Ingat selalu bahwa siapa saja yang tidak melalui proses pendidikan yang
benar, maka dia adalah salah satu orang yang berhasil melalukan pembodohan
terhadap generasi muda dan dia juga yang memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk menguasai tanah adat di Pegunungan Bintang.
Pendidikan Jarak Jauh Dan Kerja Sama
Pemerintah Pegunungan Bintang Dengan Universitas Terbuka Dan Universitas
Cenderawasih
Pemerintah daerah dengan gampangnya mengijinkan sejumlah pegawai
menjalani pendidikan jarak jauh. Bagaimana kualitas out putnya? Menyiapkan
manusia itu tidak semudah membalikan telapak tangan dan harus butuh proses.
Proses pendidikan semacam ini sungguh tidak mendidik, tidak memanusiakan
manusia dan lebih dimengerti sebagai suatu pembodohan secara tersistem dan
regenerasi. Kelompok orang yang dikooptasi dalam satu permainan yang amat sulit
untuk dipecahkan. Proses pendidikan semacam ini memang sangat buruk, tetap muka
dengan dosen tidak ada dan hanya diberikan buku-buka panduan untuk belajar
mandiri, mahasiswa hadir pada saat-saat ujian semester. Apalagi sebagian besar
dari mereka adalah guru, lebih mengerikan lagi guru PGSD yang adalah penentu
kualitas pendidikan dan perkembangan anak sejak dini, memang amat sangat
memprihatinkan atas pembiaran ini. Melalui pendidikan jarak jauh telah meluluskan
banyak orang, baik para pejabat di legislatif dan eksekutif, mahasiswa murni,
dan pegawai negeri biasa. Mereka mearsa bahwa dengan mendapatkan gelar sarjana
telah menjamin meningkatknya karier, bagi mereka gelar adalah harga dirinya. Tetapi
sesungguhnya belum memahami kalau dalam keadaan yang sama pihak ketiga sedang
berada bersama dan menipudayakan mereka dengan habis-habisan. Pada satu segi
mereka tidak mampu mengalanalisis masalah secara ilmiah tetapi hanya bisa bicara,
bicara dan bicara.
Dapat dibayangkan jika
dilingkungan pemerintahan semua diisi oleh orang yang lemah secara intelektual
(tidak berkualitas). Mari kita saksikan di lingkungan anggota DPRD kita pada
periode ini, sepertinya sebagian besar berasal dari proses pendidikan yang
tidak jelas, sehingga tidak mampu mengontrol eksekutif. Adalah salah satu
bentuk kebijakan yang tersistim untuk menipudayakan manusia Papua, khususnya
Pegunungan Bintang. Sangat disayangkan kebijakan seperti ini, karena sadar atau
tidak sadar pemerintah daerah telah ikut terlibat dalam tindakan pembodohan kepada masyarakat secara
sistematis. Menempuh pendidikan harus
butuh waktu yang lama, karena itu pendidikan jarak jauh dan sejenisnya harus
dihentikan. Kami menegaskan bahwa orang Pegunungan Bintang butuh kualitas yang
handal dan bukan kuantitas. Orang Pegunungan Bintang bersama pemerintah harus
sadar dan memiliki kebijakan terfokus untuk menginvestasikan dana besar dan membutuhkan
waktu untuk mencetak sumber daya manusia yang berdaya saing global.
Penyebaran
Virus HIV/AIDS
Penyebaran Virus HIV/AIDS di Kabupaten Pegunungan Bintang semakin hari semakin meningkat. Celakanya
adalah yang
terkena virus mematikan ini lebih banyak adalah
putra/i Aplim Apom
yang masih berusia produktif yang adalah generasi penerus pembangunan dan simbol
eksistensi manusia Aplim Apom. Bila tidak diantisipasi dengan baik maka akan meningkat terus dalam beberapa tahun mendatang, akhirnya kita akan mati semua termakan virus
ini. Pemerintah daerah benar-benar
tidak serius dalam menangani penyakit ini. Sampai sekarang pemerintah
tidak menghiraukan realitas yang sudah dapat menelawan korban jiwa secara menahun. Juga
tidak berpikir untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit ini. Sadar
atau tidak sadar pemerintah daerah sendiri telah menjadi fasilitator untuk
penyebaran virus mematikan ini di Pegunungan Bintang. Sebagaimana dalam sejumlah
penelitian memperkirakan manusia Pegunungan Bintang akan habis dalam jangka
waktu yang tidak lama, karena jumlah penduduk hanya berkisar antara 8.000-9.000
orang. Sementara jumlah orang yang sudah positif HIV/AIDS mencapai 200 orang.
Kita menggunakan perbandingan rumus resmi maka 1:100 orang. Dengan demikian
orang Pegunungan Bintang yang sudah terkena virus ini adalah 200 : 100 = 2000
orang. Keadaan yang sungguh amat memprihatinkan akan keselamatan manusia
Pegunungan Bintang.
Degradasi Budaya Lokal
Arus globalisasi memberikan dampak besar
terhadap perubahan pada budaya lokal. Perubahan itu tentu akan menghilangkan
keasliannya. Sudah mulai mengalami degradasi secara besar-besaran dan hal itu
belum dirasakan oleh sebagian besar orang. Budaya luar sudah kian menguasai dan
mengikis eksistensi budaya Aplim Apom yang sarat makna. Fenomena remaja maupun
orang zaman kini lebih senang dengan budaya luar dibanding budaya lokal.
Dampaknya moralitas dan mentalitas orang Aplim Apom semakin hari semakin
hancur, karena orang lebih banyak terjerumus dalam hal-hal negatif. Permainan
politik justru membangun budaya luar yang dapat menghancurkan tatanan
kekerabatan yang sudah terbangun sejak lama. Hal ini dikonkritkan dari
kemenangan dan kekalahan pemilihan kepala daerah, pihak yang menang justru
mendominasi semua jabatan struktur pemerintahan sedangkan pihak kalah atau
lawan politik tidak diperhitungkan dalam proses pembangunan, sekalipun mereka
termasuk kelompok pemikir pembangunan daerah. Selain itu, pimpinan DPRD bersama
sebagian besar anggota tinggalkan tugas dan berada di kota-kota dengan berbagai
alasan, sehingga mahasiswa pun harus mulai bicara.
Daerah Pegunungan Bintang sebagai daerah
pedalaman yang masih memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan suku
bangsa lain di Papua. Pemerintah merupakan salah satu pihak yang punya andil
dalam berbagai persoalan mengenai pelestarian budaya lokal untuk mempertahankan
eksistensi manusia Aplim Apom. Namun sampai dengan sekarang pemerintah tidak
jelih melihat budaya sebagai suatu keharusan. Dinas pariwisata tidak melakukan
apa-apa terkait tantangan arus globalisasi. Tidak mendukung dewan adat daerah
untuk menginfentarisir permasalahan kebudayaan
manusia setempat dan membina busaya daerah sebagai aset bangsa yang
perlu dipelihara dan dilestarikan. Pemerintah belum memiliki desain besar untuk
pengembangan budaya daerah dan filter budaya luar secara benar.
Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah sangat memprihatinkan,
bila dilihat memang sangat menyedihkan bahwa para pedagang di Oksibil masih di
dominasi oleh para pendatang. Sedangkan masyarakat asli Pegunugan Bintang hanya
menjual hasil bumi ala kadarnya saja. Dapat diperparah lagi dengan belum adanya
peraturan daerah (Perda) tentang harga
barang dan jasa. Kondisi ini amat sangat menjanjikan bagi para pebisnis dengan
leluasanya menaikan dan menurunkan harga barang. Harga barang dan tiket pesawat
yang disubsidi oleh pemerintah daerah hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu
sehingga masyarakat masih mengalami kesulitan dalam distribusi barang dari
Jayapura ke Pegunungan Bintang. Secara diam-diam beberapa oknum pegawai negri
sipil, dari level atas sampai bawah, pihak legislatif, dan istri-istri pejabat telah memiliki badan
usaha seperti CV/PT dan memberikan kewengan kepada pihak lain untuk mengelolanya.
Dengan berbagai cara yang tidak terpuji selalu meloloskan setiap proyek di Pegunungan Bintang. Pada hal
berdasarkan peraturan perundang-undangan pegawai negri tidak diperkenankan
untuk mendirikan usaha-usaha lain selain tugas pokoknya. Dengan demikian pihak
eksekutif terutama Bupati dan Wakil Bupati dan pihak legislatif terutama ketua
DPRD tidak punya niat baik untuk memberdayakan masyarakat berbasis ekonomi
kerakyatan. Kemudian Bupati dan Wakil Bupati tidak tegas terhadap oknum-oknum
bawahannya yang sering melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan
melalui perudangan-undangan dan peraturan-peraturan daerah.
Pengalihan Profesi Guru
Kebijakan Bupati yang sangat kontroversial
adalah pengangkatan guru-guru sekolah dasar menjadi kepala-kepala distrik.
Kebijakan tersebut dari sisi regulasi undang-udang otonomi khusus Nomor 21
Tahun 2001 menjamin tentang pemberdayaan orang asli Papua. Akan tetapi bertolak
belakang dengan semangat undang-undang otonomi khusus tentang pengembangan
sumber daya manusia Papua. Dilihat dari IPM Indonesia, Papua masuk rangking
terakhir dari sejumlah provinsi yang ada dan untuk Pegunungan Bintang IPMnya masih
sangat memprihatinkan. Kekurangan guru-guru adalah persoalan lama sejak periode
pertama kepemimpinan Drs. Welington Wenda, M.Si dan Drs. Theodorus Sitokdana.
Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru, pernah diprogramkan pelatihan-pelatihan
guru-guru di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Surya Institut dan program
PGSD di Universitas Cenderawasih. Namun semangat pembangunan manusia tersebut tidak dilanjutkan hingga sekarang, malah guru-guru
lama yang sangat loyal, dengan hati yang tulus dan iklas mencerdaskan orang
Aplim Apom tiba-tiba diangkat menjadi kepala distrik. Pengangkatan tersebut pun sarat dengan
kepentingan politik.
Dampak ketiadaan guru-guru SD terlihat dari
hasil perkembangan siswa diakhir-akhir ini. Kualitas lulusan sangat jauh rendah
dari pada tahun-tahun sebelumnya. Guru adalah kunci keberhasilan suatu daerah
bahkan bangsa sehebat apa pun di dunia. Guru sebagai tolok ukur kemajuan
manusia dan kemajuan segala aspek pembangunan, maka guru menjadi prioritas
pemerintah dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Fokus pembangunan harus
mulai dari guru, sarana dan parasarana pendidikan untuk pengembangan kualitas
sumber daya manusia secara continue.
Jabatan Bendahara Umum
Jabatan bendahara umum masih dipertahankan
sampai sekarang, pada hal banyak pihak mengeluh atas sikap dan perilaku seorang
bendahara yang adalah anak asli daerah tetapi tidak menunjukkan sikap dan
perilaku yang baik. Keuangan daerah
seolah-olah dikendalikan oleh bendahara umum tetapi tidak jelas, seperti selalu
menahan biaya studi ke lembaga-lembaga kerja sama. Dana yang diperuntukan untuk
pendidikan disimpan oleh bendahara umum sehingga masyarakat, mahasiswa dan
pihak mitra pemerintah selalu kecewa dengan sikap bendahara yang tidak
menunjukan sikap kedewasaan. Sikap dan peralaku seoarang bendahara umum
tersebut telah menunjukkan secara kompetensi bidang yang diembannya masih
diragukan. Akibatnya, citra dan trust Kabupaten Pegunungan Bintang di mata
mitra kerja sama di Indonesia semakin hari-semakin luntur. Konkritnya kebijakan
khusus seperti memo dari Bupati atau Sekda untuk bantuan biaya
pendidikan selalu diputuskan oleh bendahara umum, seolah-olah dialah yang
pemegang kekuasaan tertinggi. Sadar atau
tidak sadar bendahara umum telah menunjukkan sikap arogansi yang sungguh memalukan
dan sangat fatal. Apakah ada kepentingan terselubung dibalik pekerjaan seorang
bendahara umum selama ini? Marilah kita analisis bersama-sama mengungkap apa
saja yang dilakukan oleh bendahara umum, termasuk mengecek semua perusahaan di seluruh
wilayah Papua.
Kenyataan yang dialami beberpa mahasiswa bahwa
setiap nota yang dikeluarkan oleh Bupati atau Sekda dengan jumlah uang,
misalnya sebesar 20 juta maka dia berikan hanya 10 juta dengan meminta kepada
mahasiswa untuk tidak membubuhkan tanda tangan atau jumlah uangnya pada
kuitansi yang dipersiapkan. Lalu uang 10 juta diapakan? Bukankah ini merupakan
suatu penipuan dan pengambilan hak orang lain? Orang semacam ini perlu
diberikan pembinaan secara khusus agar memiliki hati nurani.
Mempertahankan Sekda Dari Segi Keluarga
Bupati masih mempertahankan Sekda, sudah
menjadi rahasia umum bagi kalangan orang Pegunungan Bintang bahwa Bupati dan
Sekda adalah keluarga dekat (pangkat om dan anak). Pernah ada demo menuntut
Sekda mundur dari jabatannya karena pelayanannya yang buruk. Sikap emosional yang tidak terkontrol adalah
ciri khas dari Sekda, bahkan ada beberapa
mahasiswa, masyarakat, para pejabat dapat pukulan dari sikap tidakdewasaan
seoarang Sekda tersebut. Akibat ulah tersebut pernah didemo menuntut harus
mundur dari jabatanya, dari serangkaian
aksi tersebut Bupati telah menyetujui untuk menggantikan Sekda yang baru,
tetapi entah mengapa sampai sekarang Sekda belum tergantikan. Bahkan ketika
Bupati mencalonkan diri jadi gubernur provinsi Papua, kekuasaan seolah-olah
secara otomatis jatuh ke tangan Sekda.
Segala persoalan daerah dikendalikan semua oleh seorang Sekda, padahal masih
ada Wakil Bupati yang bisa merangkap tugas seorang Bupati. Sebenarnya secara
kemampuan perlu dipertanyakan karena segala keputusannya terkesan seperti
kekanak-kanakan. Sekda telah menunjukan ketidakmampuan secara pengetahuan maupun
kepemimpinan dalam menjalankan roda pemerintahan, seketika Bupati berkeliling
Papua sebagai calon gubernur dan Wakil Bupati menjalani kuliah di Jayapura. Hubungan
antara Sekda dengan wakil Bupati maupun kepala-kepala Dinas tidak tercipta. Apakah
ada kepentingan terselubung dibalik pekerjaan seorang Sekda selama ini?
Kepala Keuangan Daerah Masih Dipertahankan
Mengapa Kepala Keuangan Daerah masih dipertahankan
hingga sekarang, pada hal pernah diumumkan kepada publik bahwa kepala keuangan
daerah bermasalah dan dipecat. Hal ini diumumkan dipublik karena desakan dari
masyarakat agar segera diganti. Kejadian yang sama menimpa Kabag keuangan
Pegunungan Bintang karena pelayanannya yang kurang baik, PNS melakukan aksi
protes atas sikap dan perilaku Kabag yang selalu merugikan banyak orang. Ketika ada memo dari Sekda, Bupati/Wakil
Bupati untuk pemberian bantuan dana selalu saja Kabag keuangan melakukan perbuatan
yang tidak terpuj. Memotong setengah dana
dari keseluruhan dana yang diasesehkan dengan alasan untuk harga tanda
tangan. Perbuatan tersebut terus menurus dilakukan, sehingga dari
berbagai pihak yang merasa
dirugikan melakukan aksi menuntut mundur dari jabatan Kabag. Aksi tersebut
mendapat tanggapan positif dari Bupati, tetapi kenyataanya sampai sekarang
belum juga diganti. Apakah ada
kepentingan terselubung dibalik pekerjaan seorang Kabag tersebut?
Wakil Bupati Tidak Pernah Ada di Oksibil
Wakil Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang yang adalah putra daerah Aplim-Apom
selalu diam dalam seribu bahasa “diam seribu diam”. Beliau lebih memilih
menyibukan diri dengan segala urusan pribadinya dibanding mengurus
masyarakatnya, kepentingan daerah tidak diperhatikan. Tidak menjalankan segala
urusan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Menurut pengakuan
masyarakat di Oksibil, Wakil Bupati sangat jarang ada di Oksibil, selalu keluar
ke Jayapura-Jakarta dan Jayapura-Papua New Gunea, entah urusan daerah atau
urusan pribadi. Masyarakat yang berkepentingan dengan wakil bupati sulit
menemuinnya. Tidak jelas apa yang dikerjakan selama dalam 3 tahun berjalan ini.
Ketika di depan banyak orang, sering buat menjanjikan namun tidak dapat diwujudkan. Misalnya ketika
mengunjungi mahasiswa di Yogyakarta, beliau mengatakan “Saya datang bukan sebagai Wakil Bupati
tetapi datang sebagai orang tua kalian”. Sudah melakukan dua kali kunjungan
ke mahasiswa Jawa dan menyampaikan hal
yang sama. Dalam kunjungan tersebut hal kontraversional yang dinyatakan adalah membatalkan
pengiriman calon mahasiswa ke lembaga-lembaga
yang sudah dikerjasamakan, seperti Universitas Sanata Dharma, Universitas Gadjah
Mada, STPMD, STTL Yogyakarta; Surya Institut di Jakarta dan Yayasan Binterbusih
Semarang.
Dalam penyampaiannya di Universitas Sanata Dharma, Wakil Bupati
mengatakan “Ini bukan program Theodorus Sitokdana tetapi program pemerintah daerah
jadi tetap akan jalan, anak-anak jangan khawatir, tetap semangat dalam belajar.
Anak-anak yang sudah kami kirim ini selesaikan kuliah dahulu, nanti kami lihat
hasil baru akan ada pengiriman lagi”, katanya. Berdasarkan analisis kami,
pernyataan Wakil Bupati telah mencederai semangat otonomi khusus Papua yang
sedang konsen terhadap sumber daya manusia Papua. Pembatalan pengiriman sudah
terjadi 5 tahun terhitung sejak tahun 2008. Artinya sama dengan Pegunungan
Bintang sudah tertinggal 50 tahun dalam
mempersiapkan SDM Papua dari Pegunungan Bintang. Pengembangan sumber daya
manusia harus terencana dan continue dalam jangka waktu 50-100 tahun, berhenti ketika semua orang di
Papua khususnya Pegunungan Bintang benar-benar cerdas. Sampai kapan Bapak yang
terhormat akan mengaku diri sebagai Wakil Bupati dan menjadi simbol eksistensi orang Aplim
Apom? Semoga saja harapan semua elemen
di daerah bisa direstui dengan
kebijkan-kebijakan yang terarah. Semua
persoalan mendasarkan yang dialami oleh orang Aplim-Apom ditanggapi
dengan cepat dengan cara yang tepat. Misalnya peristiwa pembakaran Mapolres
Oksibil, maraknya miras dan judi togel di Pegunungan Bintang adalah tugas berat
Wakil Bupati sebagai anak adat Aplim Apom.
DPRD Pegunungan Bintang Tidak Menegakkan
Tugas Pengawasan.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi statisnya pembangunan di
Pegunungan Bintang adalah anggota DPRD yang selalu pasif dan tidak melakukan
fungsi pengawasan dan legislasi sebagai mana mestinya. Seluruh anggota
DPRD bertempat tinggalnya di Jayapura,
ketika saat-saat sidang anggaran mereka berbondong-bondong ke Oksibil, seolah-olah Pegunungan Bintang sebagai lahan subur untuk
mendatangkan uang. Mereka selalu urusan di Jayapura dan Jakarta tanpa agenda yang jelas, seolah-olah
mereka seperti anggota DPR RI. Hampir
setiap bulan mereka selalu di Jakarta, entah kegiatannya apa belum tahu
pasti, tetapi menurut informasi yang didapatkan dari beberapa mahasiswa di
Jakarta. Kebanyakan pejabat yang menjalankan tugas di Jakarta, datang hanya untuk berpesta pora dengan istri
simpanan atau perempuan-perempuan seks komersial, berada di bar dan minum mabuk berhari-hari, perjudian,
bilyard dan sebagainya. Semoga saja anggota DPRD Pegunungan Bintang tidak
demikian.
Menurut penelitian salah satu mahasiswa pascasarjana dari Pegunungan
Bintang, secara kualifikasi pendidikan rata-rata anggota DPRD sekarang adalah lulusan S1- ke bawah. Dengan demikian
bisa saja kemampuan untuk menganalisis sebuah persoalan kemudian mengambil keputusan dengan cara yang cepat
dan tepat agak sulit dilakukan. Misalnya komisi yang membidangi pendidikan
tidak memberikan dampak positif terhadap pembangunan manusia Aplim Apom, untuk
itu menurut hemat kami, segera menganti semua anggota DPRD yang membidangi pendidikan dengan orang-orang yang
berkompeten. Dari awal sudah dibangun
dengan cara-cara yang tidak baik sehingga pertarungan politik yang kedepanpun
akan sama, semua calon anggota DPRD yang maju pada pemilihan ini, bisa saja
karena motivasi materi dibanding moril.
Para Kepala Distrik Tidak Mempunyai Hati
Untuk Rakyatnya
Kepala-kepala distrik yang adalah anak-anak putra daerah tidak punya
hati untuk membangun daerahnya. Kondisi
objektif ini dilihat dari sejauhmana mereka membangun rumah/ menyewah rumah,
menyediakan fasilitas mewah di Jayapura untuk menempatkan istri dan anak-anak
dan sebagainya. Kepala-kepala distrik tidak betah di tempat, seolah-olah kantor
mereka ada di Jayapura, mereka berminggu-minggu di Jayapura tanpa ada urusan
yang jelas. Banyak kegiatan keluar Papua, tetapi dari sekian pelatihan yang diikuti
belum pernah ada bukti fisik di daerah. Ketika ada pesta demokrasi kepala
distrik selalu menjadi pelaku utama, demi uang mereka selalu membelokkan suara rakyat kepada
orang-orang tertentu yang membayar
mereka. Pembangunan di distrik belum dirasahkan secara penuh oleh pemerintah
daerah, masyarakat hanya merasakan pembangunan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri) dan Rencana Strategi Pembangunan Kampung
(Respek) sedangkan dampak dari Dana
Pengembangan Distrik tidak dapat dirasakan masyarakat. Para kepala distrik
hanya berfokus pada pembangunan fisik seperti, kantor-kantor dan perumahan,
sedangkan pembangunan pendidikan, kesehatan, ekonomi tidak perhatikan. Ketika
dikritik kinerjanya mereka selalu membela diri dengan ideologi yang tidak masuk
akal, seolah-olah mereka lebih hebat dari yang lain.
Para PNS Tidak Betah di Tempat Tugas
Kebanyakan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan pemerintahan tidak betah di
tempat, tanpa urusan yang jelas berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan di
Jayapura. Ketika habis bulan, dengan dasar “Gaji Adalah Hak Melekat”, mereka
menuntut pembayaran gaji tepat pada waktunya. Pertanyaannya, Anda tidak
melakukan kewajibanmu sebagai PNS, kenapa Anda menuntut hak? Sangat ironis dengan kondisi ini. Sadar atau
tidak sadar orang-orang yang mentalitas seperti ini telah menunjukkan
ketidakpedulian terhadap tugas dan tanggungjawab yang diembannya. Kebanyakan
pegawai negeri sipil dilingkungan pemerinthan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya,
mereka ke kantor hanya untuk bermain
games dikomputer, nongkrong sambil makan pinang di depan pasar dan depan kantor
mereka masing-masing sambil tunggu waktu
pulang kantor, setiap hari pekerjaan mereka hanya itu-itu saja. Semua itu
terjadi karena pemimpin tidak tegas dan selalu keluar kota berbulan-bulan di Jayapura dan Jakarta tanpa
urusan yang jelas. Hal ini diperparah lagi dengan perilaku PNS yang tidak
bekerja dengan sungguh-sungguh. Yang ada dipikiran mereka adalah kerja sedikit
mendapatkan uang banyak, mentalitas seperti inilah yang dibangun sejak berdirinya
kabupaten Pegunungan Bintang. Apa jadinya jika mentalitas tersebut membudaya? Tugas
berat bagi kita semua untuk memperbaiki
persoalan-persoalan mendasar seperti ini.
Rata-rata pegawai di lingkungan pemerintahan sudah diajari, dibina,
dididik melalui pelatihan-pelatihan dari lembaga-lembaga terpercaya di Indonesia,
tetapi produktivitas kerjanya masih sangat rendah. Dengan demikian persoalan
sekarang adalah bukan kemampuan mereka dalam melakukan tugas dan
tanggungjawabnya tetapi lebih pada mentalis masing-masing PNS. Untuk itu,
sebagai pemimpin daerah harus punya komitmen, kedisiplinan, ketegasan untuk
memaksa setiap pegawai untuk terus terpacuh bekerja membentuk mentalis yang
tangguh, tahu akan tanggungjawab dan bekerja dengan hati yang tulus dan iklas.
Sedangkan PNS yang bertugas dipedalaman
(distrik, puskesmas, dan sekolah-sekolah) selalu setia menjalankan tugas
yang diembannya, walaupun ada beberapa PNS yang
selalu pulang pergi Jayapura dan menuntut hak tanpa melakukan
kewajibannya. Dedikasi dan intregritas PNS yang kerja dengan tulus dan iklas di
pedalaman Pegunungan Bintang, patut diapresiasi karena mereka adalah pahlawan-pahlawan
pembangunan daerah yang sesungguhnya.
Oknum Pejabat Tertentu di Eksekutif dan
Legislatif Meloloskan Pertambangan Terbuka
Kebijakan oknum tertentu dari
kalangan eksekutif dan legislatif telah meloloskan pertambangan terbuka
di Kabupaten Pegunungan Bintang. Bijakan ini tanpa melibatkan semua unsur, terutama lembaga adat, pemilik hak
ulayat, daerah-daerah yang akan kena dampak pencemaran lingkungan, kemudian belum ada kesepamahan antara
pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan Merauke yang secara langsung akan kena dampak
pencemaran lingkungan. Kebijakan untuk pertambangan di Pegunungan Bintang adalah buah hasil kepentingan
politik merebut kursi legislatif dan
eksekutif. Menurut hemat kami, eksplorasi dan eksploitasi dilakukan apabila
seluruh elemen yang berada di wilayah hak ulayat tersebut bersedia dan siap
dari segala aspek, terutama sumber daya manusia. Sangat tidak tepat bila
pemerintah memberikan perijinan kepada investor tertentu termasuk perusahaan
BUMN untuk melakukan penambangan atau usaha-usaha lain yang berskala besar di
wilayah-wilayah yang masyarakatnya tidak siap secara sumber daya manusia,
pembangunan fisik memadai, mental masyarakat yang tidak siap untuk menghadapi
berbagai benturan budaya terjadi. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek
terutama sumber daya manusia, kami menolak segala bentuk eksploitasi dan
explorasi di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang.
BAGIAN TIGA
KONDISI PENYIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA
PEGUNUNGAN BINTANG
Lahirnya undang undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Ketetapan Dana pendidikan sebesar 20%
adalah kebijakan pemerintah sebagai hasil dari proses politik. Sejak tahun 2009
tampaknya pemerintah Indonesia memilki political
will yang tegas dan berani untuk meningkatkan kualitas, martabat, daya
saing tinggi melalui prioritas kebijakan pada sektor pendidikan sebagai upaya
memajukan dan memakmurkan bangsa dan negara.
Salah satu unsur terpenting bagi pemerintah
daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan adalah mencerdaskan anak bangsa
dengan penyediaan sumber dana, baik melalui anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) ataupun sumber-sumber lain yang bisa meningkatkan sumber daya
manusia sebagai fokus utama dalam mengatasi masalah pembangunan daerah itu
sendiri. Meskipun anggaran biaya
pendidikan bukan satu-satunya penentu tercapainya pendidikan berkualitas, tanpa
anggaran biaya yang memadai pendidikan akan membuahkan hasil tidak memuaskan.
Tercukupinya anggaran pendidikan sesuai dengan konstitusi, maka diharapkan
tercapainya kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Ketika tercipta SDM yang berkualitas,
tentunya kesejahteraan hidup masyarakat turut meningkat pula. Kegiatan produksi
diberbagai sektor ekonomi melaju pesat, ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang dan kesadaran pentingnya sikap toleran yang berdemokrasi akan
berkembang sehingga terbentuklah masyarakat madani yang dicita-citakan. Jika
masyarakat madani telah terwujud, stabilitas daerah dan politik kekuasaan akan menjamin
kemakmuran suatu bangsa dan Negara.
Maju atau mundurnya pembangunan suatu daerah tergantung
pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, tanpa sumberdaya manusia
yang handal proses pembangunan akan terhambat. Sumber daya manusia
identik dengan pendidikan, tanpa pendidikan sumber daya manusia yang handal
tidak akan ada, sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM yang
merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya
sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola
dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju
tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan
berkelanjutan. Di belahan dunia manapun, sumber daya manusia diperlakukan
sebagai aset yang utama dan terutama dalam suatu organisasi, terutama
negara-negara berkembang sedang berupaya menginvestasikan sumber daya keuangan
untuk mempersiapkan sumberdaya manusia melalui pendidikan formal, informal dan
nonformal. Kalau di analogikan SDM bagaikan ”Darah dalam tubuh manusia,
tanpa darah manusia tidak akan hidup” begitu pula dengan pembangunan, tanpa SDM
proses pembangunan tidak akan ada.
Menurut laporan Human Development Report
2013 yang dikeluarkan Organisasi Program Pembangunan PBB atau United Nation
Development Program (UNDP) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia kalah
jauh dibandingkan negara terdekatnya Singapura dan Malaysia. Jika Indonesia
berada di posisi 121 dunia, kedua negeri jiran ini bertengger masing-masing di
posisi 18 dan 64 dunia. Kemudian untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Provinsi Papua merupakan yang terendah dari 33 Provinsi yang ada di
Indonesia. Berdasarkan data IPM Papua sampai dengan 2011 adalah 69, 68 %.
Hal ini dilihat berdasarkan angka harapan hidup 70, 3 %, angka melek huruf
88,19 %, rata-rata lama sekolah 68 %, dan pengeluaran perkapita 7 %. Angka
tersebut menunjukan pembangunan dibidang pendidikan harus mendapatkan prioritas
penting agar putra-putri Papua dapat menyelesaikan pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi. Untuk IPM di Papua, kabupaten Pegunungan Bintang
masih dibawah Kabupaten Tolikara, Asmat, Mappi, Dogiyai, Yahukimo dan
Lanny Jaya padahal beberapa kabupaten dimekarkan pada saat
bersamaan melalui UU No. 26 Tahun 2002,
kecuali kabupaten Dogiyai, dan Lanny Jaya dibentuk pada tanggal 4 Januari 2008
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008. IPM untuk kabupaten
Pegunungan Bintang angka harapan hidup 66.00 %, angka melek huruf 32.50 %,
rata-rata lama sekolah 2.54 %. pengeluaran perkapita disesuikan 588.02 %
dan IPM 49.45
Untuk meningkatkan IPM, pembangunan pendidikan merupakan
prioritas utama dalam RPJMD Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2011-2016.
Kondisi pendidikan yang memprihatinkan telah menjadi perhatian pemerintah
daerah sejak awal mulai berdirinya Kabupaten Pegunungan Bintang. Mulai tahun
2003 hingga saat ini telah banyak dilaksanakan program dan kegiatan pembangunan
bidang pendidikan dan telah memberikan dampak membaiknya kondisi
penyelenggaraan pendidikan di daerah. Namun demikian dengan keterbatasan
sumberdaya anggaran dan aparatur serta hambatan kondisi geografis wilayah yang
berat, tujuan pembangunan pendidikan di daerah belum sepenuhnya terwujud.
Selain itu, langkah strategis lain yang diambil Pemerintah Daerah dalam upaya
mempersiapkan putra-putri asli sebagai generasi penerus bangsa, sejak 2003
pemerintah daerah berupa pengiriman siswa-siswi untuk menempuh pendidikan di
luar kabupaten baik di Papua maupun luar Papua. Demikian juga Pemerintah Daerah
tengah menjadi kerjasama/kemitraan dengan perguruan tinggi terkemuka di
Indonesia. Kaitan hal tersebut, beberapa program yang dilaksanakan antara lain
: Bantuan dana pendidikan pertahun untuk S1 dan S2 di Perguruan Tinggi di
Papua: Uncen, Unipa, USTJ, Uniyap, UOG, Stikom, STIE Port Numbay, STT
Fajar Timur, STT Waterpost, IPI, dsb. Kerja Sama MOU lembaga-lembaga dan
perguruan tinggi diluar Papua Luar Papua : Universitas Gadja Mada (UGM),
Universitas Sanata Dharma (USD), STPMD Yogya, Surya Institut. Pengiriman
mahasiswa ke STPDN Jatinangor Bandung, Pengiriman ke Perguruan Tinggi di Cina,
pembekalan bahasa inggris di Asia Pasific International University (APIU) Thailand,
sekolah pilot di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curub dan yang sekarang
adalah program beasiswa melalui UP4B.
Berdasarkan data Komunitas Mahasiswa
Pelajar Aplim Apom (Komapo), pengiriman mahasiswa dan pelajar dimulai tahun
2003, dengan jumlah mahasiswa 12 orang ke kota studi Yogyakarta tanpa ada kerja
sama dengan pihak manapun (pengiriman langsung). Pada waktu itu
pemerintahannya pada masa karateker sehingga mahasiswa tidak diurusi secara
serius. Banyak hambatan yang di hadapi, terutama manajemen keuangan tidak
jelas, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan pendidikan, kesulitan
berinteraksi dengan lingkungan sosial kemasyarakatan, kurangnya kontrol atau
evaluasi sehingga berdampak pada prestasi dan kesuksesan dalam menempuh
pendididkan. Melihat fenomena tersebut pemerintah daerah dengan cepat
mempercayakan Yayasan Binterbusih untuk mendampingi dan memfasilitasi mahasiswa
hingga menyelesaikan studinya. Pada waktu itu pemerintah tidak secara
resmi ( MOU) dengan yayasan Binterbusih, tetapi karena berkat Drs. Theodorus
Sitokdana yang adalah mantan staf di yayasan Binterbusih sehingga secara
kekeluargaan mempercayakan Yayasan Binterbusih untuk menangani mahasiswa
Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian pada tahun 2005
setelah terpilihnya bupati defenitif, pemerintah daerah mengirim 9
mahasiswa dan tahun 2006 mengirim 15 mahasiswa ke STIPAN Jakarta.
Program pendidikan di STIPAN selama 2 tahun atau setara dengan diploma dua,
akan tetapi kebijakan pemerintahan dalam negri untuk mempersiapkan tenaga
professional dibidang pemerintahan sehingga tetap mengakui sebagai pendidikan
sarjana strata satu (S1). Kemudian banyak pihak meraguhkan kualitas
output STIPAN sehingga Drs. Theodorus Sitokdana yang adalah wakil bupati pada
waktu itu, memandang “untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal perlu
dilalui dengan proses pendidikan yang panjang dan sistematis sehingga
seseorang harus benar-benar matang secara intelejensi, emosional dan
spritual ”. Dengan demikian pada tahun 2007 Mantan Wakil Bupati
Drs. Theodorus Sitokdana yang juga adalah alumni program ekstensi bahasa
inggris Univerisitas Sanata Dharma melakukan MOU dengan FKIP Universitas Sanata
Dharma (USD) untuk jangkah waktu 6 tahun (6 angkatan penerima beasiswa).
Pada tahun yang sama pemerintah daerah mengirim 25 mahasiswa untuk mengikuti
program pendidikan matrikulasi selama 1 tahun (pembekalan) dan
dilanjutkan dengan program kuliah strata satu (S1) dengan maksud agar
mahasiswa tidak mengalami kesulitan ketika mengikuti kuliah aktif dilingkungan
USD.
Kemudian pada tahun yang sama pemerintah
daerah mengirim pelajar ke Semarang dengan jumlah 16 orang, mereka tidak
mengikuti program matrikulasi (langsung masuk ke SMA/SMK) sehingga banyak yang
mengalami kesulitan, bahkan 8 pelajar pulang ke Papua karena belum bisa
menyesuaikan diri dengan iklim pendidikan di kota Semarang, dan yang masih
bertahanpun mengalami banyak masalah, terutama kesulitan dalam menerima
pelajaran yang berkaitan dengan hitung-menghitung. Dengan demikian mulai tahun
2008 Yayasan Binterbusih memprogramkan sistem matrikulasi (pembekalan) satu
tahun, sebelum memasuki pendidikan ditingkat sekolah menengah atas. Tahun 2008
pemerintah daerah mengirim 25 orang, berdasarkan hasil evaluasi studi
angkatan pertama dan angkatan kedua menunjukkan angkatan kedua jauh lebih baik
dibanding angkatan pertama, dapat dilihat dari prestasi belajar ketika menumpuh
pendidikan di sekolah menengah atas, salah satu pelajar yang ikut matrikulasi
berhasil masuk di sekolah bergengsi di kota Semarang yaitu SMA
Donbosko Progam MIPA, melihat peningkatan prestasi belajar maka
yayasan Binterbusih menetapkan program matrikulasi berlanjut untuk setiap
tahun. Pada tahun yang sama (2008) pemerintah daerah mengirim 25
mahasiswa ke USD. Kemudian tahun 2009 mengirim 25 mahasiswa ke USD, 5 pelajar
SMA dan 5 pelajar SD ke Surya Institut Tangerang untuk pembekalan ilmu MIPA
oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D.
Tahun 2010 pengiriman mahasiswa ke USD
11 orang, dan ke Universitas Gadja Mada (UGM) sebanyak 11 mahasiswa melalui
jalur kerja sama MOU, pengiriman 9 pelajar ke Yayasan Binterbusih
ditambah 4 orang diluar pengiriman pemerintah daerah sehingga 13 pelajar,
dan pengiriman mahasiswa ke Surya institute 10 mahasiswa untuk bidang
keguruan jurusan MIPA.
Setelah adanya proses politik dan
pergantian jabatan lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang,
aspek pendidikan tidak perhatikan secara serius, ketidak seriusan pemerintah
dalam menyiapkan sumber daya manusia mulai nampak yang dapat dilihat pada
grafik 1 yang menunjukan bahwa tahun 2011 dan 2012 tidak ada
pengiriman mahasiswa dan pelajar ke lembaga/institusi kerja sama.
Diperparah lagi dengan proses politik pemilihan gubernur, pemerintah daerah
fokus pada pesta politik semata, wakil bupati yang notabennya
adalah anak asli Aplim Apom diam seribu diam tanpa ada kebijakan nyata demi
daerahnya. Dua tahun pemerintah daerah tidak mengirim mahasiswa ke lembaga/
institusi terkait, hal ini menunjukan bahwa Pemerintah daerah tidak
konsisten terhadap kesepakatan MOU. Diperparah lagi dengan keterlambatan
pengiriman dana, hubangan komunikasi tidak jelas, badan/dinas yang mengurusi
bidang kerja sama selalu apatis dengan lembaga/institusi kerja sama,
semua urusan seolah-olah dikendalikan oleh seorang bendahara umum yang dari
sisi tupoksi menyalahi aturan pemerintahan, dengan demikian trust Kabupaten
Pegunungan Bintang dimata lembaga/institusi kerja sama semakin hari
semakin luntur.
Berdasarkan grafik 2 menunjukan bahwa
mahasiswa dan pelajar yang kirim ke lembaga/institusi kerja sama. Mulai tahun
2003 terjadi peningkatan yang signifikan, pengiriman mahasiswa terbanyak pada
tahun 2010 dengan jumlah 32 dan pelajar 2008 dengan jumlah 25 orang. Tahun 2011
dan 2012 tidak ada pengiriman mahasiswa dan pelajar ke lembaga/institusi
kerjasama. Untuk tahun 2012 tanpa sepengetahuan pemerintah daerah ada 2 putra
dan 1 putri Aplim Apom dengan inisiatif sendiri datang ke Kota semarang, dengan
hati yang tulus seorang Bapa Orang Papua, Drs Paulus Sudiyo menerima dan
mendaftarkan mereka sebagai pelajar program beasiswa utusan daerah. Hal ini
menunjukan bahwa putra-putri Aplim Apom ingin bersaing dengan orang lain
melalui pendidikan tetapi pemerintah daerah selalu apatis terhadap generasinya.
Berdasarkan data Komapo, mahasiswa dan
pelajar Kabupaten Pegunungan Bintang yang ada diluar Papua ± 189 orang. Dari
data tersebut dapat bagi dalam beberapa bagian berdasarkan tanggungan biaya
studi, diantaranya; mahasiswa dan pelajar yang dibeasiswakan penuh oleh
pemerintah daerah melalui jalur kerja sama, biaya sendiri dan ada beasiswa
program afirmativ action dari Pemerintah pusat melalui Unit percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Berdasarkan grafik 3 diatas
menunjukkan bahwa 50 % mahasiswa dan pelajar lebih banyak dibeasiswakan melalui
jalur yayasan Binterbusih, rata-rata mahasiswa dan pelajar yang tidak melalui
jalur pengiriman langsung dari pemda yang sedang berstudi di pulau Jawa dan
Bali didaftarkan sebagai penerima beasiswa penuh. Kemudian 17% untuk biaya
sendiri, rata-rata mahasiswa yang ada diluar Pulau Jawa dan Bali, mereka
mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah daerah. Akan tetapi masih ada juga
mahasiswa dan pelajar di sekitar Pulau Jawa dan Bali yang belum menerima
beasiswa penuh, karena belum mengajuhkan permohonan ke Yayasan Binterbusih dan
atau dalam proses persetujuan pemerintah daerah. Mahasiswa yang mendapatkan
beasiswa melalui jalur Universitas Sanata Dharma (USD) 15 %. Pada tahun 2012
melalui kesepakatan pemerintah dan USD, mahasiswa alumni mantrikulasi yang
kuliah diluar kampus USD dialihkan ke Yayasan Binterbusih. Kemudian 8%
mahasiswa dibeasiswakan melalui jalur program UP4B yang dikirim tahun 2012, 5%
melalui Surya Institut dan 5% melalui Universitas Gadja Mada (UGM).
Masalah serius yang dihadapi di Papua adalah
masalah sumber daya manusia dibidang kesehatan dan pendidikan, untuk menjawab
kedua masalah tersebut tentunya melalui proses pendidikan yang baik, sehingga
dampaknya benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat. Menjawab persoalan
pendidikan dan kesehatan yang sangat minim di Papua, kebijakan pemerintah pusat
melalui UU Otonomi Khusus dan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
(UP4B) telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pembangunan pendidikan
dan kesehatan. Upaya tersebut mampu diterjemahkan oleh pemerintah daerah
kabupaten Pegunungan Bintang melalui program kerja sama dengan Universitas
Sanata Dharma dan Surya Institut, yang bertujuan untuk menyiapkan sumber daya
manusia dibidang pendidikan. Apa yang harapkan pemerintah daerah tidak
segampang yang dipikirkan, semua mahasiswa yang dikirim ke USD tidak semua
memilih kuliah dijurusan pendidikan dan tidak semua dapat kuliah di Universitas
Sanata Dharma. Mahasiswa yang dikirim ke Universitas Gadja Mada bertujuan untuk
menyiapkan sumber daya manusia dibidang kesehatan, tetapi tidak semua mahasiswa
yang dikirim memilih kuliah di jurusan kesehatan. Sedangkan mahasiswa yang
dikirim melalui jalur UP4B rata-rata mahasiswa jurusan Akuntasi dan Pertanian.
Dengan demikian untuk menjawab persoalan pendidikan dan kesehatan di Pegunungan
Bintang membutuhkan kesabaran dan waktu yang panjang. Berdasarkan grafik 4
menunjukkan bahwa mahasiswa asal Kabupaten Pegunungan Bintang yang kuliah
bidang keguruan dibawah 20% dan dibidang kesehatan dibawah 10 %, sedangkan 80%
mahasiswa kuliah dibidang lain.
Berdasarkan grafik 5 diatas menunjukan
bahwa mahasiswa lebih banyak studi di strata satu (S1) dengan jumlah 77%,
sedangkan paling kecil adalah 0% untuk program S3, sampai sekarang belum ada yang studi ke jenjang strata tiga,
ini menunjukkan bahwa belum bisa bersaing atau diperhitungkan
dalam konteks orang Papua. Berdasarkan data pada grafik 5 menunjukkan
bahwa pemerintah daerah tidak serius memperhatikan pendidikan hingga ke jenjang
yang lebih tinggi. Misalnya, selama ini dari segi pendanaan
mahasiswa yang studi di strata dua diperlakukan sama dengan mahasiswa
strata satu, padahal untuk jenjang strata dua membutuhkan biaya yang
lebih besar. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah sadar akan
pengembangan sumber daya manusia melalui aspek pendidikan.
Dengan adanya pengiriman mahasiswa dan
pelajar ke beberapa perguruan tinggi
ternama di Indonesia dan luar negri melalui program kerja sama mitra pendidikan
dinilai dapat menjawab harapan masyarakat
demi menjawab ketertinggalan pembangunan. Setelah digantikannya Drs. Theodorus Sitokdana pada posisi Wakil Bupati, dan terpilihnya pemerintahan baru, komitmen pemerintah daerah kabupaten
Pegunungan Bintang untuk meneruskan kualitas pendidikan bagi generasi penerus
sebagai bukti pengembangan sumber daya manusia ini pun mengalami kemunduran. Bahkan telah terjadi penumpukan utang pada
lembaga lembaga terkait yang melakukan perjanjian tersebut . Hal ini terbukti dengan desakan pihak kedua
(pihak perguruan tinggi dan rekanan swasta) kepada pemerintah daerah maupun
mahasiswa asal kabupaten Pegunungan Bintang untuk memperjelas kepastian akan
realisasi dana pendidikan untuk melunasi utang pihak perguruan tinggi maupun
swasta yang dipinjamkanya. Namun salah satu masalah dasar yang belum jelas sampai
sekarang adalah terkait belum ditanda tanganinya beberapa surat perjanjian yang
hanya dilakukan secara formalitas karena keprihatinan akan kepentingan sumber
daya manusia itu sendiri. Di sisi lain pemerintah daerah sendiri tidak menunjukan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, dan tidak terakomodir dalam regulasi daerah, terutama kepastian dana
pendidikan melalui peraturan daerah, membuat efektifitas kelancaran biaya
pendidikan tersebut mandek dan tidak jelas dalam setiap tahun, sehingga
penyelenggaraan pemerintahan terkesan dipaksakan dan hanya dilakukan dalam
bentuk bantuan. Padahal posisi pemerintah yang seperti ini bisa di indikasi
sebagai pemerintahan korup karena akuntabilitas dan transparansi penggunaan
keuangan daerah tidak sesuai dengan asas asas pemerintahan yang baik dan benar
serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme di Kabupaten Pegunungan Bintang
dan Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada umumnya.
Dengan demikian pernyataan sikap kami berawal dari sejumlah masalah yang
terjadi, terutama terkait ketidakjelasan pemerintah
daerah Kabupaten Pegunungan Bintang dalam membuat perjanjian bersama (MOU)
membuat lembaga lembaga perguruan tinggi maupun swasta yang di percayakan harus
mengalami kerugian. Dan dimungkinkan kedepan mahasiswa Pegunungan Bintang yang dititip di
Universitas Sanata Dharma dan Universitas Gadja Mada tidak akan diperhatikan
dan dikembalikan kepada orang tua atau pun pemerintah daerah sendiri.
Dengan mengacu pada segala persoalan di atas, maka kami menyampaikan
bahwa:
1.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menemui kendala kelancaran biaya
kuliah bagi mahasiswa Pegunungan Bintang melalui program matrikulasi. Dari data
yang kami peroleh bahwa pemerintah daerah telah memberhentikan pengiriman
mahasiswa tiga angkatan (2011-2013). Sedangkan Berdasarkan nota kesepahaman
(MOU) antara pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang dengan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta adalah lima (5) kali pengiriman dengan jumlah
mahasiswa 25 orang, maka pemerintah daerah telah mempersiapkan 250 mahasiswa
Pegunungan Bintang yang kuliah di Yogyakarta dan ditangani oleh USD. Selain itu
kami peroleh data dari USD bahwa, selama satu tahun pemerintah daerah belum
mengirim uang sehingga pihak kampus membayar kebutuhan mahasiswa dari kas
universitas Sanata Dharma Yogyakarta, jumlah dana yang dikeluarkan berkisar 4
miliar lebih.
2.
Universitas Gadjah Mada sampai sekarang ini pun pemerintah daerah
Pegunungan Bintang belum ada realisasi, walaupun sudah ada MOU. Pihak Universitas butuh kejelasan pemerintah
terkait masalah ini, karena dapat mengganggu kelancaran administrasi akademik
yang berlaku pada Universitas Gadjah Mada.
3.
Yayasan Bina Teruna Bumi Cenderawasih (Binterbusih) di Semarang sebagai lembaga
penyalur dana pendidikan terutama untuk membiayai kebutuhan mahasiswa. Menurut
informasi yang kami peroleh dari Yayasan Binterbusih bahwa uang yang dikirim
oleh pemerintah tahun 2012 belum cukup untuk membayar utang dan membiayai
mahasiswa di Se-Jawa dan Bali. Terbukti beberapa mahasiswa belum dibayarkan uang
kuliahnya oleh Yayasan Binterbusih sehingga mereka komplain ke organisasi
Komapo.
4.
Mahasiswa yang telah dikirim ke Yayasan Institut dari tahun 2009- 2013 belum
diperhatikan oleh pemerintah daerah, sehingga kebijakan Prof. Yohanes Surya
bisa dapat membiayai mereka. Beberapa mahasiswa dari Surya Institute pernah di
ajuhkan untuk mendapatkan beasiswa dari Yayasan Binterbusih tetapi pemerintah
tidak menyetujui permohonan yang di ajuhkan.
5.
Progam UPB4 yang telah diprogramkan pemerintah pusat melalui program affimativ
actions tidak berjalan dengan baik, akhirnya kebanyakan mahasiswa harus pulang
ke Papua. Dari kabupaten Pegunungan Bintang ada beberapa anak sudah pulang karena tidak ada uang makan dan biaya tempat
tinggal.
PERNYATAAN SIKAP
Berdasarkan akumulasi persoalan-persoalan
yang ada, kami orang muda Aplim Apom dengan tegas menyatakan bahwa:
1. Pemerintah daerah segera memperjelas dana
pendidikan kabupaten Pegunungan Bintang dari tahun 2009-2013.
2. Pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan
Bintang segera melunasi utang-utang (di universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yayasan Binterbusih, dan Surya Institut)
yang selama ini digunakan oleh mahasiswa Pegunungan Bintang untuk membiayai
kuliah, biaya hidup, biaya tempat tinggal, dan biaya kesehatan
selambat-lambatnya akhir bulan juli 2013. Apabila dalam bulan juli tidak ditanggapi
oleh pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, maka seluruh masyarakat
Pegunungan Bintang akan mengambil langkah konkrit ditingkat pusat maupun daerah,
termasuk aksi demo besar-besaran di Oksibil.
3. Pemerintah daerah segera memberikan beasiswa
penuh kepada semua mahasiswa Pegunungan Bintang di seluruh Indonesia.
4. Segera menggantikan jabatan Sekda, Bendahara
Umum, Kepala Dinas Pendidikan, Kabag
Keuangan dengan orang yang kompeten, jika tidak diganti maka Bupati Pegunungan
Bintang harus mundur secara terhormat.
5. Segera menggantikan anggota DPRD Kabupaten
Pegunungan Bintang yang membidangi Komisi Pendidikan dengan orang yang kompeten.
6. Para pejabat Eksekutif, Legislatif, dan
Pegawai Negeri Sipil lainnya yang tinggal berbulan-bulan di Jayapura tanpa
agenda yang jelas segera ditindak lanjuti.
7. Pemerintah daerah segera turun tangan
menangani persolan Miras, Togel, Judi, Narkoba, HIV/AIDS yang telah bertumbuh subur
di tengah-tengah masyarakat Pegunungan Bintang. Harus ada peraturan daerah
mengenai penanganan persoalan-persoalan tersebut diatas.
8. DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang segera
membuat dan menetapkan PERDA tentang harga barang dan jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!