Rabu, 05 Februari 2014

Komunitas Mahasiswa Aplim Apom (KOMAPO) Yogyakarta menilai pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, mengabaikan Pembangunan Sumber Daya Manusia di Pegunungan Bintang, khususnya perhatian pada mahasiswa.


Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Aplim Apom (KOMAPO) Yogyakarta menilai pemerintah daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, mengabaikan Pembangunan Sumber Daya Manusia di Pegunungan Bintang, khususnya perhatian pada mahasiswa.
Salah satu mahasiswa Pegunungan Bintang Fransiskus Kasipmabin, Kamis, (30/01/14) dalam keterangannya kepada majalahselangkah.com menuturkan beberapa sebab pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang tidak konsisten membiayai pendidikan, terutama biaya kuliah mahasiswa.
Kata dia, Bupati Welington Wenda pada periode ini dinilai tidak melanjutkan program yang sudah ada (program periode pertama). Program periode pertama, misalnya MoU (kerja sama) di bidang pendidikan oleh pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada perjanjian itu, kata dia, telah menyepakati pengiriman mahasiswa Pegunungan Bintang untuk kuliah di Pendidikan Guru SD lima kali dengan target bahwa sekali dikirim 25 mahasiswa. Maka, jumlahnya, 125 mahasiswa untuk kuliah di jurusan Pendidikan Guru.
Namun, kata dia, pemerintah membatalkan dua kali pengiriman. Kemudian waktu MoU dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta berakhir pada tanggal 31 Desember 2013. Sampai saat ini tidak ada tanggapan dari pemerintah daerah terhadap berakhirnya masa MoU.
Hal kedua menurut KOMAPO adalah paska kekalahan anak daerah di pentas politik tahun 2010/2011, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pegunungan Bintang tidak menjalankan fungsi DPRD (Fungsi Legislasi dan Pengawasan).
"Mereka tidak tahu menahu terhadap kinerja kerja Eksekutif, mengabaikan persoalan rakyat. DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang tidak kerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini membuat kinerja kerja pemerintah daerah tidak konsisten. Kemudian penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah, terutama anggaran pendidikan tidak tepat pada sasaran," katanya.
Ketiga, menurut mereka adalah ketika Bupati kabupaten Pegunungan Bintang Welington Wenda mencalonkan diri menjadi gubernur provinsi Papua, aktivitas pemerintahan di daerah macet total.
Akibat dari itu, berdampak pada pelayanan publik di semua sektor termasuk pelayanan di bidang pendidikan. Hal ini diperparah dengan belum diberikannya kewenangan bupati kepada wakilnya, ketika mencalonkan diri menjadi gubernur.
Penyebab keempat kata mereka, pemerintah daerah (Wakil Bupati, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Bendahara harian, dan Sekretariat Daerah) melempar tugas dan tanggungjawab terkait pembiayaan pendidikan (biaya kuliah bagi mahasiswa) di luar Papua. Akibat dari itu, 200-an lebih mahasiswa menjadi korban. Lalu, lembaga kerja sama menjadi kendala dalam komunikasi dengan pemerintah daerah.
Kelima, kata mereka, hingga saat ini anggaran Pendidikan kabupaten Pegunungan Bintang (sumber dan alokasi anggaran) kurang jelas. Sumber anggaran pendidikan seperti dana Otsus (30 % untuk pendidikan), APBD, UP4B, dan alokasi lainnya. APBD Kabupaten Pegunungan Bintang 1,2 Triliun perlu dipertanyakan, karena anggaran pendidikan belum bisa direalisasikan karena lembaga kerja sama seperti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Yayasan Binterbusih Semarang masih utang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!