Rabu, 05 Februari 2014

PEMERINTAH IKUT TERLIBAT DALAM MEMACETKAN PEMBANGUNAN MANUSIA APLIM APOM PAPUA


 AGUS UROPKA


Yogyakarta-Komnews, Mahasiswa Pegunungan Bintang yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Aplim Apom (KOMAPO) menilai pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang ikut terlibat dalam memacetkan Pembangunan Manusia. Jika Pemerintah Daerah ikut terlibat untuk memacetkan pembangunan manusia yang juga adalah sektor terpenting dari segala sektor, maka harapan masa depan Pegunungan Bintang suda tidak ada lagi.
Hal tersebut disampaikan oleh mahasiswa Pegunungan Bintang di Yogyakarta, Senin (27/01/2014). Mereka menilai pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang tidak konsisten dalam membiayai pendidikan dari tahun 2011 silam sampai tahun 2014.
Menurut mahasiswa Beberapa indikator penyebab pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang tidak konsisten membiayai pendidikan, terutama biaya kuliah mahasiswa, diantaranya sebagai berikut.
Pertama, Setelah peta politik (Pemilu) pemilihan kepala daerah kabupaten Pegunungan Bintang pada periode ke dua (setelah kabupaten itu dimekarkan di tahun 2002) pada tahun 2010/2011, kepemimpinannya Bupati, Drs. Welington Wenda, Msi pada periode ini dinilai tidak melanjutkan program yang suda ada (program periode pertama).
Program periode pertama, misalnya MOU (kerja sama) di bidang pendidikan oleh pemerintah kabupaten Pegunungan Bintang dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam kesepakatan itu menyepakati pengiriman mahasiswa Pegunungan Bintang untuk kuliah di Pendidikan Guru USD lima kali dengan target bahwa sekali krim mengirim 25 mahasiswa.
Dengan demikian, pemerintah Daerah Pegunungan Bintang mengirim mahasiswa 125 mahasiswa untuk kuliah di jurusan Pendidikan Guru. Namun pemerintah membatalkan dua kali pengiriman. Kemudian waktu MOU dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta berakhir pada tanggal 31 Desember 2013, sampai saat berita ini diturunkan tidak ada tanggapan dari pemerintah daerah terhadap berakhirnya masa MOU.
Kedua, Paska kekalahan anak daerah di pentas politik tahun 2010/2011, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pegunungan Bintang tidak menjalankan fungsi DPRD (Fungsi Legislasi dan Pengawasan). Mereka tidak tau menau terhadap kinerja kerja Eksekutif, mengabaikan persoalan rakyat. DPRD kabupaten Pegunungan Bintang tidak kerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini membuat kinerja kerja pemerintah daerah tidak konsisten. Kemudian penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah, terutama anggaran pendidikan tidak tepat pada sasaran.
Ketiga, ketika bupati kabupaten Pegunungan Bintang (Drs. Welington Wenda, Msi) mencalonkan diri menjadi gubernur provinsi Papua, aktifitas pemerintahan di daerah macet total. Akibat dari itu, berdampak pada pelayanan publik di semua sektor termasuk pelayanan di bidang pendidikan. Hal ini perpara dengan belum diberikannya kewenangan bupati kepada wakilnya, ketika mencalonkan diri menjadi gubernur.
Keempat, Pemerintah daerah (Wakil Bupati, Dinas Pendidikan dan kebudayaa, Bendahara harian, dan Sekertariat Daerah ) melempar tugas dan tangungjawab terkait pembiayaan pendidikan (biaya kuliah bagi mahasiswa) di luar Papua. Akibat dari itu, 200 an lebih mahasiswa menjadi korban. Lalu kemudian, lembaga kerja sama menjadi kendala dalam komunikasi dengan pemerintah daerah.
Kelima, Anggaran Pendidikan kabupaten Pegunungan Bintang sumber dan alokasi anggran kurang jelas. Sumber anggaran pendidikan seperti dana Otsus (30 % untuk pendidikan), APBD, UP4B, dan alokasi lainnya. APBD Kabupaten Pegunungan Bintang 1,2 Triliun perluh dipertanyakan karena anggran pendidikan belum bisa direalisasikan (lembaga kerja sama masi utang: USD Yogyakarta dan Binterbusih Semarang).
Selain indikator indikator penyebab macetnya kesiapan pemerintah dalam memajukan sumber daya manusia, mahasiswa juga mengkritisi penyalagunaan anggaran pendidikan, sehingga IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Provinsi Papua ikut bermain di rangking atas dari urutan paling bawah.
Menelusuri dalam konteks alokasi anggaran, sejak tahun 2002 hingga 2013 telah dialokasikan dana Otsus dengan jumlah yang besarannya mencapai Rp. 38,039 T. Dana Otsus yang demikian besar tentu merupakan modal pembangunan daerah yang signifikan jika dapat dimanfaatkan dengan baik sebagaimana aspirasi masyarakat Papua. Kemajuan lain dapat dilihat dari kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu indikator untuk memotret kemajuan pembangunan, dimana IPM Papua pada skor 60,10 pada tahun 2002 dan meningkat menjadi 63,35.
KOMAPO menilai APBD Provinsi Papua diatas rata rata nasional, namun jumlah penduduk miskin menjadi urutan teratas tingkat nasional. Kemudian seperti diberitakan Republika.co.id meliris ada tiga provinsi yang memiliki APBD besar, namun memiliki IPM rendah, yaitu Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Media itu melaporkan Jatim merupakan provinsi tertinggi dengan APBD sebesar Ro 42,03 triliun dan terendah adalah Sulawesi Barat berjumlah Rp 2,54 triliun.
Kemudian sumber lain melaporkan untuk APBD per kapita tertinggi ditempati Papua Barat dengan nilai Rp 8,3 juta, dan terendah diduduki Jabar sebanyak Rp 888.135. Sementara itu, IPM tertinggi dicapai DKI dengan nilai 77,97 persen dengan APBD per kapita Rp 2,84 juta. "IPM terendah adalah Papua di kisaran 63,35 persen, Rabu (6/3).
Secara terpisah gubenur provinsi Papua, Lukas Enembe, mengajak seluruh kabupaten/kota di provinsi itu untuk biasa ikuti jejak kabupaten Puncak Jaya. karena dinilai kabupaten itu mempunya IPM lebih baik dari kabupaten lain.
Seperti dikutip di media lokal Gubernur mengatakan “Sekitar 4000 hamba Tuhan diberikan gaji dan sudah 16.000 beasiswa yang disalurkan untuk membiayai sekolah anak-anak dimana hal ini berdampak langsung pada peningkatan IPM di Kabupaten Puncak Jaya,”jelasnya.
Selain itu, Gubernur Enembe menambahkan juga tokoh perempuan, Pemuda Adat, kepala-kepala suku, LMA dan Pejuang Pepera diberikan dana block grand untuk peningkatan ekonomi dan juga dana dari pemerintah pusat disalurkan kepada mereka untuk memberi dampak positif dalam peningkatan IPM.
Lalu bagimana dengan IPM Pegunungan Bintang? Seperti diberitakan media ini sebelumnya kabupaten Pegunungan Bintang masih dibawah Kabupaten Tolikara, Asmat, Mappi,  Dogiyai, Yahukimo dan  Lanny Jaya padahal beberapa kabupaten  yang dimekarkan pada saat bersamaan melalui UU No. 26 Tahun 2002, kecuali kabupaten Dogiyai, dan Lanny Jaya dibentuk pada tanggal 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008.  IPM untuk kabupaten Pegunungan Bintang angka harapan hidup 66.00 %, angka melek huruf 32.50 %, rata-rata lama sekolah  2.54 %. pengeluaran perkapita disesuikan 588.02 % dan IPM 49.45.
Untuk meningkatkan IPM, pembangunan pendidikan merupakan prioritas utama dalam RPJMD Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2011-2016. Kondisi pendidikan yang memprihatinkan telah menjadi perhatian pemerintah daerah sejak awal mulai berdirinya Kabupaten Pegunungan Bintang. Mulai tahun 2003 hingga saat ini telah banyak dilaksanakan program dan kegiatan pembangunan bidang pendidikan dan telah memberikan dampak membaiknya kondisi penyelenggaraan pendidikan di daerah. Namun demikian dengan keterbatasan sumberdaya anggaran dan aparatur serta hambatan kondisi geografis wilayah yang berat, tujuan pembangunan pendidikan di daerah belum sepenuhnya terwujud. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!