ADA banyak nama
yang pernah diberikan untuk pulau Papua (meliputi Papua dan Papua Barat).
Kebanyakan nama pemberian orang asing yang melakukan ekspedisi di wilayah ini.
Dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia termasuk putra asli Papua sendiri
ikut memberikan nama. Pulau Papua berada di wilayah paling timur negara Indonesia. Ia
merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Greendland di Denmark. Luasnya
capai 890.000 Km² (ini jika digabung dengan Papua New Guinea). Besarnya
diperkirakan hampir lima kali luas pulau Jawa. Pada sekitar tahun 200 M ,
ahli Geography bernama Claudius
Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada
yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios. Sekitar akhir tahun 500 M,
oleh bangsa China diberi nama Tungki.
Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah catatan harian seorang
pengarang Tiangkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan bahwa asal rempah-rempah
yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang digunakan oleh para pedagang
China saat itu untuk Papua.
Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan
Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365
yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tugki” atau “Janggi” sesungguhnya adalah
salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Cina Chun Tjok Kwan yang
dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan
Papua. Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke
Papua, juga termasuk pedangan dari India. Tujuan mereka untuk mencari
rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China.
Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan juga Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.
Pada akhir tahun 1300, Kerajaan Majapahit
menggunakan dua nama, yakni Wanin danSram. Nama Wanin, tentu tidak lain
dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku.
Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal
dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga
dua nama ini disebut. Sekitar tahun 1646, Kerajaan Tidore memberi nama untuk
pulau ini dan penduduknya sebagai Papa-Ua, yang sudah berubah dalam sebutan
menjadi Papua.
Dalam bahasa Tidore artinya tidak bergabung
atau tidak bersatu (not integrated). Dalam
bahasa melayu berarti berambut keriting. Memiliki pengertian lain, bahwa di
pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah. Ada juga yang
memakai nama Papua sebagai bentuk ejekan terhadap warga setempat penduduk
primitif, tertinggal, bodoh yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti
apapun dengan nama Papua. Respon penduduk terhadap nama Papua cukup baik.
Alasannya, sebab nama tersebut benar mencerminkan identitas diri mereka sebagai
manusia hitam, keriting, yang sangat berbeda dengan penduduk Melayu juga
kerajaan Tidore. Tapi, tentu mereka tak terima dengan ejekan yang selalu
dilontarkan warga pendatang.
Pada tahun 1511 Antonio d’Arbau, pelaut asal Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau juga llha de Papo. Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526-1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore. Berikutnya, pada tahun 1528, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau emas tersebut. Pada tahun 1545, pelaut asal spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru.
Pada tahun 1511 Antonio d’Arbau, pelaut asal Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau juga llha de Papo. Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526-1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore. Berikutnya, pada tahun 1528, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau emas tersebut. Pada tahun 1545, pelaut asal spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru.
Nama Papua dan Nueva Guinea dipertahankan
hampir dua abad lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw Guinea dari Belanda,
dan kedua nama tersebut terkenal secara luas diseluruh dunia, terutama pada
abad ke-19. Penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua dan sementara nama
Nieuw Guinea mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama tersebut tampak pada
peta dunia sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di negara-negara Eropa. Di
tahun 1956, Belanda kembali merubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadiNederlands Nieuw Guinea. Perubahan
nama tersebut lebih bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau
Papua dari Indonesia pada zaman itu. Pada tahun 1940-an oleh Residen JP
Van Eechoud pernah membentuk sekolah Bestuur. Disana ia menganjurkan dan
memerintahkan Admoprasojo selaku Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk
membentuk dewan suku-suku. Didalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah
mengkaji sejarah dan budaya Papua, termasuk mengganti nama pulau Papua dengan
sebuah nama yang mencerminkan budaya Papua, dan nama tersebut harus digali dari
bumi Papua. Tindak lanjutnya, berlangsung pertemuan di Tobati, Jayapura. Di
dalam turut dibicarakan ide penggantian nama tersebut, juga dibentuk dalam
sebuah panitia yang nantinya akan bertugas untuk menelusuri sebuah nama yang
berasal dari daerah Papua dan dapat diterima oleh seluruh suku yang ada.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian
mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang
termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian. Dalam
bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan
demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah
diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti
Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an"
artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa
Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi,
"an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi.
Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw
Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui pidatonya yang
berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama Papua dan Nieuw
Guinea dengan nama Irian. Nama Irian adalah satu nama yang mengandung
arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi
Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan:
IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti
Nederland”. (Buku PEPERA 1969
terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Selanjutnya, Pada 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua, disebut Nieuw
Guinea Raad oleh Belanda, sebuah lembaga yang disponsori kerajaan Belanda,
menyatakan masyarakat Papua siap mendirikan sebuah negara berdaulat, dan
mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka
menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat. Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority
(UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act free choice di Papua pada
tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New Guinea/West Irian. Beritkunya,
nama Irian diganti menjadi Irian Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat
wilayah ini "dianeksasi" dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan
Negara republik Indonesia. Di tahun 1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc
Morran dengan pemerintah Indonesia dilangsungkan. Dalam kontrak ini Freeport
gunakan nama Irian Barat, padahal secara resmi Papua belum resmi jadi bagian
Indonesia.
Setelah Papua menjadi bagian dari Negara
Indonesia melalui PEPERA 1969 yang dianggap penuh rekayasa oleh sebagian besar
rakyat Papua, perjuangan untuk tetap memisahkan diri dari Negara Indonesia
untuk menjadi Negara merdeka dan berdaulat terus suarakan. Pada tanggal 1
Juli 1971, Seth Jafet Rumkorem, pimpinan Pemerintah Revolusioner sementara
Republik West Papua di Markas Victoria menggunakan nama West Papua untuk Papua.
Kehadiran organisasi ini tak begitu lama karena berhasil di tumpas oleh
pemerintah Indonesia melalui beberapa operasi militer. Dan kemudian pada
tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian
barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Penggantian
nama tersebut dilakukan bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport
Indonesia yang pusat eksploitasinya dinamakan Tembagapura. Memasuki era
reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi
Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat
tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut
pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, beliau
memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya saat itu dirubah namanya menjadi Papua.
Kembalinya nama Papua sejak diberikan oleh
Kerajaan Tidore di tahun 1800-an memberikan arti tersendiri, bahwa pulau ini
dihuni oleh penduduk yang berambut keriting, kulit hitam, punya Ras Melanesia.
Ia tak sama dengan ras Melayu Ras masyarakat Indonesia pada umumnya.
Oleh: Agustinus Uropka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!