|
Mahasiswa Pegunungan
Bintang yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Aplim Apom (KOMAPO) menilai
pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang ikut terlibat dalam memacetkan
Pembangunan Manusia. Jika Pemerintah Daerah ikut terlibat untuk memacetkan
pembangunan manusia yang juga adalah sektor terpenting dari segala sektor,
maka harapan masa depan Pegunungan Bintang suda tidak ada lagi.
Hal tersebut
disampaikan oleh mahasiswa Pegunungan Bintang di Yogyakarta, Senin
(27/01/2014). Mereka menilai pemerintah daerah kabupaten Pegunungan Bintang
tidak konsisten dalam membiayai pendidikan dari tahun 2011 silam
sampai tahun 2014.
Menurut mahasiswa
Beberapa indikator penyebab pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang
tidak konsisten membiayai pendidikan, terutama biaya kuliah mahasiswa,
diantaranya sebagai berikut.
Pertama, Setelah peta
politik (Pemilu) pemilihan kepala daerah kabupaten Pegunungan Bintang pada
periode ke dua (setelah kabupaten itu dimekarkan di tahun 2002) pada tahun
2010/2011, kepemimpinannya Bupati, Drs. Welington Wenda, Msi pada periode ini
dinilai tidak melanjutkan program yang suda ada (program periode pertama).
Program periode
pertama, misalnya MOU (kerja sama) di bidang pendidikan oleh pemerintah
kabupaten Pegunungan Bintang dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam kesepakatan itu menyepakati pengiriman mahasiswa Pegunungan Bintang
untuk kuliah di Pendidikan Guru USD lima kali dengan target bahwa sekali krim
mengirim 25 mahasiswa.
Dengan demikian,
pemerintah Daerah Pegunungan Bintang mengirim mahasiswa 125 mahasiswa untuk
kuliah di jurusan Pendidikan Guru. Namun pemerintah membatalkan dua kali
pengiriman. Kemudian waktu MOU dengan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
berakhir pada tanggal 31 Desember 2013, sampai saat berita ini diturunkan
tidak ada tanggapan dari pemerintah daerah terhadap berakhirnya masa MOU.
Kedua, Paska kekalahan anak
daerah di pentas politik tahun 2010/2011, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Pegunungan Bintang tidak menjalankan fungsi DPRD (Fungsi
Legislasi dan Pengawasan). Mereka tidak tau menau terhadap kinerja kerja
Eksekutif, mengabaikan persoalan rakyat. DPRD kabupaten Pegunungan Bintang
tidak kerja sama dengan pemerintah daerah. Hal ini membuat kinerja kerja
pemerintah daerah tidak konsisten. Kemudian penggunaan anggaran oleh
pemerintah daerah, terutama anggaran pendidikan tidak tepat pada sasaran.
Ketiga, ketika bupati
kabupaten Pegunungan Bintang (Drs. Welington Wenda, Msi) mencalonkan diri
menjadi gubernur provinsi Papua, aktifitas pemerintahan di daerah macet
total. Akibat dari itu, berdampak pada pelayanan publik di semua sektor
termasuk pelayanan di bidang pendidikan. Hal ini perpara dengan belum
diberikannya kewenangan bupati kepada wakilnya, ketika mencalonkan diri
menjadi gubernur.
Keempat, Pemerintah daerah
(Wakil Bupati, Dinas Pendidikan dan kebudayaa, Bendahara harian, dan
Sekertariat Daerah ) melempar tugas dan tangungjawab terkait pembiayaan
pendidikan (biaya kuliah bagi mahasiswa) di luar Papua. Akibat dari itu, 200
an lebih mahasiswa menjadi korban. Lalu kemudian, lembaga kerja sama menjadi
kendala dalam komunikasi dengan pemerintah daerah.
Kelima, Anggaran Pendidikan
kabupaten Pegunungan Bintang sumber dan alokasi anggran kurang jelas. Sumber
anggaran pendidikan seperti dana Otsus (30 % untuk pendidikan), APBD, UP4B,
dan alokasi lainnya. APBD Kabupaten Pegunungan Bintang 1,2 Triliun perluh
dipertanyakan karena anggran pendidikan belum bisa direalisasikan (lembaga
kerja sama masi utang: USD Yogyakarta dan Binterbusih Semarang).
Selain indikator
indikator penyebab macetnya kesiapan pemerintah dalam memajukan sumber daya
manusia, mahasiswa juga mengkritisi penyalagunaan anggaran pendidikan,
sehingga IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Provinsi Papua ikut bermain di
rangking atas dari urutan paling bawah.
Menelusuri dalam
konteks alokasi anggaran, sejak tahun 2002 hingga 2013 telah dialokasikan
dana Otsus dengan jumlah yang besarannya mencapai Rp. 38,039 T. Dana Otsus
yang demikian besar tentu merupakan modal pembangunan daerah yang signifikan
jika dapat dimanfaatkan dengan baik sebagaimana aspirasi masyarakat Papua.
Kemajuan lain dapat dilihat dari kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang merupakan salah satu indikator untuk memotret kemajuan pembangunan,
dimana IPM Papua pada skor 60,10 pada tahun 2002 dan meningkat menjadi 63,35.
KOMAPO menilai APBD
Provinsi Papua diatas rata rata nasional, namun jumlah penduduk miskin
menjadi urutan teratas tingkat nasional. Kemudian seperti diberitakan
Republika.co.id meliris ada tiga provinsi yang memiliki APBD
besar, namun memiliki IPM rendah, yaitu Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan
Papua. Media itu melaporkan Jatim merupakan provinsi tertinggi dengan APBD
sebesar Ro 42,03 triliun dan terendah adalah Sulawesi Barat berjumlah Rp 2,54
triliun.
Kemudian sumber lain
melaporkan untuk APBD per kapita tertinggi ditempati Papua Barat dengan nilai
Rp 8,3 juta, dan terendah diduduki Jabar sebanyak Rp 888.135. Sementara itu,
IPM tertinggi dicapai DKI dengan nilai 77,97 persen dengan APBD per kapita Rp
2,84 juta. "IPM terendah adalah Papua di kisaran 63,35 persen, Rabu
(6/3).
Secara terpisah
gubenur provinsi Papua, Lukas Enembe, mengajak seluruh kabupaten/kota di
provinsi itu untuk biasa ikuti jejak kabupaten Puncak Jaya. karena dinilai
kabupaten itu mempunya IPM lebih baik dari kabupaten lain.
Seperti dikutip di
media lokal Gubernur mengatakan “Sekitar 4000 hamba Tuhan diberikan gaji dan
sudah 16.000 beasiswa yang disalurkan untuk membiayai sekolah anak-anak
dimana hal ini berdampak langsung pada peningkatan IPM di Kabupaten Puncak
Jaya,”jelasnya.
Selain itu, Gubernur
Enembe menambahkan juga tokoh perempuan, Pemuda Adat, kepala-kepala suku, LMA
dan Pejuang Pepera diberikan dana block grand untuk peningkatan ekonomi dan
juga dana dari pemerintah pusat disalurkan kepada mereka untuk memberi dampak
positif dalam peningkatan IPM.
Lalu bagimana dengan
IPM Pegunungan Bintang? Seperti diberitakan media ini sebelumnya kabupaten Pegunungan Bintang masih dibawah Kabupaten Tolikara, Asmat,
Mappi, Dogiyai, Yahukimo dan Lanny Jaya padahal beberapa
kabupaten yang dimekarkan pada saat bersamaan melalui UU
No. 26 Tahun 2002, kecuali kabupaten Dogiyai, dan Lanny Jaya dibentuk pada
tanggal 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008.
IPM untuk kabupaten Pegunungan Bintang angka harapan hidup 66.00 %, angka
melek huruf 32.50 %, rata-rata lama sekolah 2.54 %. pengeluaran
perkapita disesuikan 588.02 % dan IPM 49.45.
Untuk meningkatkan IPM, pembangunan
pendidikan merupakan prioritas utama dalam RPJMD Kabupaten Pegunungan Bintang
Tahun 2011-2016. Kondisi pendidikan yang memprihatinkan telah menjadi
perhatian pemerintah daerah sejak awal mulai berdirinya Kabupaten Pegunungan
Bintang. Mulai tahun 2003 hingga saat ini telah banyak dilaksanakan program
dan kegiatan pembangunan bidang pendidikan dan telah memberikan dampak
membaiknya kondisi penyelenggaraan pendidikan di daerah. Namun demikian
dengan keterbatasan sumberdaya anggaran dan aparatur serta hambatan kondisi
geografis wilayah yang berat, tujuan pembangunan pendidikan di daerah belum
sepenuhnya terwujud.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!